Sesal

Sep 20, 2021 | Cerpen

Gelap. Kata pertama yang keluar ketika aku terbangun dari bunga tidurku. Tubuhku menggigil seakan kehilangan mentari untuk dipeluk. Aku tak bisa melihat sekelilingku. Yang ada hanya gelap dan sunyi. Entah berapa lama aku terbaring seperti ini, padahal sebelumnya aku sedang menikmati tingginya awan mimpiku. Batinku tersiksa oleh hening dan kelam ini, rasanya seperti mati. Mati? Mungkinkah aku saat ini sudah mati?

Kusadari muncul setitik cahaya dari kegelapan. Seakan memberi hangat harapan padaku yang sedang tersiksa dalam kelam. Tapi, tubuhku bergerak tanpa bisa kukendalikan. Rasanya jiwaku ditarik oleh cahaya itu. Aku pun melayang bersandingkan langit hitam. Jauh. Titik cahaya itu sangat jauh. Aku memasrahkan diriku, lemas melayang, terbayang akan keji dosa yang pernah kuperbuat. Di tengah menuju titik yang kutuju, terdengar lirih sendu air mata. Semakin aku mendekat dengan cahaya di ujung gelap ini, semakin pula aku merasakan sendu yang terdengar. Ah ya, tentu, jika aku memang mati sepantasnya ada yang merasa kehilangan. Ibu.

Anak tunggalmu ini tak bisa menyeka peluh air mata Ibu. Bukan air mata haru yang biasa kudengar setelah subuh. Bukan pula air mata permohonan kepada Tuhan dengan mengucap pujian sebagai sayap-sayap pelindung buah hatinya ini. “Semua yang mati akan memiliki penyesalan hebat,” itu yang kuingat. Ya. Aku hanya ingin mendapat kesempatan kedua untuk membersihkan buku dosaku. Jikalau aku meminta ‘tuk kesempatan kedua, akankah Tuhan akan memberikanku kesempatan itu?

Malang, 19 September 2021

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This