Dilahirkan dan dibesarkan di tengah keluarga Kristen protestan, saat-saat Perjamuan Kudus begitu kami nanti-nantikan. Saat-saat perjamuan menjadi sakral bagi kami. Waktu dan saatnya tergantung dari gereja, ada yang melakukan setiap tiga bulan sekali, ada yang sebulan sekali, ada juga yang setiap minggu mengadakan.
Sewaktu saya masih di dalam tahanan, saat perjamuan inilah yang begitu saya nantikan. Meskipun selalu ada banyak teman yang berkunjung di waktu “bezoek”, setiap Hari Senin dan Kamis, tetapi yang paling saya nantikan adalah kunjungan “Hamba Tuhan”. Tidak lupa dengan anggur dan roti perjamuan yang selalu saya minta tolong untuk dibawakan.
Barangkali ada yang bertanya, “Kenapa kamu begitu merindukan saat perjamuan ini? Bukankah setiap saat kamu bisa menjamu atau dijamu?”.
Untuk menjawabnya, saya hanya teringat dengan ibu saya dengan ajakannya untuk ke gereja. “Hayu kita ke gereja, Dut. Hari ini ada perjamuan kudus!”, demikian ucapannya yang terngiang di telinga.
Ritual seperti ini yang saya rindukan. Duduk sesaat dengan ibu saya, memegang tangannya yang lembut, dan merasakan kekhusyukkannya ketika dia berdoa mengucapkan syukur, mengingatkan dia kembali akan janji-janji Tuhan baginya, dan juga tentu bagi keluarganya. Begitu mendalam arti dan makna semua ini, terekam di dalam ingatan dan hati dengan senantiasa.
Di masa pandemi ini tidaklah berbeda ketika saya berada di dalam tahanan dan sulit berjumpa dengan Hamba Tuhan atau pergi ke gereja. Saya bersyukur saya masih bisa mengulang kembali ibadah yang dilakukan secara online di hari lain. Saya juga bersyukur boleh mengambil roti yang saya buat sendiri dan setitik anggur merah pemberian sahabat, hanya untuk mengenang dan menenangkan diri sejenak. Semua ini untuk mengingat karya Allah terbesar yang Dia ijinkan untuk saya alami bersamaNya selama ini.
Terimakasih Tuhan.
8 November 2021
0 Comments