Desiran angin malam begitu lembut menggelombang tanpa menerpa pepohonan, tumbuhan lainnya dan tidak terasa menyentuh kulit ari di tengah keheningan malam. Kedamaian merasuk menelisip di relung rongga hati, melintasi setiap aliran darah bermuara pelan merambat sisi terdalam, berputar halus mengurai di jagad kecil nan seluas alam belantara.
Di kala waktu terpaan gelombang angin teriring dirasakan menggeliat kejam, merontokkan dedaunan nan hijau, dahan kering, batang ranting, dan bunga-bunga berputik, kuncup, mekar berbagai jenis, harum tidak wangi pun berjatuhan, berserakan.
Puspita Sari yang indah dan tidak disukai berantakan layu, mengering tidak tumbuh kembali. Tiupan udara melontarkan serat-serat pancaran tak terlihat dua pupil netra, tiba saatnya tiada lagi berbau semerbak wewangian mengumandang di angkasa raya
Bau anyir menyengat membahana, membara bagaikan bara api berkobar-kobar. Tak tahan citra kebusukan seraya sengatan ular kobra menggigit, racun menyentuh aliran darah ke titik jantung. Betapapun bau tak sedap menggelinding tajam, bermuara ke segala celah, tiada menjadikan perubahan, malapetaka kerusakan semakin berputar keras, masihkah senyum manis mengembara?!
Wewangian buatan tidak lagi menjadi ukuran walaupun mahal harganya, bergengsi, namun rasa kujarat melati semerbak hilang, layu dan mati. Kepalsuan digaungkan seakan menjadi kebenaran, tentu kerusakan tiada dapat dihindarkan. Seluas tanaman puspita terhampar sangatlah indah, terhempas hembusan angin, menerpa dedaunan melambai tiada mempunyai makna dan arti.
Alangkah disayangkan tetesan air, embun memberikan percikan tiada henti, membasahi bumi pertiwi bagaikan surga. Dipijaki setiap saat sampai tutup usia, pada kenyataan kerusakan sebagai warna nyata, dan tidak diingat kembali asal muasalnya. Yang dilihat saat sadar dengan jangkauan waktu tertentu, bukanlah di saat terlahir menghirup angin dan mata masih tertutup rapat.
*
Perjalanan setiap langkah kaki, tak terhitung berapa jangkah kaki menapak
Pemikiran tiada henti, bagaikan mesin bergetar
Rasa panas datang tiba-tiba, mengurai jiwa raga
Berbagai kehendak terurai, saling bertebaran
Hawa panas dingin, seraya saling terikat
Mengukir pelan terbentuk pahatan, mengakar tajam
Tarik menarik satu di antaranya, merekatkan empat belas ruas jari
Dirasa satu pemahaman terbanglah, menggayuh yang diinginkan.
Warna merah darah, menebar mengurai di angkasa raya
Sinar panas matahari menyengat, tidak menjadi penghalang
Tumbuhan keras lunak terbakar, tiada tersisa
Tiada lagi kujarat-kujarat wangi, mengangkasa
Bau membusuk tidak sedap, sudah menjadi talenta
Mengiringi teriringi saling mengunci tulang gigi
Bagaikan dua benang lusuh, terikat erat-erat
Tiada lagi bunga-bunga wangi, mengangkasa di dirgantara.
Surabaya, 27 Mei 2023
Yudi Ento Handoyo
0 Comments