“Surga di telapak kaki ibu”, benarlah adanya, sebab seorang ibu bisa menjadi penghantar surga dan memberikan “surga” bagi suami dan anak-anaknya. Ibu memang perempuan tetapi bagaimana bila seorang perempuan justru mengajarkan yang buruk dan membuat rumah seperti neraka bagi keluarganya?! Bukan hanya itu, bagaimana bila merusak masa depan dan kehidupan bangsa negara?!
Secara pribadi, saya takjub dengan perempuan yang selalu menuntut hak dan kewajiban suami tetapi tidak mau melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai istri. “Tak ada uang, abang tak disayang”, kira-kira demikian. Suami diperlakukan seperti “sapi perah” yang terus dituntut atas nama kewajiban. Tidak ada pun makin dipaksakan, seolah salah bila suami tidak mampu. Apa harus merampok dan korupsi dulu agar dianggap memenuhi kewajiban?! Jadi preman palak sana sini atau mengemis dan menjadi yang terhina?!
Belum lagi soal tuduhan-tuduhan dan kecemburuan yang berlebihan. Sampai banyak suami yang tidak tahan dan akhirnya benar selingkuh. Salah siapa?! Secara psikologis, mereka yang banyak menuduh, memaksa agar tuduhannya benar, dan cemburu berlebihan adalah disebabkan karena tidak percaya diri, tidak yakin dengan cintanya, dan untuk menutupi kesalahan sendiri. Takut ketahuan, gertak dan tuduh saja duluan. Perempuan cukup menangis dan “play victim”, curhat sana sini dan mempermalukan suami sendiri, merendahkan suaminya di mata orang lain, namun lelaki jadi yang selalu salah.
Membentak dan memaki suami yang semestinya dihormati dan dihargai saja sudah tidak baik, apalagi tidak mau melayani dengan tulus dan ikhlas. Malah ada ayat di Al Quran yang menyebutkan bahwa perempuan yang menolak melayani suaminya akan dijauhi oleh malaikat. Anehnya, kenapa para suami yang semestinya mendidik dan menjadi pemimpin malah jadi takut?! Bagaimana mau memimpin dan mendidik bila tidak mau berjalan di jalan kebenaran dan malah membiarkan terus berlanjut menggali lubang dosa lebih dalam?! Pasti pahit menjalaninya, lebih tenang diam saja dan membiarkan, tapi mau sampai kapan menggali dosa?!
Lebih parah lagi bila sudah mengajarkan hal buruk pada anak. Jangankan mendidik yang baik, untuk memasak dan mengurus anak sendiri saja tidak mau. Bisa bayar pembantu dan pengasuh, makan bisa beli. Lupa bahwa anak itu butuh lebih dari sekedar uang, dan kewajiban ibu bukan sekedar membuat anak rajin sekolah dan kenyang. Anak diajarkan tidak berdusta dan munafik, tapi dipertontonkan dusta dan kemunafikan orang tua, diajarkan untuk membenci dan tidak menghormati ayah mereka, apa jadinya?!
Ini belum soal kebiasaan bergunjing, materialis, konsumtif, dan malas belajar. Anak disuruh belajar tapi tidak diajarkan bagaimana belajar. Guru di sekolah dan les dianggap bertanggung jawab karena “sudah dibayar”. Ngajar anak pun sambil marah-marah dan tidak sabar, anak dijadikan “sandera” keinginan dan keegoisan orang dewasa. Anak bukan disayang tapi objek dari orang tua sendiri. Banyak alasan untuk membenarkan dan membuat jadi banyak masalah yang kian lama kian sulit dibenahi. Kasihan!
Jikapun merasa sayang anak, sampai peer anak dibuatkan, hanya untuk mengejar nilai. Ini bukan sayang, tapi merusak mental anak. Anak diajarkan berdusta secara tidak langsung dan dibuat malas serta manja. Bagaimana mau cerdas dan berguna?! Hidup bukan hanya soal makan, kerja, punya uang, rumah, berkeluarga. Sukses tidak bisa dinilai hanya dari jabatan dan harta, kesuksesan sebagai manusia beradab, beretika, berbudi luhur bagaimana?!
Bila tidak mengerti pelajaran anak, apalagi masih SD SMP SMA, kenapa tidak mau belajar untuk anak?! Paling tidak bisa menjawab pertanyaan anak yang butuh jawaban benar dari orang tua, buka dari google atau orang lain. Masa lebih penting arisan dan kerja daripada anak sendiri?!
Anak akhirnya jadi rusak, masa depan pun hancur. Sekarang bisa nampak baik-baik saja, tetapi bagaimana ke depan?! Anak yang dididik dengan dusta, kemunafikan, dan perilaku yang salah, akan terbiasa dengan itu semua. Mereka bahkan bisa secara tidak sadar, berpasangan kemudian dengan dasar dusta dan kemunafikan pula. Mereka demikian mengertinya, bukan kebenaran dan cinta, tapi dusta dan kemunafikan. Apa kata orang dan budaya, meski salah sekalipun diyakini benar dan diteruskan, terus lagi ke keturunan selanjutnya. Rusak semua. Bagaimana dengan surga?!
Tidak ada manusia yang pasti suci dan selalu benar, ibu dan perempuan pun bisa salah dan tidak bisa dibiarkan terus demkian dengan alasan apapun. Janganlah menjadi perempuan penghantar neraka, berikanlah dan hantarlah surga untuk semua. Berhenti berdusta dan munafik! Akui salah dan hentikan sifat egois, sombong, dan malas bila benar sayang dengan keluarga dan masa depan. Dan, para lelaki pun harus mampu memimpin dan menghentikan perilaku buruk ini.
Perempuan hancur, negara hancur! Perempuan rusak, negara rusak! Ingat, anak kita butuh negeri dan lingkungan yang sehat, mereka tidak bisa hidup sendiri! Surga di telapak kaki ibu, maknai dengan sebaik-baiknya bukan untuk diperlakukan bak ratu yang tidak pernah salah, tapi merupakan kewajiban untuk memberikan dan menghantarkan surga bagi semua.
Bandung, 1 November 2021
0 Comments