Mengulik Wabah Sebagai Senjata Biologi

by | Aug 9, 2021 | Pojok

Views: 0

Seiring dengan merebaknya virus Covid 19 dengan berbagai variannya yang kian mengganas, semakin gencar pula peredaran teori konspirasi yang mengaitkan virus tersebut dengan senjata biologi yang sengaja dibuat sebagai bagian dari senjata militer. Berbagai penelitian yang diterbitkan media massa internasional bahkan berani menyebutkan secara spesifik bahwa virus Covid ini adalah senjata biologis buatan China yang dibuat di laboratorium Wuhan. Sebelum membahas soal ini, sebaiknya dimengerti terlebih dulu apa yang dimaksud dengan senjata biologis dan sejarahnya.

Yang dimaksud dengan senjata biologis seperti yang “dinyatakan” oleh World Health Organization (WHO) adalah “mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, atau racun lain yang diproduksi dan dilepaskan dengan sengaja untuk menyebabkan penyakit dan kematian pada manusia, hewan, atau tumbuhan”. Bioterorisme menggunakan senjata biologis untuk melakukan penyerangan, di mana virus, bakteri, atau kuman lainnya dengan sengaja dilepaskan untuk membuat sakit atau membunuh manusia, hewan, dan tumbuhan. Anthrax, Ebola, Flu Burung yang pernah menyerang dunia sebelum Pandemi Covid-19, diduga merupakan senjata biologis yang digunakan bioteroris untuk maksud dan tujuan tertentu.

Sejarah penggunaan senjata biologis ini sendiri sudah terjadi sejak lama. Tercatat dimulai tahun 400 SM, ketika orang Iran Kuno menggunakan panah yang dicelupkan ke dalam kotoran dan bangkai yang telah membusuk. Hal serupa juga dilakukan oleh bangsa Romawi yang mencelupkan pedangnya ke dalam pupuk dan sisa hewan yang telah membusuk sebelum berperang dengan musuhnya. Senjata-senjata tersebut mengakibatkan infeksi yang tidak dapat disembuhkan pada waktu itu, sehingga menyebabkan kematian.

Peristiwa penting dalam sejarah kuno penggunaan senjata biologi terjadi ketika bangsa Mongol mengusir bangsa Genoa dari kota Kaffa di Laut Hitam dengan memanfaatkan mayat-mayat manusia yang terinfeksi wabah pes. Ketika bangsa Genoa menyingkir hingga ke Venice, mereka tetap diikuti oleh kutu dan tikus yang terinfeksi pes sehingga akhirnya terjadi peristiwa yang diingat sebagai “black death” di wilayah Eropa, dan mempengaruhi Asia terutama di Jalur Sutra, yang pada saat itu sedang “Naik daun”.

Pada saat perang Dunia I dan II, meski tidak ada dokumen yang mampu membuktikan namun senjata biologis juga digunakan sebagai senjata. Jepang mengembangkan laboratorium di China untuk berbagai jenis penyakit seperti kolera, pes, dan penyakit menular seksual. Tercatat lebih dari 10.000 tahanan China yang dijadikan eksperimen, meninggal dunia, dan sejak itulah senjata biologis justru terus dikembangkan oleh negara-negara adidaya dan kuat.

Bila kemudian mengacu pada pemikiran Gregory Koblentz dalam sebuah artikel berjudul “Pathogens as Weapons: The International Security Implications of Biological Warfare” yang diterbitkan tahun 2003/2004 di jurnal “The International Security”, dinyatakan bahwa “Senjata biologis modern dirancang untuk menyebarkan patogen atau racun dalam awan aerosol partikel mikroskopis yang dapat dengan mudah dihirup dan disimpan di paru-paru populasi yang terpapar”, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa virus Covid 19 ini merupakan senjata biologis militer. Jutaan penduduk dunia sudah menjadi korban dan belum berhenti hingga saat ini.

Banyak alasan dan tujuan untuk melakukannya, baik dari sisi politik, ekonomi, maupun militer. Tuduhan terhadap China sebagai pelaku, seperti yang banyak diungkapkan, bahkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tentunya tidak berdasarkan “omong-omong semata”. Berbagai kajian dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa negara lainnya, seperti Inggris, mengarah ke sana. Ada banyak kejanggalan yang “tidak natural” dalam penyebaran dan perkembangan mutasi virus tersebut. Terlalu cepat dan seperti “ditargetkan”, dan sangat efektif untuk membuat kacau balau terutama di negara yang memiliki masalah ekonomi, dan berhadapan langsung dengan China seperti Indonesia dan India. Stress tinggi akibat masalah politik dan ekonomi, tentunya membuat imun tubuh semakin lemah dan rentan terhadap virus, tidak perlu biaya mahal untuk membunuh sekaligus dalam jumlah banyak.

Benar atau tidaknya, seperti sejarah kelam di masa lalu, belum tentu dapat dibuktikan saat ini. Bisa jadi baru beberapa tahun mendatang kebenaran terkuak, tergantung pada posisi kekuasaan di dunia. Bila sejarah saja bisa dibolak-balik untuk kepentingan, apalagi bila soal pembuktian pembunuhan massal menggunakan senjata biologis yang tidak kasat mata ini. Semua butuh proses, dan semua ada masa serta waktunya.

Bandung, 1 Juli 2021
Mariska Lubis, S.E., M.Int.S.
Mariska Institute

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This