Serial Resensi Buku Keempat: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, Beryoga Agar Bisa Tertawa

Aug 16, 2023 | Essai

Views: 0

“Kehormatan kita bukan pada uang tapi pada hati,” inilah inti buku keempat yang kutampilkan dalam rangka kolokium spiritualis dunia. Buku ini berjudul “Yoga Tawa Bersama Hola: Si Bego, Si Bijak dan Di Antaranya.” Penulisnya sangat terkenal, Anand Krishna, guru spiritual di Anand Ashram. Sebuah ashram atau pesantren bagi pencari jati diri dan kebahagian paripurna.

Diterbitkan oleh Pusat Studi Veda dan Dharma Untuk Anand Ashram, buku ini lahir bulan Oktober tahun 2022. Buku setebal 210 halaman ini berisi 63 cerpen yang semua bercerita soal “usaha membuat pembaca tertawa.” Memang isi ceritanya beragam judul, tetapi substansinya mengajak senyum dan menghadirkan kejujuran bin ketulusan.

Baca Juga Serial Resensi Buku Pertama: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, Menyurgakan Bumi Indonesia

Jangan lupa, nomor ISBN-nya adalah 978.623.5810.058. Pembuat ilustrasinya adalah Lita Sandy yang membuat buku ini tidak kaku dan tidak membosankan untuk dibaca. Akhirnya, buku ini memang menginspirasi dan menyadarkan kita akan nilai-nilai manusia dan semesta. Yang pada akhirnya memotivasi kita untuk memaknai hidup bagi sesama, memberikan yang terbaik untuk semesta.

Keunikan Buku

Herannya, buku ini berisi kisah lucu dan simbolisasi kebebasan dari pencarian jati diri di tengah perubahan masyarakat kita. Ditulis dengan teknik cerpen yang menggambarkan hal-hal lucu bin satir di tengah tradisi masyarakat yang fundamentalis, kerinduan pada kebebasan di tengah kerasnya realita, perasaan cinta dan patah hati pada negerinya, kesepian di tengah masyarakat modern yang bergerak cepat, dan skeptisisme terhadap peradaban yang terus mendorong ke arah materialisme.

Baca Juga Serial Resensi Buku Kedua: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, Bisakah Agama dan Agamawan yang Berbeda Bertemu?

Buku ditulis dengan ringan sehingga, tak ada kemarahan yang meledak-ledak, atau luapan kegembiraan, atau perasaan yang mendayu-dayu. Narasinya disampaikan dengan lirih, dan penuh ironi di sana-sini. Dalam kegembiraan menyelip kesedihan, dalam kemarahan menyelip humor dan hasrat menertawakan diri sendiri. Semua itu sampai pada kita lewat cerpen yang sederhana, berwarna, banyak tema, riang tapi sinis, lugas sekaligus pedas.

Membaca buku ini, penulis teringat joke dari para penikmat yoga. Sebuah pertanyaan jenaka dan jawaban lucunya: “Apa yang Anda sebut komunis yang melakukan yoga? Peregangan Marx.”

Tentu saja, yoga tawa (hasya yoga) adalah latihan modern yang melibatkan tawa sukarela yang berkepanjangan. Jenis yoga ini didasarkan pada keyakinan bahwa tawa sukarela memberikan manfaat fisiologis dan psikologis yang serupa dengan tawa spontan. Dengan tertawa, beban hidup menjadi lebih ringan.

Hal ini biasanya dilakukan para yogis dalam kelompok, dengan kontak mata serta banyak main-main antara peserta. Tawa yang disengaja seringkali berubah menjadi tawa yang nyata dan menular. Berbagi bahagia, itu intinya. Menepikan paria, itu konsekuensinya.

Baca Juga Serial Buku Ketiga: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, Laku Tantra Purba di Zaman Modern

Sesi yoga tawa biasanya dimulai dengan teknik pemanasan lembut yang meliputi peregangan, nyanyian, tepuk tangan, kontak mata, dan gerakan tubuh, untuk membantu menghilangkan hambatan dan mendorong rasa keceriaan.

Latihan pernapasan digunakan untuk mempersiapkan paru-paru untuk tertawa, dilanjutkan dengan rangkaian ‘latihan tertawa’ yang menggabungkan metode akting dan teknik visualisasi dengan keceriaan. Latihan tertawa diselingi dengan latihan pernapasan dan diulang-ulang agar maksimal.

Hal yang Paling Menantang dari Ajaran Spiritual

Harus diakui, yang paling menantang dari ajaran-ajaran spiritual adalah memahaminya, membumikannya, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam buku ini, Anand Krishna dengan ringan membawa kita ke dalam seni berkontemplasi dan bermeditasi di keramaian lewat pekerjaan yang bernapaskan pelayanan tanpa pamrih kepada sesama.

Yang lucu, buku ini dimulai dengan kalimat, “hidup ini sebuah permainan.” Dalam masyarakat Jawa sering dikatakan, urip iku mung mampir ngombe (hidup itu hanya sekadar minum). Orang muslim biasanya menukil ayat, “Hidup di dunia hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu memahaminya?” (QS al- An’am [6]: 32).

Ayo beli, baca, pahami dan praktikkan. Dijamin tawa dan bahagia akan tiba.(*)

Yudhie Haryono

Presidium Forum Negarawan

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This