Sinergi Ilmu dan Iman: Cahaya Penerang Jalan

May 4, 2024 | Essai

Views: 3

Salah satu keajaiban yang membedakan manusia dari makhluk lain di alam semesta ini adalah pemberian akal. Ketika manusia menggunakan akal untuk mengeksplorasi dan memperoleh pengetahuan, terbentuklah budaya manusia. Budaya tidak hanya terdiri dari warisan tradisional dan kesenian, tetapi juga mencakup nilai-nilai, kepercayaan, dan cara hidup yang tercermin dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Inilah yang membedakan manusia dari binatang, kemampuan untuk menciptakan, memperluas, dan mewariskan pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Dalam mata pelajaran Al-Hikam, para santri mengungkapkan “Laulã al-‘ilm lakãna al-nãs ka al-bahãim”, yang artinya “Bila tanpa ilmu, manusia hanya akan hidup seperti binatang”. Cara hidup binatang, hanya mengandalkan naluri dan insting.

Ilmu membantu manusia memahami dirinya, baik secara fisik maupun psikologis. Dengan pemahaman ini, individu dapat mengelola emosi, serta mengembangkan potensinya untuk kesejahteraan pribadi dan sosial. Aristoteles dalam “Nicomachean Ethics“, menekankan peran pengetahuan dalam mencapai perkembangan manusia. Dia berpendapat bahwa pengetahuan memungkinkan kita untuk memahami dunia dan tempat kita di dalamnya. Dengan bekal ilmu, manusia mampu menggali sumber daya untuk kebutuhan dasar hidupnya seperti pangan, papan, sandang, dan obat-obatan, serta mendorong untuk mengelola sumber daya alam dengan bijaksana.

Ilmu memiliki peran penting dan bahkan menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Dengan pengetahuan tentang masalah sosial dan ekonomi, masyarakat dapat bekerja sama menciptakan perubahan positif, dan mendorong inovasi di berbagai bidang kehidupan. Kofi Annan, mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa, berkata “Masyarakat yang berpengetahuan adalah masyarakat yang maju dan sejahtera”.

Ilmu juga memperkuat sistem politik serta mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dengan ilmu, masyarakat dapat memahami hak dan kewajiban, serta menyelesaikan konflik sosial secara damai. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah, mengatakan bahwa kemajuan masyarakat bergantung pada pengetahuan yang mendalam tentang sejarah dan pola-pola sosial.

Keberadaan ilmu juga memperkaya budaya manusia. Melalui ilmu pengetahuan, manusia menghasilkan karya seni, sastra, dan musik yang mendalam. Ilmu juga menjadi landasan bagi perkembangan teknologi, yang memperluas kemampuan manusia dalam berinteraksi, berproduksi, dan bertukar informasi.

Demikianlah, ilmu telah membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Keberadaan ilmu sangatlah penting dalam kehidupan individu maupun sosial, dan merupakan kunci bagi peningkatan kualitas hidup manusia. Namun, kekuatan ilmu juga memiliki sisi gelapnya. Ketika ilmu digunakan tanpa memperhatikan kendali moral, hal ini dapat menjadi alat untuk merusak alam dan menciptakan ketidakseimbangan sosial.

Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk memandang ilmu sebagai alat untuk mencapai keseimbangan antara kemajuan material dan spiritual. Ilmu bukan sekadar tentang pengetahuan dan teknologi, tetapi juga tentang moral dan akhlak. Ajaran agama merupakan sumber nilai-nilai etika dan moral, diharapkan membentuk individu yang berkepribadian kuat dan berakhlak mulia.

René Descartes, yang melalui pernyataannya “Cogito, ergo sum” atau “Aku berpikir, karena itu aku ada”, menjadi tonggak penting dalam sejarah filsafat Barat. Dia menekankan pentingnya ilmu dalam mencari kebenaran secara objektif. Al-Ghazali melalui buku “Al-Munqidh min al-Dhalal”, menceritakan perjalanan spiritualnya dalam mencari kebenaran dan membebaskan diri dari berbagai keraguan filosofis. Beliau menekankan pentingnya pemikiran kritis dalam mencapai keyakinan yang kokoh.

Dengan demikian, ilmu tidak sekadar terbatas pada urusan dunia semata. Seperti yang ditegaskan oleh Al-Ghazali, esensi dari ilmu adalah untuk mencapai pemahaman spiritual. Ilmu merupakan sarana untuk mencapai keseimbangan antara kemajuan materi dan spiritual. Dalam konteks ini, pendidikan memegang peran kunci dalam membentuk manusia yang berbudaya. Pendidikan yang berkualitas tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter, mengajarkan nilai-nilai moral, dan menanamkan rasa tanggung jawab sosial. Melalui pendidikan yang baik, manusia dapat menggunakan akal dan ilmunya untuk membangun masyarakat yang lebih adil, berkelanjutan, dan berbudaya.

Integrasi Iman dan Ilmu

Allah SWT berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (Q.S. Al-Mujadilah, 58:11)

Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Razi mengaitkan ilmu dengan tingkat ketaatan dan pahala yang tinggi. Mengutip tafsir Al-Qadhi terhadap ayat “wa ‘allama ãdama al-asmãa kullahã“, bahwa ilmu pengetahuan menjadi dasar dari suatu perbuatan, menjadi pijakan untuk tumbuhnya kehati-hatian dalam menjauhi perbuatan terlarang, memberikan tuntunan dalam introspeksi diri, serta menjadi pedoman dalam beribadah dengan khusyuk. Sayyid Quthub dalam tafsir Fi Dhilãl al-Qur’ãn menjelaskan bahwa ilmu yang meninggikan derajat adalah ilmu yang membina hati dan menjadikannya lapang, sehingga mendorong ketaatan kepada nilai-nilai yang datang dari Allah.

Ilmu dalam konteks ayat tersebut, juga mencakup pemahaman tentang agama Islam, ilmu dunia, dan pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia. Ayat ini menegaskan bahwa berbagai ilmu pengetahuan memiliki nilai tinggi di mata Allah, dan bahwa mereka yang menggunakannya untuk kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi umat manusia dijanjikan darojãt, pahala yang, berlipat-lipat.

Selain itu, ayat tersebut juga mengisyaratkan pentingnya integrasi antara iman dan ilmu. Integrasi ini membawa manfaat spiritual dan intelektual yang besar bagi individu dan masyarakat. Iman, sebagai fondasi kepercayaan kepada Allah dan ajaran-Nya, memberikan arah moral dan spiritual dalam kehidupan. Iman memotivasi individu untuk berbuat kebajikan, menjauhi kejahatan, dan berorientasi pada kebaikan di dunia dan akhirat. Namun, iman harus didukung oleh ilmu agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama dan realitas dunia. Tanpa ilmu, iman mungkin terbatas pada keyakinan yang bersifat dogmatis dan tidak memiliki landasan yang kuat.

Di sisi lain, ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang alam semesta dan penciptanya. Dengan ilmu, manusia diberi kemampuan untuk memahami mekanisme alam, menganalisis fenomena, dan menemukan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi. Namun, ilmu juga harus didasari oleh iman agar manusia menggunakan pengetahuannya dengan memperhatikan nilai-nilai moral dan etika, serta berorientasi pada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Albert Einstein menulis: “Science without religion is blind; religion without science is lame“. Quote yang populer dari Eisntein ini menggambarkan pentingnya integrasi antara iman dan ilmu. Ketika seseorang memiliki iman yang kuat namun tidak diimbangi dengan ilmu, ia mungkin cenderung terpaku pada keyakinan tanpa pertimbangan yang mendalam tentang realitas. Di sisi lain, memiliki ilmu namun tanpa iman dapat membuat seseorang kehilangan pandangan tentang makna dan tujuan hidup, serta dapat mengarah pada tindakan yang tidak bermoral atau merugikan.

Dengan menyinergikan iman dan ilmu, seseorang dapat mencapai kesempurnaan spiritual dan intelektual. Iman memberikan landasan moral yang kuat untuk bertindak, sementara ilmu memberikan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami peran kita dalam menciptakan perubahan positif dalam kehidupan. Sinergi iman dan ilmu juga memungkinkan seseorang untuk melihat keindahan dan keajaiban penciptaan Allah dalam cahaya pengetahuan yang mendalam, serta kekhusyukan dalam beribadah kepada-Nya.

Khatimah

Iman dan ilmu, adalah dua hal yang saling melengkapi. Pengetahuan adalah mitra terbaik manusia, membantu menjelajahi diri dan dunia. Ilmu bukan hanya alat, melainkan fondasi utama bagi kesejahteraan pribadi dan sosial. Sementara iman adalah motor batin, menghadirkan kedamaian di tengah gelombang kehidupan. Ia adalah fondasi yang kokoh, memberi kekuatan saat menghadapi tantangan, dan kompas kehidupan untuk memastikan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.

* DR. Drs. AGUS SYIHABUDIN, MA. Associate Professor, Dosen AEI di ITB. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Kota Bandung. HP: 0816.618.315. Email: a.syihab60@gmail.com & a_syihab@itb.ac.id.

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This