Islamophobia dan persepsi buruk atas Islam yang selama ini terjadi di dunia, ternyata tidak membuat pemeluk agama Islam surut, justru sebaliknya. Saat ini, banyak warga dunia yang menyadari bahwa Islam adalah agama kebenaran dan Alquran berisi ilmu pengetahuan yang luar biasa. Di negara-negara maju, bahkan para pemikir dan scientist banyak yang memutuskan untuk memeluk agama Islam setelah mempelajari lebih mendalam, termasuk di negara Jepang.
Tentunya hal ini menjadi menarik, sebab ada tantangan sendiri yang berbeda untuk membuat masyarakat di negara-negara tersebut tertarik mempelajari Islam dan Alquran, ada banyak perbedaan dalam budaya, cara berpikir, dan kebiasaan dengan masyarakat Indonesia yang notabene memiliki penduduk beragama Islam terbanyak di dunia. Apa sajakah tantangannya?
Pada hari Selasa, tanggal 22 Agustus 2023 lalu, World Halal Industrial Trade and Alliances (WHITA), bekerja sama dengan Quantum Wakaf, mengadakan acara International Seminar dan Sharing Session dengan tema “Dukungan Masyarakat Indonesia Untuk Dakwah Islam Di Jepang, Antara Tantangan dan Peluang”.
Acara ini diisi oĺeh Bapak Betha A. Djardjis selaku Founder WHITA, perwakilan dari Yoshihiro Kobi, CEO MM2000, dan Ust. H. Kyoichiro Sugimoto, pendakwah Jepang dan penerjemah tafsir Alquran dalam bahasa Jepang. Peserta yang hadir dari berbagai kalangan, mulai dari para ustaz dan pimpinan pesantren, MUI, para cendekiawan muslim, pengusaha, dan berbagai organisasi Islam lainnya yang tertarik untuk berbuat sesuatu bagi memperluas dakwah Islam di Jepang.

Ustaz H. Kyoichiro Sugimoto dalam presentasinya bercerita bahwa beliau menjadi mualaf pada tahun 2019. Pada waktu itu, beliau pergi bersama temannya ke Bangladesh, dan melihat banyak kemiskinan dan kesusahan di sana, yang tentunya berbeda jauh dengan di keadaan di Jepang.
Namun begitu, meski dalam keadaan susah, masyarakat Bangladesh nampak bahagia, dan sementara banyak masyarakat Jepang yang justru tidak bahagia. Setelah diamati dan dipelajari, ternyata alasannya adalah karena keyakinan masyarakat Bangladesh terhadap Allah SWT, Maha Pencipta, yang diyakini umat Islam.
Akhirnya, beliau memutuskan untuk memeluk agama Islam dan menyiarkannya di Jepang. Beliau juga kemudian menikah dengan seorang muslimah asal Indonesia yang juga aktif mengajar mengaji di Jepang. Mereka pun mendirikan sebuah tempat untuk berdakwah, mengaji, dan belajar agama Islam di kota Chiba.
Beliau bercerita bahwa dalam syiar dan dakwahnya ke masyarakat Jepang, beliau menjelaskan bahwa dewa-dewa yang disembah oleh orang Jepang selama ini adalah jin. Islam tidak memungkiri keberadaan para jin, bahkan harus mengakui keberadaannya, tetapi bukan untuk disembah, sebab para jin tersebut ada yang menciptakan. Siapakah Yang Maha Pencipta? Hanya ada satu, yaitu Allah SWT, yang juga menciptakan manusia, alam semesta, dan seluruh makhluk serta isinya. Tidak ada yang abadi selain Allah, matahari yang selama ini dipuja pun akan lenyap pada waktunya.
Kesulitan di dalam mempelajari bahasa Arab untuk membaca Alquran juga menjadi tantangan sendiri. Ada kendala dalam lafal, apalagi bila belum terbiasa mendengar bahasa Arab. Selain itu, masyarakat Jepang yang terdidik dan terbiasa berpikir logis, tidak bisa hanya diajak baca dan menghafal Alquran.
Mereka harus dibuat paham dan mengerti. Tidak bisa juga langsung diperintah untuk menjalankan kewajiban dan semerta-merta langsung berubah. Butuh ekstra kesabaran dalam memberikan pengertian hingga ada kesadaran dari diri sendiri untuk ikhlas dan mau melakukannya.
Beliau mengajak warga Muslim di Indonesia untuk membantunya berdakwah di Jepang, sebab sangat dibutuhkan. Apalagi saat ini Jepang juga sedang mengalami depopulasi, akibat banyak warganya yang tidak mau memiliki anak. Ada banyak peluang dan kesempatan untuk bekerja dan beasiswa sekolah di Jepang.

Ide untuk membuat Islamic Boarding School di Jepang, yang diinisiasi oleh .Ust. Drs.Hayat setiawan Husein, M.MPD., yang memimpin kurang lebih 108 pesantren, disambut baik oleh beliau. Ada banyak sekolah yang tidak terpakai di Jepang, dan belum ada Islamic Boarding School di sana.
Selain itu, terbuka luas juga kesempatan untuk mengekspor produk-produk halal dari Indonesia. Tentunya menjadi menarik bila dijadikan sebagai bagian dari program dakwah Islam. Produk halal memang semakin diminati di mancanegara, termasuk negara-negara berpenduduk non muslim. Sejak pandemi Covid, masyarakat dunia menyadari betapa berartinya menjaga kesehatan termasuk mengubah pola hidup dan konsumsi makanan. Produk halal menjadi salah satu solusinya.
Beliau memberikan kesempatan kepada siapa saja yang berkenan membantu mencetak Alquran dengan tafsir berbahasa Jepang untuk dapat disebarluaskan lebih banyak lagi. Satu kitab membutuhkan dana ¥2000 dan bisa dikumpulkan melalui WHITA.
Rencananya, beliau akan kembali bulan Oktober untuk melakukan Safari Dakwah bersama WHITA, untuk menyosialiskan program dakwah di Jepang ini ke pesantren-pesantren di berbagai wilayah Indonesia. Semoga saja peluang besar ini bisa dimanfaatkan dengan baik dan tantangannya dapat diatasi bersama lewat kerja sama dan pengertian mendalam.
Bandung, 29 Agustus 2023
Mariska Lubis
0 Comments