“Saya ingin semua data rapi, kenapa orang kantor di Padang bisa rapi, kita tidak!?” untuk kesekian kali ocehan itu aku dengar dari Boss. Rasanya ucapan itu hampir setiap tahun keluar dari mulut Boss. Apalagi ketika ada masalah yang berhubungan dengan pajak.
“Ooh, iya Boss, saya juga heran. Kenapa kita tidak bisa merapikan data yang hanya sedikit ini,” jawabku spontan.
“Padahal datanya cuma itu-itu saja,” kataku menambahkan.
“Coba kamu perhatikan Ricky, di mana salahnya,” perintah Boss kepadaku.
“Nggak ada yang salah Boss. Karena di sini hanya ada beberapa orang, yang pertama duduk sebagai kasir adalah Boss sendiri, yang menjual barang si Atun sendirian, yang mengurus data juga satu orang yaitu saya, yang lainnya cuma tukang antar dan ambil barang saja,” langsung saya berikan jawaban ke Boss.
“Terus siapa yang salah!? Kalau saya disalahkan, saya akan ulang ucapan saya lima tahun lalu, kalau Boss lupa,” tambahku agak kesal.
“Jadi menurut kamu bagaimana, ky?” tanya Boss lagi padaku.
“Lima tahun yang lalu saya pernah bilang ke Boss, saya ingin ruangan kerja yang cukup dengan perlengkapan dan lemari arsip. Dan saya ingin data penjualan tercatat dengan rapi sesuai dengan keinginan saya, dan itu sudah saya ajukan dari dulu. Untuk pencatatan, saya ingin ditulis dengan jelas yang dipahami semua orang, bukan Boss sendiri yang paham. Dan waktu itu saya juga bilang untuk merapikan stock barang, agar bisa menyusun data dengan jelas dan saya minta jobdesk yang jelas untuk saya, dan setiap data yang saya minata tolong diserahkan. Dan ingat Boss, kalau Boss duduk di belakang meja itu, berarti Boss adalah kasir, bawahan saya. Berarti Boss harus ikut aturan saya,” dengan cuek kuulangi lagi kata-kata lima tahun lalu.
Wajah Boss berubah kecut, kesal, terlihat marah, tidak terima apa dengan yang saya sampaikan padanya.
“Jadi bagaimana sekarang, apa yang harus kita lakukan?” tanya boss lagi pada saya.
“Bukan kita, tapi Boss sendiri. Apa yang harus Boss lakukan sekarang, mungkin itu lebih tepat,” pungkasku cuek.
Terlihat dia menarik nafas dan menghembuskannya kembali untuk menahan marahnya.
”Ok, saya akan lakukan seperti yang kamu mau, tapi apa nanti kamu bisa membuat dan menyusun data itu dengan rapi..!?” kembali Boss ingin lempar masalah ke saya.
Dengan santai, sambil menyalakan rokok yang sempat mati di asbak, “Hssmhuuh…bisa lah Boss, kenapa nggak,” jawabku pada Boss.
“Asal Boss tahu saja, kantor Padang bisa rapi datanya, itu karena kami yang di Kalimantan, bukan karena seratus persen karyawan yang ada di kantor Padang itu. Kalau bukan karena data yang kami berikan rapi dari lokasi, maka saya jamin kantor Padang akan kelabakan. Dan semua karyawan kantor Padang sekarang ini, dulunya itu kalau ada masalah pasti bertanya pada saya,” terpaksa aku sedikit sombong bicara sama Boss.
“Oh, ya Boss, andaikan Boss ini hanya kasir, sudah lima tahun lalu saya pecat,” ujarku menambahkan dengan kesal.
Nampak merah wajah Boss mendengar omongan saya, dengan nada tinggi dia bilang ke karyawan yang lain, ”Endi, masukin barang, tutup pintu,” sambil beres-beres mejanya boss berdiri dan berlalu keluar.
Saya tersenyum sambil melihat jam di handphone, ternyata sudah jam 15:40 Wib, sudah waktunya juga pulang, walau agak cepat setengah jam dari hari biasa.
0 Comments