Semakin Menjorok ke Celah, Tertanam, Mengunci Tak Akan Berkutik

Mar 27, 2023 | Prosa

Oleh: Yudi Ento Handoyo

Berpikir terbalik, kemisteriusan, semakin menjorok ke celah dan tertanam mengunci tak akan berkutik. Banyak berpikir pada sisi kulit hanya bisa dilihat pada kasat mata. Rasa bangga, senang, atau menyedihkan hanya sifat sementara dan tidak menjadi kelanggengan. Seputaran lapisan atas yang terlihat indah, bagus, rusak, kuat pun hanya pada permukaan, walau memberikan kebanggaan dan kepuasan.

Penghargaan dan pujian yang didapat juga setelahnya lenyap ditelan kurunnya waktu. Penguatan yang dapat dijadikan fondasi tertanam diabaikan, tidak dijadikan kekuatan permanen sepanjang masa tidak terutak-atik, dapat menjadi sisi lemah, keropos, mudah terkoyak dengan tidak terasa. Hingga akhirnya terkunci dan lalu akan sulit kembali pada posisi asal-muasalnya, tanpa fondasi, tanpa pijakan.

Berpikir terbalik sangat dibutuhkan, jangan ditiadakan, dihilangkan, dan dibiarkan seiring berjalannya waktu. Berbagai pandangan berbeda sah-sah saja. Jika ada yang mengatakan bahwa jaman perubahan, berganti masa, kepemimpinan, kemajuan teknologi begitu cepat tanpa meninjau kilas balik perjalanan peradaban dari masa yang sangat lampau, maka seolah pendapat tersebut menjadi kerdil dan terbonsai.

Manusia di masa lampau banyak mencapai kejayaan dan bahkan kemajuan teknologi yang melebihi masa sekarang, contohnya adalah Borobudur. Sehingga menjadi berlebihan apa yang terjadi saat ini bila tidak melakukan perenungan mendalam hingga dasarnya. Sehebat-hebatnya manusia, tetap tidak akan mampu melebihi Sang Pencipta, apa ada manusia yang mampu membuat mesin yang memiliki ruh?

Diibaratkan benang berwarna merah, kuning, hijau, dan hitam yang memiliki makna pada sebuah kehidupan. Tatkala sehelai lainnya saling mengikat menjadi keruwetan hingga tidak mampu diurai maka sangatlah sulit juga pada akhirnya untuk membedakan. Bagaimana mau jernih bila semuanya sama-sama ruwet dan semrawut dalam gumpalan benang kusut.

Salah langkah pada setiap langkah akhirnya dianggap benar dan hanya mempunyai sifat sementara dan dapat menjadikan titik kelemahan. Timbulnya kerusakan setelah itu, sulit untuk dibenahi, sebab titik awalnya saja sudah tidak tahu. Tidak mungkin untuk kembali.

Sadar telah mengesampingkan hal ini karena kepentingan sesaat, namun tetap saja dilakukan, tentunya dengan berbagai alasan. Hingga kemudian muncul ke permukaan akibat tekanan yang terjadi secara alamiah, bukan berhenti tetapi malah terus dilanjutkan. Berbagai macam loncatan dan manuver dilakukan, hingga seolah semua benar dan tidak ada yang mengkritik. Kritik paling tajam pun dianggap angin semilir ringan semata.

Tanpa mampu lagi menyadari bahwa sesungguhnya hempasan udara berbahaya sudah di depan mata. Apa yang dilalukan justru membuat semakin menjorok ke celah lubang terdalam yang tidak memiliki jalan keluar untuk merdeka, semakin berusaha keras keluar justru makin tertekan jeruji panas membara. Walau raga tegap berdiri gagah, langkah terayun tanpa keraguan, sorotan mata memandang tiada berkedip, telunjuk jari teracungkan, tetap tiada guna, kekeroposan di dalam jiwa raga terkoyak-koyak.

Belajar menghayati bahwa sesungguhnya kunci awal meneguhkan hati, bila tertanam jutaan fondasi pada lingkaran bumi, maka semua akan terjaga. Mampukah mengukir semua penghayatan ini?

Jika di setiap titik mengalami kekeroposan, maka lambat laun, tanpa terasa, dengan sendirinya akan mengunci dan terkunci. Penguasaan semakin kuat mencengkeram, membuat pola permainan semakin tidak berdaya, dan tentu dapat dirasakan apa yang sebenarnya terjadi: kekalahan di kasat mata.

***

Kekuatan frekuensi terawali pada titik terendah

Bergetar menimbulkan panas terurai membentuk bulatan

Memantulkan daya membara pelan, memasuki celah perlahan

Membias kurunnya waktu, rintangan pun diterapkan

Tiada terasa membakar sisi setiap lapisan, semakin menjorok terdalam

Dapat dirasakan kesempatan dibuka, peluang dijalankan

Tebaran semakin berkumandang, saling bertalian sama-sama berjalan

Tekanan dimainkan, menunduk pun dilakukan

Benak bereaksi mengurai kuat, seraya tercengkeram

Tersuguhkan pundi-pundi sebagai penjejal, terasa tenang

Terbang layang tergontai, beranggapan kematian tidak datang

Merasa tidak puas, sampai kapan pun digoyang

Semakin menjorok ke celah tertanam pun, terkunci tak berkutik

Merengek terletup perjanjian, kuasa dalam genggaman

Langkah catur, bagaikan anak panah melesat

Takluk tak berdaya, kalimat terangkai sebagai sumbunya

Surabaya, 20 Maret 2023.

Baca Juga

0 Comments

  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This