Potensi Wisata Alam, Budaya, Spiritual, Religius di Indonesia

Nov 6, 2021 | Ragam

Obyek wisata alam yang mulai mengarah pada budaya dan wisata spiritual dapat diharap terus berkembang seperti obyek wisata Desa Kali Adem, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Beberapa tempat wisata di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah semakin oke setelah selesainya pembangunan Bundaran Simpang Lima PB VI yang kini menjadi ikon Kecamatan Selo sebagai destinasi wisata yang dapat ikut memperkuat wisata budaya, wisata spiritual dan wisata religius untuk mendekatkan semua orang kepada Sang Pencipta jagat raya dan seisinya.

Ekspresi yang tampil dari Agama Jawa dalam paparan Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum., diakui sebagai fenomena yang juga sulit dijangkau oleh akal sehat. Fenomena dari Agama Jawa yang dominan bersandar pada kepercayan serta ritus sungguh mengesankan pada Budhisme yang menjadi awal keyakinan manusia Jawa pada pra sejarah di nusantara. Dan sinkretisme pun sudah terjadi jauh sebelum orang banyak mengenal tentang sinkretisme itu kemudian. Karenanya, Agama Jawa dapat dipastikan bukan Budhisme, karena Budhisme sendiri berbeda dengan Agama Jawa.

Syahdan, konsepsi Budhisme sendiri meyakini dirinya sebagai tatanan moralitas tanpa Tuhan. Atau Ethiesme tanpa hakekat. Maka itu dalam Vhihara Buddha dominan memiliki pandangan Sang Buddha itu sebagai Tuhan dengan Candi yang menjadi tempat pemujaan.

Menurut Profesor Suwardi Endraswara, keyakinan serupa ini merupakan ciri dari Buddha Utara. Dalam keyakinan Buddha Selatan tetap percaya bahwa Sang Buddha itu adalah manusia yang memiliki kelebihan agak berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya.

Jadi dalam Agama Jawa jelas meyakini adanya Tuhan yang acap disebut dalam istilah Tan Kena Kinaya Ngapa. Dan Agama Jawa bukan pula Islam maupun Hindu. Namun, cukup meyakinkan dalam pemahaman theosofi adalah konsepsi yang lahir dari Agama Jawa. Yaitu suatu keyakinan terhadap Tuhan yang berdasarkan cinta terhadap kebijaksanaan, yang sering pula disebut “Ngudi Kasampurnaning Hurip Nggayuh Kamardhikan”.

Theosofi yang bersandar pada monoistik dan pantaistik meyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu ada dan menjadi cahaya dalam setiap diri manusia serta jagat raya dan seisinya. Namun masalahnya, kedalaman dari pemahaman itu menjadi sangat tergantung pada masing-masing orang yang mau mengeksplorasi potensi atau energi Ketuhanan yang ada dalam dirinya masing-masing.

Agaknya, atas pemahaman seperti itu logika spiritual dalam perspektif Islam menjadi sangat relevan dengan keyakinan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang paling mulia dibanding dengan makhluk Tuhan lainnya. Demikian pula hakikat dari khalifatullah yang diturunkan ke bumi untuk menjadi bagian dari pelalu serta penjaga wujud dari rakhmatan lil alamin.

Potensi wisata alam, wisata budaya, wisata spiritual dan wisata religius di Indonesia dapat dimaksimalkan dengan contoh seperti wahyu yang dinikmati oleh umat Islam di Arab Saudi. Dari ibadah haji dan umrah saja, telah menjadi sumber devisa yang tak alang kepalang dahsyat nilainya. Belum lagi nilai non materi yang bisa ditangguk dari kunjungan bangsa-bangsa di dunia yang berduyun-duyun datang ke negeri Arab Saudi itu.

Belajar dari kemajuan bangsa Arab yang bisa menikmati devisa dari berbagai negara itu, wajar saja bila Eko Sriyanto Galgendu selaku penggagas sekaligus pelaku dari gerakan kebangkitan kesadaran spiritual di Indonesia untuk bangsa-bangsa di dunia mengidolakan posisi dari Candi Borobudur dapat menjadi pusat spiritual bangsa-bangsa di dunia, sekaligus obyek wisata religius bagi mereka yang ingin pula menjalani laku spiritual khususnya bagi Ummat Hindu dan Buddha dari berbagai manca negara. Karena itu, tata kelola dari candi-candi yang ada di Indonesia serta situs sejarah yang berserakan di tanah air kita, mulai dari Candi Muara Takus dan Muara Tebo hingga situs yang berserakan di Lampung Timur, perlu dan patut dikelola hingga dapat menjadi sumber devisa bagi negara.

Kecuali impak bawaan dari bergulirnya ekonomi di daerah setempat, perluasan dari khasanah budaya dan pemahaman serta kesadaran dari pendalaman spiritualitas warga bangsa Indonesia pun diharap bisa meningkat.

Jika dalam laku spiritual itu bisa konsisten patuh pada etika, moral dan akhlak yang terpimpin serta terjaga dengan baik, maka perbaikan pada tata masyarakat — menuju bangsa yang kuat dan rangguh — pasti akan berkontribusi pada tata negara yang baik dan benar untuk menjalankan amanah rakyat. Karena konsep dasar dari tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah agar kehidupan rakyat yang makmur dan adil, seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan batang tubuhnya yang merinci segenap kesejahtera rakyat dalam arti luas. Hingga dalam rumusannya Bung Karno adalah Trisakti. Atau mandiri dalam ekonomi, berdaulat secara politik dan berkepribadian dalam budaya. Atau yang lebih gagah lagi seperti Nawacita yang digagas Presiden Joko Widodo, meski belum sempat juga direalisasikan sampai sekarang.

Banten, 1 – 4 November 2021

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This