Pengantar Drs Robby Tulus dalam Buku Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme

Nov 23, 2023 | Essai

Views: 20

Karya : Suroto, 2023, Mata Kata Inspirasi, i+290 hal, Harga ; Rp150.000, Pesan ; Sdri. Lastri ; +62 813-2576-3293

Saudara Suroto saya jumpai pertama kali ketika Canadian Co-operative Association (CCA) mengembangkan program Co-operative Development Trainers di penghujung tahun 1990-an, dan juga sebagai seorang aktivis mahasiswa di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto. Berdiskusi dengannya memberi kesan pertama adanya kecerdasan pola pikir dan kelurusan hati.

Amatan saya yang masih tentatif tersebut semakin kentara ketika yang bersangkutan mengundang saya bersama almarhum Bapak Ibnoe Soedjono, Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) di awal tahun 2005, untuk memberikan paparan mengenai topik Koperasi Universitas bersama almarhum Profesor Rubijanto Misman, Rektor Unsoed.

Saat itu, penulis adalah Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK) yang didirikan setelah tidak lagi menjadi Ketua Koperasi Mahasiswa (Koperma Unsoed). Kepada Rektor Unsoed, almarhum Profesor Rubijanto Misman, penulis secara lugas namun gamblang mengatakan bahwa paradigma koperasi mahasiswa memiliki keterbatasan dan menyarankan agar rektor memberi kesempatan kepada penulis dan kawan-kawan membangun koperasi universitas sebagai model koperasi yang lebih konstruktif dan inklusif.

Dari fokus untuk memberdayakan dan menyejahterakan mahasiswa semata, penulis menyimak dari paparan tentang koperasi universitas sebagai konsep dan model yang lebih inklusif dan holistik untuk memberdayakan civitas akademika (dosen dan mahasiswa), pegawai maupun masyarakat sekitar kampus itu sendiri. Sebuah tantangan yang tidak mudah karena rintisan yang berwawasan multisektoral ini mengandung risiko yang cukup signifikan, meski terkendali kalau sumber daya manusianya cukup memadai, baik dari aspek profesionalisme maupun moralitas.

Paradigma membangun konglomerasi sosial yang holistik adalah konsep perkoperasian kontemporer yang belum dipraktikkan di Indonesia saat itu. Para pendiri memang termotivasi oleh sukses model koperasi universitas di Jepang.

Koperasi universitas ternyata berkembang seperti yang diharapkan dan diberi nama KOPKUN, namun kompleksitas yang tidak diantisipasi dalam konteks sosial-ekonomi dan sosial-budaya setempat membuahkan pelajaran getir yang patut dikaji ulang. Memang, ide dan inisiatif yang gemilang dapat kandas jika praksis semakin beralih arah. Itu merupakan studi kasus menarik untuk dibahas di buku lain.

Terpenting dan relevan di sini adalah kecerdasan dan ketajaman Saudara Suroto sebagai penulis buku ini. Antologi ini merupakan rangkuman buah pena penulis di banyak forum, di media resmi dan media sosial. Isinya tidak hanya mudah dan enak dibaca, namun juga sangat spontan dan transparan dalam memberi kritik membangun bagi kepentingan rakyat dan masyarakat terpinggirkan.

Kritik senantiasa ditujukan kepada kelompok elite berkuasa yang, menurut penulis, adalah para plutokrat atau konglomerat berpengaruh dalam mengendalikan para perumus kebijakan. Kritik penulis terhadap kebijakan yang koersif dan liberalistis, yang sering kali menindas rakyat dan mengikis kepentingan masyarakat dalam konteks demokrasi politik dijukstaposisikan dengan kebijakan yang menurut pandangan penulis seharusnya lebih berkeadilan sosial dalam konteks demokrasi ekonomi, yakni dalam wujud koperasi.

Pandangan dan pemikiran penulis tidak pernah lepas dari ajaran proklamator Republik Indonesia, Bung Hatta, yang secara makro-ideologis menyatakan bahwa koperasi adalah bangun usaha demokratis sebagai bagian dari sistem demokrasi ekonomi, dan bahkan disebut oleh Bung Hatta sebagai lawan tanding kapitalisme. Judul buku “Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme” memanifestasikan ajaran fundamental Bung Hatta tersebut.

Karya penulis ini, isinya bukan hanya mendeskripsikan dimensi makro-ideologis semata, namun juga mikro-organisasi. Penulis aktif dalam merintis dan mendirikan koperasi bersama pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan para jurnalis yang aktif dalam membangun pengembangan masyarakat. Penulis juga merintis prakoperasi bersama masyarakat yang masih tertinggal, misalnya, bersama para pengemudi becak di Purwokerto serta para petani dan peternak miskin di Kalimantan Barat. Selain itu, penulis juga memberi sejumlah saran ke komunitas rakyat miskin di perkotaan, termasuk komunitas-komunitas buruh, untuk membangun koperasi.

Alhasil, penulis sangat banyak merintis usaha pendirian koperasi atau setidaknya memberi sejumlah nasihat. Koperasi Sektor Riil (KSR) yang banyak diadvokasi penulis sebagai pemekaran atau spin-off dari Koperasi Kredit (Credit Union) di Indonesia membuahkan banyak KSR di bawah binaan Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR). Di sana penulis berperan sebagai Chief Executive Officer (CEO) secara sukarela (tanpa gaji). Sekali lagi, itu membuktikan dedikasi integral dan kiprah penulis di tingkat akar rumput dan membuktikan vitalitas dan esensi jati diri pada aras mikro, yaitu sebagai upaya membangun koperasi sejati yang harus dimulai dari bawah.

Buku ini menggambarkan tulisan Saudara Suroto bukan hanya bersifat teoretis dan advokatif, namun juga memiliki pijakan kuat berdasarkan praktik yang sudah dipeloporinya di tingkat akar rumput. Di samping praktik mengembangkan koperasi, penulis juga aktif melakukan riset dan pelatihan yang mendukung pengembangan koperasi di Indonesia. Penulis adalah mantan ketua `Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) dan sampai sekarang masih menjabat sebagai Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES).

Singkat kata, buku ini memberi angin segar bagi pembaca yang masih aktif bergerak dalam pengembangan koperasi, dan atau dalam pembangunan pada umumnya. Walaupun bukan karya ilmiah secara khusus, beragam topik dalam buku ini sangat proporsional untuk disejajarkan dengan sebuah kapita selekta objektif hasil riset dan praksis penulis sendiri.

Teringat pada karya ilmiah Carol S Dweck dari Stanford University yang mengatakan bahwa pola pikir tumbuh-berkembang (growth mindset) adalah pola pikir yang memperlihatkan kualitas kini sebagai karya yang masih terus berkembang (work in progress), cerminan kuantitas yang kenyal dan adaptif, sehingga akan terus bersemi menuju perbaikan dan kesempurnaan. Itu berbeda dengan pola pikir kukuh (fixed mindset) yang memperlihatkan sifat dan sikap konsisten untuk mencegah berbuat salah. Suroto memiliki fixed mindset dalam pembelaan ideologi dan nilai-nilai demokrasi ekonomi, dan growth mindset dalam penerapannya.

Fixed mindset penulis untuk mewujudkan demokrasi ekonomi melalui pengembangan koperasi sejati sebagai visi masa depan Indonesia memang terkesan utopis, namun seluruh trajektori yang telah dilintasi dan dikajinya untuk membangun koperasi sejati dengan jelas menggunakan Growth Mindset. Pola pikir atau mindset-nya diupayakan untuk mematahkan rintangan dan tantangan dari kaum pragmatis maupun kapitalis yang sering berupaya melunturkan koperasi menjadi pseudo-koperasi dengan jebakan uang dan materi.

Konsistensinya untuk mengakarkan jati diri koperasi sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip koperasi universal sebagaimana telah diadopsi dalam Kongres International Cooperative Alliance (ICA) ke-100 di Manchester pada 1995 semakin terasa relevansinya di era neo-liberal belakangan ini, setidaknya menjadi countervailing power dari gerakan koperasi sedunia agar ekonomi pasar tidak menjadi terlalu dominan. Setelah diterbitkannya resolusi mengenai Promoting the Social and Solidarity Economy for Sustainable Development” dalam Sidang ke-66 Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), 18 April 2023, peran koperasi dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 PBB tentu akan semakin menguat.

Pembelaan ideologis penulis meneladani karya Socrates dalam hal etika dan epistemologi, sehingga bunyi kritikannya terasa pedas dan terkadang bengis. Namun, sebagai makhluk sosial, penulis memiliki sifat rendah hati dan terbuka dalam mengemukakan pendapat demi kemajuan bersama melalui sistem dan ideologi koperasi yang penulis yakini secara mutlak. Itu semua terungkap dalam tulisannya di buku ini.

Ottawa, 1 Juni 2023

Drs. Robby Tulus, Mantan Direktur International Cooperative Alliance Asia-Pacific (ICA-AP), Perintis Koperasi Kredit (Credit Union) Indonesia, Pendiri Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) Indonesia dan Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES).

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This