Pertama kali saya mengenal Prof. Sri Edi Swasono, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1997, saat saya masih mahasiswa. Saya ditugaskan menjadi panitia Seminar Nasional Ekonomi yang diselenggarakan kampus saya Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto untuk menjemput beliau sebagai narasumber di Solo.
Awalnya saya menolak, karena sebagai mahasiswa semester tiga tentu bertemu dan menemani seorang guru besar yang saya kagumi pemikiranya melalui berbagai artikel dan bukunya itu menciutkan nyali saya. Saya takut kalau tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan beliau dalam satu perjalan panjang sekitar tujuh jam, perjalanan dari Solo ke Purwokerto.
Ketua panitia pada waktu itu mengatakan secara tegas bahwa saya yang harus menjemput. Mereka mencoba menjawab keraguan saya. Saya coba untuk beranikan diri.
Saya tidak menduga bahwa ternyata beliau dengan senang hati menerima saya sebagai penjemput. Prof. Sri Edi sempat mengadakan rapat di Solo Inn Hotel sebentar dan lalu kami berdua berangkat ke Purwokerto.
Sepanjang perjalanan tentu saya sangat was-was. Bahkan sebelum berangkat menjemput, saya sudah bersiap-siap dengan membaca artikel-artikel dan buku terutama soal demokrasi ekonomi karya beliau. Bagaimanapun, perjalanan panjang dari Solo ke Purwokerto bagi saya satu kesempatan istimewa untuk dapat menemani beliau.
Betul saja, beliau selain bertanya soal semester dan fakultas saya, juga menanyakan apa saja yang sudah saya pelajari selama kuliah di fakultas ekonomi.
Saya benar-benar manfaatkan satu kesempatan yang baik tersebut. Selain sampaikan apa saja yang telah saya pelajari, juga saya jadikan kesempatan menyampaikan analisis kritis saya terhadap masalah serius : kenapa soal koperasi dan demokrasi itu tidak diajarkan di kampus saya. Padahal, buku dan artikel-artikel yang saya pelajari dari Prof. Sri Edi soal koperasi dan demokrasi ekonomi itu adalah sistem yang konstitusional, dan baik untuk kepentingan rakyat banyak.
Dengan gaya khas Prof. Edi yang tegas dan terang-terangan, beliau sampaikan bahwa koperasi dan demokrasi ekonomi itu tidak diajarkan di kampus karena kampus ekonomi di Indonesia pada umumnya itu memang hanya mengajarkan konsep ekonomi pasar bebas, ekonomi neo-classical, Smithian. Negara ini juga dikatakan secara letterlijk memang sengaja memelihara sistem kapitalisme.
Perkataan Prof. Sri Edi itu seperti siraman minyak ke dalam bara api yang ada di dada saya sebagai anak semester tiga di fakultas ekonomi yang masih sangat penuh kepenasaran. Dalam hati, saya tekadkan harus pelajari secara serius apa yang menjadi inti dari pemikiran koperasi dan juga khususnya demokrasi ekonomi itu.
Hingga saat ini berarti sudah 26 tahun saya mengenal langsung Prof. Sri Edi. Beberapa kali secara langsung saya mengikuti seminar seminarnya. Menjadi teman diskusi dalam beberapa kali pertemuan ketika bertandang ke rumah.
Prof. Sri Edi Swasono, tanggal 12 Juli lalu menerima satu penghargaan tertinggi dari Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang pernah dipimpinnya, Lifetime Achievement Award. Saya juga diundang, walaupun berhalangan hadir tapi saya sempat melihat video kata sambutan yang dikirim pada saya oleh Ibu Halida Hatta, adik ipar beliau yang juga putri bungsu Bung Hatta.
Beliau katakan bahwa penghargaan yang diberikan itu secara pribadi belum layak untuk beliau terima, sebab koperasi hingga hari ini belum menjadi bagian terintegrasi dari sistem perekonomian nasional, juga belum menjadi soko guru ekonomi Indonesia. Tapi beliau secara terbuka katakan bahwa penghargaan itu sebagai tanda untuk dilanjutkanya perjuangan.
Tanggal 14 Juli kemarin, Prof. Sri Edi Swasono merayakan ulang tahun pernikahan ke-50 di rumah Bu Halida Hatta, kediaman Bung Hatta yang juga jadi saksi sejarah terjalinnya komitmen pernikahan dua sejoli yang penuh kemesraan antara Prof. Sri Edi Swasono dan Prof. Meutia Farida Hatta, putri sulung Bung Hatta, 50 tahun silam. Ulang tahun yang sangat sederhana dan mengundang keluarga dan handai taulan. Suasana perayaan yang sangat syahdu penuh karamah tamahan yang diselingi dengan piano yang dimainkan dengan apik oleh Prof. Meutia Hatta, Halida Hatta, dan persembahan sahabat-sahabatnya.
Selamat ulang tahun pernikahan emas Prof. Meutia Farida Hatta dan Prof. Sri Edi Swasono. Semoga kita semua dapat meneladani kesederhanaan hidup dan juga perjuangan untuk bangsa dan negara ini.
Jakarta, 15 Juli 2023
Suroto
Ketua AKSES ( Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat ( INKUR Federation)
0 Comments