Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, berbagai bahasa corak, warna yang terkandung dalam suatu negeri suatu hal yang istimewa, menandakan bahwa adanya suatu kesamaan dalam suatu kehendak berpijak pada satu pangkuan Ibu Pertiwi Indonesia. Tidak kita pungkiri bahasa dari berbagai suku, menjadi perekat dalam kehidupan manusia, menjadi satu tali ikat, ditempatkan pada satu porsi duduk bersama-sama menjunjung tinggi harkat martabat manusia dalam suatu negeri.
Satu kalimat berjejer dengan kalimat lainnya, menjadi berbeda makna dan tujuannya, satu kalimat saja, dapat memberikan makna yang dasyat, seperti halnya kalimat “Merdeka”, “Merdeka atau Mati”. Makna yang jelas dalam mempertahankan suatu keadaan, membangkitkan semangat, baik secara individu, secara luas. Dengan demikian bahasa menjadikan paramater, tolak ukur paling mendasar, ibaratkan sebuah pondasi, yang berpijak di bumi. Oleh karenanya bahasa memiliki “Roh” yang dapat bertarung, dapat menimbulkan potensi konflik, mengarah sebuah kebaikan, kerusakan, kehancuran, malapetaka bagi manusia.
Tidak kita pungkiri, disadari dan tidak disadari bahwa bahasa, membuat sebuah kekuatan tersendiri pada masing-masing daerah. Oleh karena bahasa daerah memiliki ciri khas tersendiri, pada logatnya, daya tekannya, keras dan halusnya. Suatu hal yang luar biasa pada suatu negeri dengan berbagai macam, suku, bahasa, karakter, kulturnya dapat bersatu menyatukan kehendak, bergandengan tangan, walaupun beda suku, bahasa, profil, adat istiadat.
Belajar bahasa sangatlah penting termasuk bahasa indonesia, bahasa yang wajib dijunjung tinggi, oleh anak negeri. Tanpa bahasa, bangsa Indonesia kehilangan jati diri seutuhnya. Pada satu bangsa indonesia, jika bahasa dirusak maka menjadi tidak jelas, menimbulkan perpecahan dan mudah untuk diputarbalikkan, menjadi hal yang tidak baik dan tidak bermakna, selaras keseimbangan. Oleh karena bahasa Indonesia, bahasa daerah, perlu dirawat dengan sebaik-baiknya, menjadikan perekat sebagai anak negeri yang kita cintai bersama di Bumi Pertiwi.
Merasa bersyukur atas kuasa illahi, dengan berbagai ragam suku di negeri tercinta ini, berbagai pulau dalam satu ikatan, tali ikat yang kuat, meneruskan cita-cita luhur pemimpin bangsa dan silih berganti dan atas dukungan anak negeri masih menancapkan tonggak sejarah yang diyakini kebenarannya. Pernik-pernik yang terjadi di Bumi Pertiwi, seharusnya tidak terjadi.
Ingatlah, masa sebelumnya dengan adanya semangat cinta negeri, cinta bangsanya, cinta bahasanya, cinta adat istiadatnya, cinta budayanya, dan lain sebagainya.
Dari masa perjalanan yang sangat panjang, tidak begitu mudah menata dan penataannya, kekuatan dibangun dari berbagai segi. Semua dari hal itu “satu kata bahasa”, tanpa bahasa yang disepakati, didengungkan dan dikumandangkan, tidak menjadi semangat menggelora. Bahasa menjadi pisau lentur, tajam dan menggeliat mengubah dari suatu hal menjadi bermanfaat, bermakna dan memiliki “roh”, harus disadari dengan kerendahan hati namun tidak rendah harga diri, harkat dan martabat sebagai anak negeri, sebagai anak bangsa indonesia yang besar ini.
Bangga bahagialah dengan bahasa yang dimiliki di negeri tercinta ini, bahasa sebagai alat pertarungan, pengukuran nilai maknanya dan bermakna, bermanfaat sebagai alat penataan. Apabila bahasa yang dimiliki tidak dipertahankan, dirawat dengan sebenarnya, maka bisa terjadi bahasa dimanfaatkan, sebagai alat membunuh, menusuk, mematikan, merusak, menghancurkan, sarana ketidakpercayaan manusia. Suatu saat bahasa bisa juga akan dikerdilkan, dibonsai, dihilangkan pelan dan dibiaskan menjadi bahasa milik orang lain, bangsa lain yang berkehendak menghancurkan, menguasai dan mengendalikan secara utuh bangsa ini.
Cinta negeri, cinta bangsanya, cinta anak negeri, cinta bahasa, cinta budaya, cinta adat istiadat, cinta bendera Merah Putih, cinta NKRI, cinta antar sesama dalam naungan bumi pertiwi Indonesia.
Surabaya, 19 September 2021
0 Comments