Pada rerintik yang
jatuh ke bumi
kian menganak sungai ke hilir jantung
bekulah segala hasrat yang pernah tumbuh di taman hati
rindangnya dedaunan rindu ketika itu, melambai sepoi ditiup angin nan lalu
masih tertanam di kelopak kalbu sebuah harapan untuk bersamamu
namun kemelut badai seakan mengikis nada – nada cinta yang bergemuruh di dada
aku karam, sansai, luluh lantak dalam gelombang asmara
kini, pagi kian sunyi, hanya suara isak rinai merintih
di antara hembusan dingin semilir angin, dalam selaksa rindu, aku terbelenggu di tatapan matamu
untuk kesekian kalinya kulafazkan puisi
pada langit manakah harus kugantungkan kerinduan ini
duhai, si jantung hati
aku yang terlahir dari rahim waktu
belajar mengeja cinta
dari lidah – lidah kelu
mencoba untuk dewasa dalam kehilangan arti sebuah rindu
dan masa terlalu cepat menggulung catatan tentang kita
hingga aku tak sempat
menebus rasa yang tergadai di ruang fatamorgana
duhai, si jantung hati
mungkin, aku yang terlalu mudah menambatkan hati, namun teramat sulit untuk pulih dari rasa sakit ini
jika ada yang bertanya, siapa aku
baiknya kau katakan saja
aku adalah bagian dalam sejarah hatimu, yang tak sempat kau bukukan
selayaknya embun dini hari yang tak mampu bertahan ketika dihempas bias mentari.
ach..
sesakit inikah rindu
sang buluh perindu
Billabong, Bogor
0 Comments