Matahari mulai terbenam berganti malam, membuat angin semakin kencang sehingga membuat hawa terasa dingin, namun itu tidak berlaku gadis berpakaian jas dokter. Ia merasa hawa ini membuatnya merasa tenang dan nyaman, di Rooftop sendirian merupakan hal yang ia lakukan bila waktu kosong.
“Ternyata yang aku lihat baik-baik aja, ternyata ngga seperti yang aku lihat. Seandainya kamu bilang yang sebenarnya aku pasti bantu kamu cari jalan keluar, aku kecewa sama diriku sendiri yang ngga bisa jaga kamu,” sesal gadis berpakaian jas dokter menghela nafas.
Dia Arunika, gadis yang menyukai ketenangan dan kesepian sejak dia pergi. Arunika merupakan anak tunggal dari pasangan dokter bedah dan dokter gigi. Tidak hanya kedua orang tuanya, Arunika juga merupakan dokter spesialis di rumah sakit jiwa terkenal di Indonesia.
“Sudah, jangan menyesal dengan masa yang udah lama dilewati, lagian dia juga sudah bahagia disana. Sekarang kamu harus fokus sama karir kamu, kalau kamu mengingat dia kapan kamu maju?” ucap perempuan lain,
“Fira! Sejak kapan kamu disini?” sebal Arunika. “Sejak kamu bilang kalau kamu kecewa,” Balas Fira dengan santai,
“Aku udah hafal dengan sifat kamu Arunika, kita udah kenal dari kecil, mana mungkin aku melupakan sifat kamu,” lanjut Fira sambil berpindah tempat duduk mendekati Arunika.
“Sudahlah, lupakan dia. Ayo siap-siap pulang, aku turun duluan,” Lanjut Fira meninggalkan Arunika sendirian, dan tak lama Arunika menyusul dengan pikiran yang rumit.
Sesampainya di rumah, Arunika bergegas mandi, dan bersih-bersih rumah. Dikarenakan hari ini mama papa Arunika berkunjung ke rumah kakek neneknya, sehingga Arunika harus menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri. Inilah kegiatan yang Arunika lakukan dan rasakan selama 3 tahun ini, tiada canda tawa yang melengkapi, ingin mengulang waktu sebelum dia pergi tetapi Arunika tidak bisa melawan kehendak Tuhan.
“Astaga!” Ucap Arunika segera ia bangun dari tempat tidurnya dan bergegas ke kamar mandi dengan pandangan yang sulit diartikan seperti orang tak punya arah.
“Kenapa mimpi itu terlihat nyata? Aku capek, kamu selalu datang ke mimpiku dengan rasa yang menyakitkan. Tolong, datang ke mimpiku dengan senyuman cantikmu bukan dengan senyum yang menahan rasa kesakitan, aku mohon!” ucap Arunika hingga tanpa sadar air mata yang dia tahan perlahan turun membasahi wajah cantik Arunika.
Selepas dari kamar mandi, Arunika siap-siap untuk keluar pergi ke tempat yang biasanya ia datang selain di rooftop rumah sakit, yaitu ke panti asuhan “Kasih”. Tempat yang sangat bersejarah bagi Arunika, tempat yang penuh makna dan kenangan atau mungkin juga rahasia.
“Selamat siang Ibu cantik! Runi datang nih,” ucap Arunika tidak lupa senyuman cantiknya sehingga lesung pipit yang bersembunyi terlihat,
“Nak Runi! Udah lama banget kamu ngga kesini.” Ucap bu Rifda selaku pemilik panti asuhan. “Ibu kangen sama kamu Runi,” lanjut bu Rifda sambil memeluk Arunika dengan lembut,
“Runi juga kangen sama Ibu, maaf baru kesini. Runi belum berani bu, kesini juga Runi aslinya masih berat,” ucap Arunika.
“Ikhlaskan nak, ini juga bukan salahmu, ini takdir. Percaya sama Ibu, lupakan dan ikhlaskan perlahan kamu akan melupakan kenangan buruk itu nak.” Ucap bu Rifdah sambil mengelus punggung Arunika, “Ibu masuk dulu, kamu ngga kangen sama adik-adik kamu?” tanya bu Rifda dengan senyuman hangat, Arunika hanya menggangguk dan bergegas ke taman belakang bertemu dengan pengalih hampanya atau mungkin bisa disebut kebahagiaan yang kedua.
“Kak Runi datang!” teriak Nina dengan senyum yang lebar hingga gingsulnya terlihat dan itu yang membuatnya manis,
“Nina! Kakak kangen banget sama kamu, Nina kangen ngga sama kakak?” tanya Arunika dengan tangan direntangkan, Nina pun menghampiri dan memeluk Arunika sangat erat,
“Kangen banget, kakak udah lama banget ngga kesini, Nina kira kakak udah lupa sama Nina,” Ucap Nina.
“Mana mungkin kakak lupa dengan adik yang cantik ini,” ucap Arunika sambil mencubit pipi gembil Nina, terlanjur nyaman dengan Nina. Arunika menghiraukan adik-adik yang ingin juga dipeluk Arunika.
“Kak gantian aku dong, aku juga mau dipeluk kak Runi,” rengek Chiko sambil mengerucutkan bibirnya,
“Ganteng-ganteng kok suka merengek, kamu udah kelas 3 SD loh. Ngga malu sama temen-temen?” jail Arunika, yang dijawab gelengan oleh Chiko.
Momen ini yang Arunika rindukan, yang dapat mengalihkan kesepiannya. Sambil menungu matahari terbenam anak-anak panti berkumpul bercanda-tawa, hingga tanpa sadar dari kejauhan terlihat Juna lari dengan tidak sabar menghampiri Arunika dengan semangat tanpa dia sadari, Juna tidak melihat kendaraan mobil saat menyebrang. Arunika bergegas berlari menuju Juna untuk menyelamatkan dari mobil, Arunika segera menggendong Arjuna tetapi tiba-tiba,
Brakkk!!!
“Kak Arunika!!??” teriak Juna histeris yang melihat Arunika tersungkur lemas bersimbah darah, melihat kejadian itu bu Rifdah segera memanggil ambulance.
Cukup lama menunggu hasil pemeriksaan tentang Arunika, sedangkan Juna hanya beberapa luka dan belum sadar. Di lorong rumah sakit ini, Fira, bu Rifdah, Mama, dan Papa Arunika berkumpul di depan UGD menunggu pemeriksaan. Pintu UGD pun terbuka, papa Arunika meghampiri dokter tersebut.
“Pak Tio, Bagaimana dengan anak saya? Apakah dia baik-baik saja?” tanya papa Arunika merupakan dokter rumah sakit ini juga,
“Saya mohon maaf pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, dan saya menyatakan bahwa anak bapak bernama Arunika mengalami koma,” ucap dokter Tio dengan berat hati.
Seketika lorong UGD merasakan kesedihan yang luar biasa, ketakutan pun kembali datang kepada mama papa Arunika, Fira dan bu Rifda. Mereka pun satu persatu
mulai meninggalkan UGD untuk menengnangkan diri, dan tinggalah Fira seorang diri di lorong UGD tersebut.
“Jangan lagi Arunika, cukup dia saja. Kamu jangan ikut, ayo bangun! AKU MOHON ARUNIKA, BANGUN ARUNIKA, JANGAN TINGGALIN KITA!!” teriak Fira dengan meraung-raung membuat suster-suster di sekitar lorong tersebut segera menenangkan Fira.
Di tempat lain, tampak seorang perempuan mahasiswa terdiam menatap sekelilingnya dengan merasa tempat ini tak asing bagi dirinya. Terlalu lama menatap sekelilingnya, tanpa ia sadari terdapat anak kecil perempuan melihat ke arahnya dengan senyuman yang lebar dan jangan lupa gigi susunya membuat wajahnya terlihat manis.
“Kakak! Kok diem aja? Ayo jalan-jalan, katanya kangen sama adek,” ucap anak kecil perempuan dengan poni hampir menutupi mata bulatnya,
“Ara?” ucap seorang perempuan mahasiswa dengan tangan yang menyentuh pipi bulat anak kecil perempuan itu.
“Ih kakak kenapa? Ini memang Ara, adek kak Arunika.” Sebal Ara hingga pipi gembilnya menggembung seperti balon,
“Eh engga, kakak ngga papa. Ayo berangkat,” ucap Arunika, ya dia mahasiswa perempuan itu.
Sesampainya di taman Arunika dan Ara duduk tepat di depan taman bermain, karena mereka berdua tidak membawa camilan, Arunka berinisiatif untuk membeli camilan di toko terdekat.
“Dek, kakak ke toko dulu ya, kamu disini aja. Jangan kemana-mana.” Pinta Arunika dengan senyum lebar, Arunika merasakan bahwa ini mimpi yang ia inginkan dan
begitu nyata. Saat Arunika kembali, ia melihat adiknya Ara sedang di bully oleh teman-temannya sampai membuat Ara meraung-raung kesakitan,
Arunika bergegas lari menuju adiknya, ia tidak menyangka teman-teman adiknya seperti itu.
“Ara! Ayo sini sama kakak,” ucap Arunika menenangkan Ara dengan memberi pelukan. Arunika segera menuju ke rumah sakit agar adiknya mendapatkan perawatan yang terbaik dan Arunika tidak mau kejadian di kehidupan sebelumnya terjadi, sekarang terjadi juga.
Sesampainya di rumah sakit, Arunika segera memeriksakan Ara untuk menemui Dokter Spesialis, cukup lama untuk menunggu hasil pemeriksaan, tetapi Arunika akan menunggu karena ini yang terbaik untuk adiknya. Selesai pemeriksaan, dokter menjelaskan bahwa Ara divonis bahwa mengidap penyakit Leukimia, Arunika sudah menebak dikarenakan di kehidupan sebelumnya Ara meninggal karena penyakit Leukimia dan terdapat gangguan mental. Setelah mengetahui, ia bergegas menemui psikiater untuk memberi pengarahan agar adiknya bisa sembuh.
Dengan transmigrasi ini Arunika merasakan kebahagiaan yang lengkap, ya Arunika mengalami transmigrasi mundur 3 tahun sebelum adiknya meninggal. Dan Arunika ingin adiknya sembuh juga kalau bisa Arunika ingin tinggal di kehidupan ini, tapi kembali lagi kehendak Tuhan yang terjadi.
“Kakak senang, kamu mau dirawat di rumah sakit, maaf kalau kakak terlalu mengatur tetapi kakak ingin yang terbaik untuk kamu Ara,” ucap Arunika dengan senyum tipisnya. Segala cara Arunika lakukan yang terbaik untuk adiknya, mulai dari terapi sampai pengobatan Arunika lakukan,
“Kak, Ara capek dibully terus, hidungnya keluar darah terus, lemes, capek kak.” Keluh Ara, Ara merasa ini adalah titik terendahnya daripada hari-hari sebelumnya
yang pernah ia rasakan. Semakin Ara dirawat, ia merasa semakin berat menjalankan semuanya.
“Ara, pasti kuat kok, kita berjuang bersama ya,” ucap Arunika dengan semangat, tetapi itu tidak berlaku bagi Ara, ia merasa tubuhnya semakin lemas, dan Ara hanya bisa menutup mata.
“ARA! ARA! BANGUN DEK!” teriak Arunika meraung-raung, Arunika segera memanggil dokter.
Dokter langsung memeriksa keadaan Ara, dan Arunika bergegas menghubungi kedua orangtuanya yang sedang berada di rumah kakek neneknya. Namun semuanya terlambat, tidak ada yang bisa dirubah, segala cara yang dilakukan Arunika tidak ada gunanya karena kehendak Tuhan tidak mengijinkan, Arunika merasakan kehilangan Ara untuk kedua kalinya.
Arunika membuka mata-nya, dan ia berada di rumah sakit. Aruika telah kembali ke kehidupannya yang hampa dan sepi, tetapi Arunika belajar bahwa tidak perlu merubah bahkan menyalahkan diri sendiri karena takdir ada di tangan Tuhan.
TAMAT
0 Comments