Semakin Menuduh Semakin Jelas Kesalahan

by | Dec 23, 2021 | Pojok

Menuduh dan menghakimi tidak butuh kecerdasan luar biasa untuk melakukannya. Justru kebalikannya, semakin sering menuduh dan bahkan keras sekali, lalu menghakimi, maka semakin jelas tingkat kecerdasan intelektualitasnya, terutama di dalam berstrategi. Yang lebih nampak lagi adalah kesalahan yang dibuat oleh diri sendiri, sebab lebih mudah menuduh dan menghakimi daripada mengakui kesalahan yang sudah dibuat oleh diri sendiri.

Dituduh sebagai pelakor, penggoda dan merebut suami orang, sudah bukan sesuatu yang baru bagi perempuan berstatus janda seperti saya. Foto berdua dengan teman dan sahabat saja sudah dicurigai, dan bahkan dituduh dan dihakimi dengan perilaku yang “dahsyat”. Bila awalnya saya kesal, lama-lama saya tertawa melihat perilaku demikian. Menjadi bukti ketidakyakinan pada diri sendiri, entah atas kesalahan yang sudah dibuat atau karena keminderan, dan tidak perlu ditanggapi, cukup ditertawakan saja. Bukan saya yang pantas untuk kesal dan marah, kok! Masalah bukan di saya, ada di diri mereka sendiri, saya hanya jadi objek pelampiasan saja untuk menutupi.

Itu urusan pribadi yang sepele, belum urusan yang lebih besar dan menyangkut negeri. Tuduh menuduh dan menghakimi kubu yang satu dan kubu lainnya yang berbeda menjadi pemandangan biasa saat ini, terutama semenjak Pilpres 2019 lalu. Malah seolah seperti sengaja dibuat demikian, selalu kontroversial dan kisruh, memanfaatkan “ketidaktahuan” manusia/masyarakat penonton untuk dipermainkan, sehingga tidak mampu melihat dengan jelas inti permasalahan. Apa yang benar dan mana yang salah juga dibuat “kabur”, yang lebih dikedepankan adalah euphoria kekisruhan dengan membuat viral hal-hal yang bukan inti masalahnya, dengan membuat saling tuduh menuduh dan banyak yang terjebak larut di dalamnya.

Bila dicermati lebih teliti dan dipikirkan dengan hati dan wawasan yang luas serta merdeka, semestinya paham sesungguhnya apa yang terjadi. Segala tuduhan-tuduhan dan penghakiman yang dibuat justru adalah cara untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang dibuat. Ini sangat jelas dan tidak perlu kemudian dibalas dengan tuduhan-tuduhan dan pengakiman karena itu tujuannya. Bila diabaikan dan dianggap “sampah”, hanya strategi kelas rendahan para keledai durjana, maka mereka tidak akan mampu berbuat lebih banyak. Metode dan cara-cara biasa yang usang dan primordial, harus dilawan dengan pemikiran dan cara modern, bila ingin menang.

Diam bukan berarti kemudian tidak berbuat apa-apa, kan? Justru tong kosong lebih nyaring bunyinya. Pepatah sudah mengajarkan, anjing menggonggong kafilah berlalu, kenapa tidak dimengerti?! Katanya sudah pintar dan benar, masa sih?! Mereka yang cerdas dan tulus, benar bersujud dan hormat, tahu kapan harus bicara, apa yang dibicarakan, dan dengan siapa patut bicara. Untuk apa bicara dengan mereka yang tidak mampu atau tidak mau mengerti?! Mubazir! Mubazir perbuatan yang tidak baik dan pada akhirnya hanya sia-sia dan menjadi kenihilan. Lantas, putus asa dan menyerah karena tidak tahu harus apa lagi, lalu terus semakin menuduh dan menghakimi?! Kapan berani mengakui salah dan belajar lebih mengerti?!

Bila pun semua menyalahkan pemimpin dan para petinggi, lantas kenapa mereka bisa menjadi pemimpin dan petinggi? Siapa yang sudah memilih dan membiarkan semua ini terjadi? Bukankah pemimpin cermin dari rakyatnya? Jika pemimpin dan para petinggi itu seburuk yang dituduhkan, maka bagaimana dengan rakyatnya? Berani mengakui?!

Coba semua mau benar-benar merah putih, berani menyucikan diri, hilangkan segala pemikiran kotor dan bersihkan kebusukan hati. Menuduh dan menghakimi tanpa benar tahu duduk perkara dan masalah yang sebenarnya, tidak juga mau berani menunjuk dan bercermin pada diri sendiri, sungguh merusak. Negeri ini tidak butuh juga orang-orang yang selalu merasa suci dan paling benar, lalu banyak menuduh dan menghakimi. Negeri ini butuh yang berani untuk bukan banyak bicara dan memberi nasehat, tapi mau konsisten berbuat yang benar tanpa banyak alasan, apalagi menuduh dan menghakimi. Cinta pada negeri bukan hanya sekedar kata-kata gombal, butuh pembuktian. Kerendahan hati dan sujud, bukan sekedar “penampilan”, buktikan dengan diam dan belajar mengerti.

Bandung, 21 Desember 2021

Baca Juga

0 Comments

  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This