Rindu Kita Sama, Nak

Aug 15, 2021 | Puisi

Visits: 0

Nak …
Hari ini kau bertanya lagi,
kapan kita bertemu dalam rindu yang menggebu. Katamu kau jenuh berdiam diri di sana. Berkutat dengan layar kaca kecil, yang belakangan jadi teman setiamu.
Yang belakangan mengambil alih posisiku.

Nak…
Adakah kau juga merasa apa yang kurasa? Bahwa keterbatasan ruang gerak kita, laksana penjara. Kanan, kiri, belakang depan semuanya hanya tembok. Datar. Dengan warna yang sama. Warna yang sudah tujuh hari raya tetap nuansanya.

Nak ..
Ingatkah kau, dahulu suara Ibumu menggelegar membangunkanmu setiap pagi. Memporak porandakan mimpi indahmu yang belum tuntas. Suaranya sahut menyahut bersama kokok ayam jantan, dan pengajian ba’da subuh di surau kampung.
Menurutmu, suara-suara itu sama sekali tak ada yang terdengar merdu.
Ingatkah kau? Setiap pagi kau merutuki hidupmu. Hidup yang setiap paginya memekakkan telinga. Berharap kapan bisa berakhir.

Lalu Nak, tergesa kau mandi. Berseragam dan makan kadang kau lakukan bersamaan. Dasi dan kaos kaki yang hilang sebelah, menggenapkan kernyitan dahimu. Membayangkan guru tatib menghadang di gerbang sekolah, sudah cukup membuat pucat bibirmu. Membuat basah telapak tanganmu.
Diam-diam kau berdoa, kapan bisa hari-hari cukup bisa dilalui di rumah saja. Kau berharap libur panjang segera tiba. Pergi ke sekolah terasa sangat menjemukan.

Nak, sadarkah kau? Tuhan mengabulkan doamu.
Satu setengah tahun pagimu tak lagi tergesa. Tak peduli kaus kaki hilang ke mana. Hari-hari kau habiskan di rumah saja. Benar-benar seperti liburan, kan?

Tapi.. sekarang kau bilang bosan.
Yah.. aku paham Nak. Aku juga merindukan saat-saat itu. Dimana pagi, harus kukalahkan balitaku sendiri di rumah, demi menyambutmu. Dalam perjalananku, seperti pembalap kuterobos pengendara lain dengan motor bututku. Agar aku bisa datang sebelum engkau.
Tak jarang di perjalanan, wajah balitaku yang menangis kutinggalkan, terbayang di kepala. Mati-matian aku menepisnya. Hatiku bulat, bahwa kau sudah menjadi tekad.
Nak, apa kau tahu? Melihat ratusan pasang sepatu hitam, baju putih bersih dan senyum di wajahmu sungguh membuatku terharu. Hilang sudah penat di pagiku. Belum lagi, ketika bersalaman, kau mengucap salam dan menyebut namaku. Mata kita bersitatap. Aku serasa sedang jatuh cinta.

Ya, sesederhana itu, Nak.

Nak, aku tahu, rindu kita sama. Pada luas halaman sekolah kita. Pada harum masakan kantin yang membuat kita rela berebut berdesakan. Pada celoteh dan canda kawan yang kadang menyebalkan. Bahkan, mungkin kau juga rindu pada teguranku, pada omelanku. Haha.. aku tahu, kita memang pernah sedekat itu.
Tapi, Nak. Jangankan aku. Penguasa pun masih terus berupaya mengamini doa-doa dan harapan, agar pandemi segera pergi. Dan upaya mereka akan sia-sia, tanpa campur tangan kita.
Nak, tolong.. jangan tanyakan lagi kapan kita bertemu. Itu hanya menambah sesak rinduku. Aku juga jenuh berkutat dengan layar persegi dari pagi hingga malam menghampiri. Mengoreksi tugasmu. Menghubungi temanmu yang keasyikan bermain game sampai lupa waktu. Sungguh sebetulnya beban guru, berlipat kali tujuh. Tapi semua kulalui, dengan ikhlas, Nak.
Jadi, Nak. Tolong simpan rindumu itu. Sampaikan pada sujud panjangmu. Agar diridhoi pertemuan kita. Hingga kita kembali mengukir cerita, dalam satu bingkai yang sama. Tanpa masker, tanpa handsanitizer. Di sekolah tercinta.
Salam rindu,
Gurumu

Malang, 11 Agustus 2021

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This