Jalur Nuklir. Ini yang hilang dan dihilangkan dari kita. Bahkan ingatan kita tentang nuklir juga lenyap. Padahal, kita adalah sedikit negara yang punya bahan baku nuklir di dunia. Dengan bahan baku uranium, plutonium dan torium yang melimpah di beberapa pulau, sudah sewajarnya kita jadi negeri nuklir. Jika tidak, kita kufur nikmat. Maka, pantas dilaknat.
Saya merasa perlu meresensi buku berjudul, “Nuklir Sukarno: Kajian Awal atas Politik Tenaga Atom Indonesia 1958-1967,” setelah nonton film Oppenheimer. Film yang berkisah tentang seorang fisikawan Amerika Serikat bernama J. Robert Oppenheimer yang mengembangkan bom atom. Ia bahkan disebut bapak bom atom. Film tersebut dirilis pada 19 Juli 2023 (Indonesia) dan disutradarai oleh Christopher Nolan.
Penulis buku Nuklir Sukarno adalah sejarawan multi talenta Teuku Reza Fadeli. Buku ini bernomor ISBN: 978-602-0788-13-5 dan ketebalan buku ini: 104+X hlm serta berukuran 14×21 cm. Buku hasil riset yang intinya adalah jalur nuklir itulah jalan kedaulatan Indonesia Raya
Buku yang terbit pada Maret 2021 dan diterbitkan Marjin Kiri ini berargumen bahwa pemanfaatan teknologi nuklir membawa konsekuensi besar terhadap perubahan sosial dan politik di Indonesia pada 1960-an. Soekarno dikudeta. Programnya dihapuskan. Faktanya, negara-negara barat memang menunjukkan sikap waspada terhadap ambisi nuklir Soekarno yang tampak didukung kuat oleh Republik Rakyat Cina, sehingga mereka berkolaborasi dengan centeng lokal di serdadu berbaju angkatan darat.
Mestinya program ini sejak merdeka sudah dibuat. Sebab, tak ada kedaulatan maksimal tanpa jalur nuklir. Jika kalian “elite silite” merasa takut, sini aku pimpin biar bermartabat bangsa ini. Tidak limbo. Tidak jadi pengemis seperti sekarang.
Bung Karno, memang menginginkan bangsa Indonesia menguasai teknologi nuklir. Hal itu dimulai ketika Amerika Serikat menguji coba bom hidrogen di gugus pulau Enewetak, Samudera Pasifik, pada tahun 1952. Bung Karno merasa bahwa dengan nuklirlah kedaulatan negara bisa dijaga dan nuklir bisa dipakai untuk keperluan teknologi, terutama untuk listrik, moda transportasi dll.
Pada 1954, Soekarno membentuk panitia negara untuk Penyelidikan Radioaktif dan Tenaga Atom (PPRTA) yang diketuai oleh Dr. Gerrit Augustinus Siwabessy. Tugas mereka adalah meneliti dampak radioaktif dari uji coba bom hidrogen itu. Mereka juga ditugaskan untuk melakukan penelitian awal terkait pemanfaatan nuklir.
PPRTA kemudian melaporkan tidak ada dampak radioaktif berbahaya di wilayah timur Indonesia. Empat tahun kemudian, Soekarno membentuk Lembaga Tenaga Atom (LTA). Presiden Soekarno kemudian meresmikan 2 reaktor nuklir pada masa pemerintahannya. Pertama adalah proyek reaktor nuklir TRIGA-Mark II di Bandung, Jawa Barat, pada 9 April 1961. Reaktor itu merupakan buatan General Atomic, Amerika Serikat. Mereka juga memberikan bantuan dana pembangunan dan penelitian proyek itu sebesar 491.000 dollar AS.
Reaktor kedua adalah Pusat Penelitian Nuklir dengan menggunakan reaktor IRI-2000 buatan Uni Soviet yang dibangun di Serpong, Tangerang Selatan dan diresmikan pada 16 Januari 1965. Kedua reaktor itu mulanya ditujukan untuk riset dan pemanfaatan tenaga nuklir untuk energi listrik dan bertujuan damai. Tetapi, begitu Sukarno jatuh, hilang juga mimpi dan projek itu.
Sesungguhnya, penggunaan energi nuklir akan berdampak pada penghematan bahan bakar fosil dan perlindungan lingkungan lebih maksimal. Nuklir juga mudah digunakan untuk perlindungan teritori dan warga negara.
Memang, kelemahan bangsa ini setiap ada pergantian pimpinan nasional selalu diikuti dengan intrik politik. Kebijakan pemerintah sebelumnya selalu dieleminir oleh pimpinan nasional berikutnya. Terobosan Bung Karno mengembangkan nuklir untuk kepentingan sosial pada masa itu sesungguhnya visi berani karena tidak didukung oleh SDM yang memadai. Bersamaan dengan itu dikirimlah pelajar Indonesia ke berbagai negara di Eropa dan Amerika. Celakanya pelajar yang dikirim ke negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet dikriminalisasi oleh pemerintahan Orba, sehingga menjadi manusia tanpa kewarganegaraan dan bergentayangan di luar negeri.
Selain itu, pemerintahan Orba juga tidak pernah memberi apresiasi terhadap ilmu dasar (kimia, biologi, fisika, matematika). Akibatnya, pelajar yang memiliki talenta di bidang ilmu dasar malas bekerja linier dengan bidang studinya. Malah mereka bekerja di bidang finance, perbankan atau anggota legislatif. Dari penyimpangan tersebut, reaktor nuklir yang digagas dan dibangun presiden Soekarno 64 tahun lalu sampai dengan sekarang belum pernah memberikan hasil maksimal bagi kemakmuran bangsa Indonesia.
Terlebih, sejarah nuklir itu kisah dilematik. Oppenheimer mengembangkan senjata nuklir pertamanya di lab rahasia yang terletak di Los Alamos. Hasilnya berupa bom yang digunakan dalam pengeboman dua kota di Jepang, yakni Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945. Belakangan, dia menyesal dengan temuannya karena mengakibatkan kematian massal.
Sampai kini Indonesia sudah mengoperasikan tiga unit reaktor nuklir (Reaktor Triga 2000 di Bandung, Reaktor Kartini di Yogyakarta, Reaktor GA Siwabessy di Serpong) untuk keperluan penelitian serta beberapa fasilitas nuklir yang meliputi fabrikasi elemen bakar nuklir, produksi isotop, pengolahan limbah nuklir dan iradiator/akselerator.
Kini tinggal dimasifikasi, dipastikan untuk sumber energi dan digunakan untuk memenangkan perang kedaulatan dan pertempuran kejeniusan. Nek wani ojok wedi-wedi. Nek wedi ojok wani-wani. Mestinya ini teorama yang pas buat elite kita jika bicara soal nuklir.(*)
Yudhie Haryono
Presidium Forum Negarawan
0 Comments