Bukan Sekadar Seremonial

Nov 26, 2021 | Essai

Views: 0

Kata Guru bukan hanya terdiri dari empat huruf, tetapi memiliki arti “berat” secara harfiah dalam bahasa Sansekerta. Arti “berat” dalam kata Guru memiliki pengertian bahwa tugas yang dibebankan kepada Guru adalah berat. Namun memiliki kemuliaan juga di dalamnya. Pada dirinya melekat beban dan tanggung jawab untuk menyiapkan generasi yang siap menyongsong masa depan yang lebih baik. Guru berfungsi sebagai jembatan bagi para peserta didik untuk berani melintas menuju masa depan mereka.

Secara hakiki guru adalah mulia. Menjadi guru menjadi mulia. Kata mulia sangat dekat dengan keagungan Tuhan. Profesi yang dekat dengan surga. Di dalam ayat Al Qur’an di sebutkan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Sebagai guru harus mencerminkan kemuliaan akhlaq dan ketauladanan bagi peserta didiknya. Tempat introspeksi dan mawas diri. Guru juga memiliki keterbatasan dan bukan sosok yang sempurna. Maka perlu untuk selalu memperbaiki diri atau mengupgrade pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi-kompetensi lain yang harus terus dikembangkan. Guru adalah seorang pembelajar sepanjang hayat. Jangan berhenti memantaskan diri. Menurut Ki Hajar dewantara Jangan setengah hati menjadi guru, karena anak didik kita telah membuka sepenuh hatinya. Artinya bahwa profesi guru bukan profesi yang main-main yang bisa dilakukan dengan setengah hati. Mencintai profesi sebagai guru tidak bisa setengah hati tapi perlu kebulatan hati dan tekad yang besar. Tekad untuk selalu melakukan yang terbaik, mencintai dan mendukung anak didik kita. Sepenuh hati menjadi pelita bagi mereka.

Tanggal 25 November menjadi hari besar bagi seluruh guru di Indonesia. Segala persiapan menyambut hari besar tersebut telah di lakukan jauh-jauh hari. Kesibukan seluruh warga sekolah di berbagai sekolah mulai terasa. Euforia menyelimuti seluruh masyarakat. Toko kue dan toko hadiah dibanjiri orang tua murid untuk memberikan yang terbaik bagi guru-guru anaknya. Acara dipersiapkan untuk menyambut Hari Guru di setiap sekolah. Gemerlap dekorasi dan meriahnya acara telah dikemas sedemikan sempurna. Media sosial tak kalah heboh dengan segala hastag atau tagar dan untaian kata mutiara bertebaran. Twibbonize dan status WAG serupa ikut menyambut hari besar yang dinantikan. Suatu hal yang wajar bagi orang tua atau masyarakat untuk melakukan hal tersebut. Memuliakan guru menurut mereka. Betulkah hanya itu atau ada pergeseran ‘niat’ yang dibalut oleh kemeriahan acara?. Apapun itu kita sebagai guru menghargai niat baik dan tulus yang diberikan.

Apakah guru terbebani dengan penghargaan ini?Apakah pantas saya sebagai guru menerima hal ini?. Pertanyaan-pertanyaan ini bermain dalam benak dan pikiran saya. Sudah hampir dua puluh tahun saya menjadi guru. Seremonial peringatan Hari Guru telah dilewati hampir sama lamanya dengan profesi yang saya geluti.

Setiap tahun pertanyaan yang sama selalu menghantui. Cukup pantaskah saya menjadi guru hingga saat ini. Berhasilkah saya menjadikan anak didik saya menjadi manusia yang diharapkan oleh negara dan masyarakat?. Menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Apakah saya telah gagal selama ini menjadi guru? Jika saya tidak mampu membuat anak didik saya sukses dan bahagia apakah menjadi dosa besar yang akan dibawa hingga hari perhitungan?. Pertanyaan yang berat seberat beban pekerjaan dan tanggung jawab guru di seluruh pelosok negeri ini. Guru menghadapi masa pandemi masa paling mengharu biru dalam dunia pendidikan. Masa para guru menjadi gugup dan gagap menyesuaikan diri dengan teknologi dan aplikasi pembelajaran. Bersyukur banyak guru mampu bertransformasi menjadi lebih mumpuni dalam mendidik dan mengajar dengan menggunakan pendekatan, metode, strategi, dan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik selama masa pandemi.

Bukan sekedar euforia memperingati Hari Guru tapi sebagai momentum untuk menyadarkan diri kita sebagai guru yang memiliki tugas dan tanggung jawab serta nilai yang harus dijaga. Profesi yang harus lahir dari hati bukan karena tidak ada pilihan pekerjaan. Menjadi guru bukan pilihan terakhir tetapi pilihan hidup yang lahir atas nama kesadaran untuk membangun manusia seutuhnya dan menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang. Saya menyadari bahwa guru bukanlah sosok yang sempurna. Menurut untaian kata mutiara bahwa siswa tidak membutuhkan guru yang sempurna. Siswa hanya membutuhkan seorang guru yang bahagia. Sosok yang akan membuat mereka bersemangat untuk datang ke sekolah dan menumbuhkan kecintaan untuk belajar. Mari kita berbahagia atas anugerah yang Allah Maha Kasih berikan kepada seluruh guru yang telah berhasil melewati ujian besar dunia pendidikan. Ujian pembelajaran di masa pandemi.

Ribuan untaian kata mutiara telah lahir dari hati para manusia yang memuliakan seorang guru. Jadilah mulia karena Allah Ta’ala. Banggalah menjadi guru. Pantaskan diri kita sebagai guru dengan terus belajar memperbaiki diri, mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensi. Selamat Hari Guru untuk seluruh guru di Indonesia. Aku bangga menjadi guru.

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This