Tarekat vs Belanda (1859 – 1926)

Nov 20, 2021 | Essai

Sartono Kartodirdjo keliru bila menyebut bahwa pemberontakan petani melawan Belanda itu terjadi pada periodesasi sejarah tahun 1859 – 1926. Periode tersebut merupakan sebuah seri pemberontakan dengan tema penindasan petani oleh Belanda yang menimbulkan perlawanan dipimpin oleh guru-guru tarekat.

Pencetus pemberontakan guru tarekat itu adalah Ahmad Rifangi dari Pekalongan pada tahun 1859.

Sejak itu, selama 67 tahun, Jawa tak lagi sepi dari pemberontakan.

Guru- guru Tarekat seperti Rama Ratujaya memimpin pemberontakan Tambun pada tahun1869. Pada peristiwa tersebut Asisten Residen dan tiga orang lainnya terbunuh. Rama sendiri terbunuh juga. Sebanyak 33 orang pelaku ditangkap dan dijatuhi hukuman mati yang eksekusinya dilakukan di lapangan Mester. Eksekusi dilakukan secara berkelompok. Kelompok pertama terdiri dari 11 orang dihukum gantung. Sementara 22 orang lainnya menunggu Eksekusi. Ketika 11 orang jenazah yang telah dieksekusi tersebut dipindahkan, datanglah utusan Gubernur Jenderal ke lapangan tempat ekskusi. Kemudian ia membacakan surat dari Ratu Belanda yang baru saja tiba. Isinya menyatakan bahwa hukuman mati tak boleh lagi dilakukan. Sungguh kasihan 11 orang yang terlanjur dieksekusi tersebut.

Cing Sairin, berasal dari Cawang, merupakan pencetus terjadinya pemberontakan di tiga tempat yakni Ciomas, Condet, dan Tanah Tinggi. Cing Sairin mendirikan basis di Jembatan Lima, Jakarta Barat, pada awal Abad ke -20 Masehi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Kontingen Jembatan Lima.

Pemberontakan Condet pada tahun 1916 yang dipimpin oleh Entong Gendut merupakan pemberontakan paling unik dalam sejarah. Pemberontakan itu diawali pada malam hari dengan menggelar Topeng Betawi di depan rumah Lady Rollinson, pemilik tanah Cililitan Besar. Topeng Betawi membawakan kisah tentang kejahatan Tuan Tanah. Setelah malam harinya terlebih dulu digelar Topeng Betawi, maka esok harinya terjadilah pemberontakan sesungguhnya. Pada pemberontakan tersebut banyak Belanda yang tewas. Tak terkecuali Entong Gendut gugur juga dan Insya Allah syahid.

Kayin bin Kayah, dalang wayang kulit Betawi pada waktu itu, entah mengapa memutuskan untuk meninggalkan Tangerang dan bergabung dengan Kontingen Jembatan Lima. Setelah merasa matang karena mendapat gemblengan, Kayin kembali ke Tangerang untuk menyusun kekuatan.

Ilustrasi pada foto menunjukkan sebagian anak buah Kayin yang ditangkap. Sebelum terjadi penangkapan oleh Belanda, banyak sekali kaki tangan Belanda yang disembelih. Dan Kayin pun wafat ditembak di Kampung Mauk.

Alipan adalah tokoh pemberontakan di Banten pada tahun 1926. Dia bukanlah seorang komunis. Pada era kemerdekaan Alipan merupakan tokoh Partai IP-KI. Alipan memimpim perlawanan petani Banten terhadap Belanda.

Ruh sejarah tidak dapat ditangkap jika isinya melulu tentang kerajaan-kerajaan. Apalagi banyak kerajaan fiktif dengan hanya berdasarkan prasasti-prasasti yang mereka juga tak dapat membedakan bahasa Armen dan Sanskrit, bahasa Khmer-Hind dan Sanskrit.

RSaidi

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This