Pemupukan jiwa nasionalisme dan patriotisme, sepertinya keliru jika hanya dikaitkan dengan seberapa seringnya rakyat kita menyanyikan serentak lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sebab, selain terdapat aturan dalam UU Nomor: 24 tahun 2009 Bab V bagian kedua terkait penggunaan lagu kebangsaan, pasal 59 ayat (1) tentang aturan dan tatakrama menyanyikan lagu kebangsaan, menyanyikan lagu kebangsaan tak bisa dinyanyikan secara sembarang karena mempunyai tata aturan tersendiri.
Dalam UU No 24/2009 pasal 59 ayat (1) tentang lagu kebangsaan, disebutkan bahwa lagu kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan (1) Untuk menghormati presiden, (2) Untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara; (3) Dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah; (4) Dalam acara pembukaan sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, (5) Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah; Lalu (6) Untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi, (7) Dalam acara atau kegiatan olahraga internasional; dan (8) Dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di Indonesia.
Sementara pada ayat (2) disebutkan, menyanyikan lagu Indonesia Raya boleh dilakukan sebagai (1)Pernyataan rasa kebangsaan; (2) Dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran; (3) Dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok masyarakat lain; dan/atau (4) Dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional. Sedangkan tata sikap ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya pasda Pasal 62 menyebutkan bahwa setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.
Terkait instruksi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk mewajibkan menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap jam 10.00 WIB setiap hari di instansi negeri dan swasta sejak 20 Mei 2021 lalu, dan diturunkan juga kewajiban yang sama kepada segenap instansi negeri dan swasta di setiap Kabupaten DIY, Pasar/Mall, serta ruang terbuka publik lainnya yang memungkinkan diputarnya lagu kebangsaan, maka sejak itu dapat dilihat pemandangan harian setiap jam 10.00 WIB, penduduk Jogja secara serentak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, tak terkecuali di Pasar Beringharjo-Malioboro dengan sikap tegak sempurna.
Menjadi pertanyaan, sampai kapan kewajiban itu akan diberlakukan? Lalu apa tolok ukur dari meningkatnya rasa nasionalisme akibat dinyanyikannya setiap hari pada jam yang sama kegiatan tersebut? Sudahkah disiapkan sistem berikut perangkat untuk mengukurnya? Apakah sebelumnya memang telah diindikasikan menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme yang telah pudar di kalangan rakyat kita? Apa pula indikatornya, dan survei mana yang menyatakan itu di DIY?
Rasanya, banyak pertanyaan yang membutuhkan penjelasan memadai dari para stakeholder daerah yang telah mengusulkan kewajiban tersebut. Konon, Ide yang diusulkan oleh Ketua Sekber Keistimewaan DIY Widihasto menyebutkan alasan dilaksanakannya kegiatan tersebut adalah karena mulai memudarnya nilai-nilai kebangsaan dan kekhawatiran menguatnya isu-isu sektarian. Tentu saja sinyalemen tersebut perlu diuji secara akademis. Gubernur DIY sendiri hanya menyebutkan kewajiban menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya untuk meningkatkan rasa nasionalisme.
Sebelum beranjak ke hal-hal yang lebih jauh ihwal vonis bahwa telah terjadi degradasi rasa nasionalisme di tengah masyarakat, baiknya perlu memberikan sekadar masukan bahwa rasa nasionalisme tidak akan memudar jika terdapat kebanggaan di hati sanubari rakyat atas kinerja para pelaksana pemerintahan baik di daerah atau di pusat.
Nasionalisme, tidak dibangun di atas rasa gundah karena melambungnya harga kebutuhan pokok, sempitnya lapangan pekerjaan, adanya ketidakadilan hukum dan maraknya kasus-kasus korupsi yang menyengsarakan rakyat. Nasionalisme akan bangkit karena menonjolnya prestasi para olahragawan yang telah lama dirindukan di kancah internasional. Dan nasionalisme akan otomatis muncul secara kuat, jika pendapatan per kapita penduduk meningkat secara signifikan. Terlebih di era pandemi covid 19, di mana rakyat amat membutuhkan pendampingan dan pertolongan signifikan dari negara.
Pembenahan secara mendasar pokok-pokok kebutuhan rakyat, rasa keadilan dan kepastian hukum yang berhasil diperbaiki secara serius, akan menjadi pijakan kuat bagi tumbuhnya rasa nasionalisme dan patriotisme. Radikalisme, sektarianisme akan hilang otomatis jika pokok-pokok kebutuhan rakyat banyak, rasa keadilan dan kepastian hukum berhasil diperbaiki. Menyanyikan lagu kebangsaan setiap hari pada jam yang sama justru dikhawatirkan akan mendegradasi secara serius nasionalisme dan patriotisme, jika tidak diiringi perbaikan mendasar apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh warga masyarakat.
Yogyakarta, 16 Juli 2021
Pril Huseno
Dilematis. Kurasa tidak (jika pemimpin memahami dan mewujudkan tujuan bernegara, susuai yang diamanahkan dasar Negara dan UUD).
Rakyat masyarakat dan disetiap individu pasti memiliki jiwa nasionalis tanpa keraguan. Meski pengelola negara (yang diwakili pemerintahan) berbuat salah dan sebagian oknum menindas rakyat. Musuh rakyat (pengkhianatan atas amanah).
Rasa keagamaan dikalahkan oleh rasa nasionalisme dan nasionalisme melahirkan anak yang namanya Centralisme… Pusat menjajah daerah…
Bener ga sih.. ???