Sakit bapak,
Perih dan ngilu
Peluru LE Belanda merobek pundakku
Aku ingin pulang,
Tapi aku malu Bapak.
Aku begitu terbakar oleh pidato Bung Tomo kemarin
Pekikan takbirnya begitu menggelora
Tahukah Bapak,
Kawanku, rekan sebangkuku tertembak mati
Oleh sten gun Belanda
Aku tak bisa melindunginya bapak
Aku sedih,
Walau Arisaka-ku sempat menembus satu Belanda
dan lemparan bambu runcing kang Trimo mengaduk perut komandan mereka
Tapi kawanku mati bapak.
Merah darah menumpah
Darah menetes dari pundakku,
Dari kepala kawanku, kakak kelasku
Dan juga mungkin puluhan anggota laskar, tentara, polisi ataupun palang merah
Untuk Ibu Pertiwi yang baru Merdeka ini
Untuk tanah air Merah Putih ini bapak
Satu persatu kami tumbang terkoyak
Terhempas timah panas
Atau hancur oleh mortir
Atau oleh siksaan Belanda di penjara
Tapi bapak
Aku menggenggam restumu
Aku berbekal doa ibu
Berbekal azimat bapak ibu
Aku berharap pulang selamat nanti
kala Belanda telah pergi dari tanah ini
dan aku bisa sekolah lagi
Melanjutkan ke kelas III
Arisaka ini kupeluk di malam ini bapak
Sebagai kawan tidur di perjuangan semesta ini pak
Entah sampai kapan
Esok mungkin case of fire tiba
Atau mungkin kami harus ke front lain, membantu kesatuan lain yang terpojok
Atau kami harus menyusup ke daerah musuh
Atau kami harus meledakkan jembatan atau bangunan
Kami tentara pelajar Bapak
Kami siap berbakti untuk tanah air ini
Kami siap mati untuk itu
Mengawal Kemerdekaan yang baru di proklamasikan tempo hari
Bapak,
Sampaikan salam sujudku untuk Ibu
Doakan kami, tidak hanya untuk aku
Tapi seluruh kesatuan kami
Agar kami tidak berkurang lagi
Tidak sedih lagi untuk mengubur kawan kami
Agar kami bisa sekolah lagi
dan aku bisa menjadi Insinyur seperti harapan bapak
Sembah sujud ananda
yang berkelana di antara desingan peluru
antara front satu ke front yang lain
Berpeluk Arisaka andalanku
dan Nambu di pinggang kananku.
Yogyakarta, 15 Agustus 2021
0 Comments