Hari ini, Kamis 9 Desember 2021 di Cafe Bintang Jl. Percetakan Negara 4 No. 1 Jakarta Pusat, dengan batik yang apik, sorban putih dan wewangian parfum yang asing dalam endusanku, Muhamad Nur Lapung, advokat yang membelot jadi demonstran sejati, karena resah dengan beragam kebobrokan di negerinya, ia mengaku genap berusia 60 tahun.
Kata kawannya dalam nada lirih, usia segitu sudah memaduki babak bonus. Tinggal bagaimana memberi arti, bahwa sekali sesudah itu mati, kata penyair pujaanku Chairil Anwar, yang acap disebut si binatang jalang, karena karya masterpiesnya yang sungguh dahsyat maknanya dan menghunjam.
Aku pun terpana seperti sepenggal “Perasaanku” yang entah siapa penulisnya mendedahkan di milad bung Nur Lapong, katanya pun,
“Senja telah merahdan sebentar lagi orang orang merayap pelan ke peraduan.
Teguk terakhir kopi bersamanya
sekedar mengumpulkan tenaga yang mulai tertatih.
Dan gelas belum bertengger di meja Nur Lapong sudah menghilang
di tengah rimbun pepohonan
di halaman.
Lalu kutengadah
pada layar kaca handphone
Nur Lapong telah berada di tengah belantar a aktifis dan demo gegap gempita.
Nur Lapong telah mewakafkan hidupnya
perjuangan demiagar bangsa ini
menjadi mulia kembali
dan rakyat sentosa selamanya.
Di layar kaca handphone pagi ini
Nur Lapong di depan Istana.
Perasaanku berkata
fajar akan tiba
tak lama lagi
itu terdengar dalam getar getar protes Nur Lapong yang menggetarkan pintu langit.
Aku menulis ini, karna aku juga berharap Indonesia Jaya.”
JKT 2021
Begitulah sepenggal puisi untuk Muhamad Nur Lapong dari sahabatnya yang juga aku suka. Karena kebahagiaan saat berulang tahun seumur-umurku, tak pernah mendapat kiriman puisi seindah itu.
Aku iri, karena puisi untuk diriku harus kubuat sendiri dan cukup kubaca ulang untuk menghibur diriku sendiri.
Karena itu, ucapan selamat berbahagia pun patut diucapkan. Apalagi terus didampingi kekasihnya tercinta.
Selamat berbahagia. Sambil terus mempersiapkan aksi dan unjuk rasa yang telah menjadi pilihan, ketimbang membaca pasal-pasal yang iri No diskriminan nggak karuan, hanya untuk menjerat rakyat yang selalu dilemahkan, meski terus melawan.
Seperti sosokmu, puisi yang terus gelisah dan membrontak.
Banten, 9 Desember 2021
0 Comments