Forum Pendidikan Politik Prima

Aug 4, 2023 | Essai, Pendidikan

Views: 0

Selama ini banyak pihak mengajak melakukan pendidikan politik terutama untuk rakyat mulai dari budayawan, begawan, pakar, pers, sastrawan, akademisi, politisi, pejabat, LSM, tomas (tokoh masyarakat), advokat dan lain-lain. Sudah banyak yang meluangkan waktu dan sumber dayanya demi agenda pendidikan politik tersebut. Aneka forum dan karya telah ditelurkannya.

Dari sekian banyak langkah yang sudah ditempuh itu, sayangnya hasil yang didapat belum memuaskan. Situasi masih di area demokrasi ikan teri ala oligarki. Rakyat masih sangat mudah silau oleh suguhan-suguhan teri yang dikira itu ikan kakap sehingga dianggap cukup cakap dan kompeten. Lantas, apa yang salah dari sistem pendidikan politik kita selama ini? Patut dicari dan dikaji untuk dibenahi agar bisa segera mentas dari keterjerembaban demokrasi ikan teri yang jauh dari substansi.

Jangan-jangan kelemahan pendidikan politik kita salah satunya di sastra. Miskin diksi dalam menggambarkan situasi-situasi politik yang ada. Akibat langkanya karya-karya sastra yang menggambarkan anomali-anomali politik bangsa kita, sehingga anomali itu tak terlalu terungkap dan dikritisi sebagai introspeksi politik kita. Seperti halnya tahap dan kualitas demokrasi kita yang masih berirama demokrasi ikan teri, yang justru semakin diperkuat dengan munculnya diksi-diksi yang mentolerir situasi tersebut. Diksi wani piro turut memanjakan situasi itu.

Dari sisi aktualisasi-aktualisasi positif, karya-karya sastra kita juga kurang jeli menggambarkannya. Sehingga aktualisasi-aktualisasi itu lebih dulu dipotret oleh diksi dari luar, seperti diksi trias politica yang ternyata aktualisasinya sudah ada di bangsa kita yakni trias politica iris telur. Mengutip harian pagi Jawa Pos, disebutkan bahwa jumlah karya tulis kita kalah jauh dari Singapore, negeri dengan jumlah penduduk jauh di bawah kita.

Namun, di tengah kekurangan itu kita masih punya karya sastra agung yang memotret laku lampah bangsa kita yakni diksi Pancasila. Pancasila adalah diksi yang menggambarkan aktualisasi-aktualisasi dan karakter bangsa kita.

Kembali kepada potret kualitas pendidikan politik kita. Tampaknya forum-forum yang intens memberi warna kualitatif harus di-endorse (dipromosikan, dipoles, dijaga, dirawat nilai plus-nya) yang salah satunya adalah model kampanye politik yang tak mengandalkan penyogokan dengan ikan teri, tetapi model kampanye yang menjalin ikatan emosional dan mengeksplor segala semangat (menuangkan segala upaya dan gagasan) demi sama-sama menciptakan peluang-peluang dan inspirasi-inspirasi ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Hal ini terjadi terutama untuk upaya mendapatkan kail ekonomi, akses pinjaman lunak dan lain sebagainya, sehingga dalam momen-momen politik rakyat  tak melulu disuapin ikannya saja, tetapi diberi kail agar leluasa berinovasi mencari ladang penghasilannya sendiri.

Terselenggaranya momentum-momentum heroik di lapangan, interaksi sosial dan forum-forum kajian politik substansif yang membuka pintunya lebar-lebar bagi masyarakat layak juga didukung secara optimal. Dengan KMM bernas/tok cer/ jenius (konten, metode dan materi-materi bernasnya), dari sini subyek-subyek pendidikan politik prima atau substansif diharapkan bermunculan di mana-mana dan di banyak momentum. KMM, di sinilah poin utamanya. Terlalu mubazir penyelenggaraan pendidikan politik jika kiat-kiatnya kurang tepat, yang ada hanyalah klaim pendidikan politik, namun sejatinya malah menjerumuskan ke lembah binal tak berpendidikan politik.

Oleh karenanya, klaim pendidikan politik harus paham pakem sejatinya. Tanpa ini niscaya sia-sia.

Mengutip kalimat bijak yang gemar sekali diucapkan oleh Ipda Pol Wardi, “Niat baik tanpa tahu ilmunya akan malah salah arah.”

Demikian, semoga hipotesis singkat namun kritis ini turut memberi sumbangsih dan inspirasi. Harapannya, progres dari tahap demokrasi ikan teri dan prosedural semata menuju demokrasi prima dan substantif bisa segera terwujud.

Aamiinn..

Merdeka..!!

FBN PN IV/1

15 Juli 2023

01.57

Yudha Geminz FA21

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This