Murkanya Raja Alam
Tinta Emas kutumpahkan ke bumi pertiwi negeri yang kucintai.
Negeri berkilauan dalam genggamanku, sebagai Pewaris Tahtaku.
Tiada yang sanggup dan kuat menyanggahnya.
Tiada yang mampu menahannya, beban berat negeri dan rakyatnya.
Dari segala raja dan raja yang tiada, akulah Raja alamnya.
Raja alam atas ukiran kehendakNya, tiada yang berhak menggugatnya.
Paksakan karsa mencapai kuasa sementara, akan terjungkal sebelum waktunya.
Mundurlah dengan damai sebelum jiwa raga terhimpit olehNya.
Senyumlah duduk tenang, karsamu akan hilang tanpa terasa.
Urat nadi dan anganmu tenggelam sirna tak berbekas.
Jiwa ragamu yang engkau kejar, karsa melegendakan ambisi semata.
Tidak terpikir seutuhnya, yang engkau harapkan ketenaran belaka
Langkah demi langkah, kakimu tersedot dan terkubur.
Jangan paksakan saat ini sudah waktunya tiba, tidak ada yang bermain mata.
Mata akan buta, kaki lumpuh, urat nadi putus terbelah.
Lembaran buku lama ditutup, lembaran baru diukir berbeda dan sempurna.
Sidoarjo, 24 Juli 2021
Berlagak Pembesar Abimana
Nuswantara bumi pertiwi, engkau pijak jangan engkau tenggelamkan.
Surgamu saat ini, diperjuangkan dengan tetesan darah dan nyawa.
Engkau tinggal nikmati, tidak bisa merawat dan menjaganya.
Rebutan kekuasaan dan harta, lupa apa yang diperbuatnya.
Jangan menggunakan label, sesuka hati karena tenarnya.
Yang berjuang mati-matian bukan seseorang saja.
Lihatlah Taman Makam Pahlawan, sebagai bukti sejarah.
Tidak di Taman Makam Pahlawanpun, engkau tiadakan.
Labelmu suatu saat akan terpendam, tanpa suara.
Masamu akan sirna sepanjang masa, terkunci rapat-rapat menggeliatpun tidak bisa.
Tersingkir ketakutan sembunyi di celah dengan merana dan meronta.
Matipun tidak ada suara yang mengantarkannya.
Jangan senyum lebar merasa benar, tidak pernah melihat penjajah.
Nafasmu saat itu tidak berguna, saat ini lantang bersuara.
Jasamu jasa paksaan, tidak lahir dengan istimewa.
Lagakmu seperti seorang pembesar, dengan tangan besi palu gada.
Sidoarjo, 24 Juli 2021
Sifat Abilasa Karsa Kuasai Segalanya
Untuk siapa pundakmu berisi bunga sesungguhnya.
Bunga yang sudah mekar, siapa yang mengangkatnya.
Duduk nyaman di singgasana dengan jumawanya.
Hanya kata-kata terucap karena bisikan semata.
Engkau tersenyum tidur nyaman beralaskan kain sutra.
Menggeliat dengan enaknya tanpa rasa sakit di dada.
Bangun dan berdiri tanpa beban susah menyetainya.
Segala apa yang terucap, seketika ada di depannya.
Sang Esa dengan senyum, melihat tingkah lakunya.
Tidak melihat jeritan hati, dan tetesan air mata.
Badan kering kerontang, ada dimana-mana.
Matanya tertutup mati, tidak ada yang memandanginya.
Siapakah engkau sesungguhnya, manusia atau monster belaka?
Monster sifat abilasa, karsa menguasai segalanya.
Takut miskin dan takut tidak berharga, semua hendak dilahapnya.
Doa mereka semua, akan menjepit jiwa dan raganya.
Sidoarjo, 24 Juli 2021
0 Comments