Pentingkah Perayaan Tahun Baru?

by | Dec 30, 2021 | Pojok

Setiap tahun masyarakat dunia heboh dengan perayaan pergantian tahun Masehi. Di mana-mana banyak yang berpesta pora, berkumpul, makan minum, kembang api, dan lain sebagainya. Tua muda, kaya miskin sama saja. Tahun baru menjadi sedemikian pentingnya untuk dirayakan dengan kemeriahan.

Tidak hanya Tahun Baru Masehi yang dirayakan, tahun-tahun baru lainnya juga banyak yang dirayakan dengan kemeriahan. Berbeda saja bentuknya dan tidak dilakukan serempak oleh seluruh dunia, tergantung tempat dan tahun baru apa. Sementara dunia penuh masalah, masih banyak yang susah, dan perlu dibantu, bahkan dalam keadaan masih harus berhadapan dengan Covid pun tidak dipedulikan.

Soal perbedaan keyakinan dan agama, bisa jadi alasan dan kontroversi. Dunia sudah sepakat dengan menggunakan tanggalan Masehi untuk mempermudah menyamakan persepsi soal waktu. Jika mau diubah, tentunya harus ada kesepakatan-kesepakatan yang diupayakan dan terus dilakukan sosialisasi. Ada banyak hal yang terkait dalam hal ini, bukan hanya soal tahun baru, bahkan digital yang digunakan dalam “gadget”, keuangan dan perbankan, dan lain-lain, harus diubah bila memang sepakat ada perubahan soal penanggalan.

Pemerintah memberlakukan pembatasan perayaan Tahun Baru kali ini, dan barangkali banyak yang tidak suka, apalagi terkait dengan pariwisata dan ekonomi. Di sisi lain, jika dilihat dari sudut efisiensi, sebenarnya bisa dilihat sisi baiknya. Untuk apa berpesta, melakukan hal-hal mubazir, konsumtif, berlebihan pada saat semestinya semua mampu prihatin dan menahan diri. Jika merasa berlebih, mengapa tidak diberikan bagi yang kekurangan?

“Saya yang capek dan kerja, saya berhak untuk menghabiskan dengan apa yang saya mau dan suka, dong!”. Alasan klasik. Apa tidak terpikir bahwa kita ini hidup tidak sendirian dan selalu membutuhkan orang lain. Bila negeri ini terus kacau dan bermasalah, lantas masing-masing individu egois dan tidak peduli, bagaimana masa depan?! Alasan untuk anak pun tidak logis sama sekali, sebab anak ke depan butuh kehidupan yang lebih baik. Jika negeri hancur karena perilaku individu saat ini, apakah anak-anak bisa bertahan di masa mendatang?

“Sudah kebiasaan dari dulu. Budaya”. Sungguh alasan yang menggelikan. Wajar saja bila susah menjadi “maju”, dunia semakin hancur. Bila mau belajar dari sejarah, bahkan dari Rasullulah, budaya yang salah bukan dijadikan alasan untuk membenarkan diri tetapi dimusnahkan. Menikahkan anak pun beliau tidak ada pesta-pesta meriah, apalagi Tahun Baru. Sedemikian takutnyakah dengan kebenaran?! Yang kecil saja tidak berani, kenapa menuntut yang besar?! Doa tanpa usaha dengan jalan yang benar, sama saja bermimpi di siang bolong.

Inti dari adanya perayaan Tahun Baru itu sendiri bukan sekedar introspeksi diri lalu membuat resolusi, dan dilupakan begitu saja. Perenungan diri tidak bisa dilakukan dengan pesta dan perayaan. Butuh proses ketenangan dan kedewasaan. Mengakui salah dan kurang saja tidak semudah berkata-kata. Banyak maunya, banyak mintanya, kapan mampu memberi dan mengerti?!

Menurut saya pribadi, semestinya tidak ada perayaan pesta dan kemeriahan saat ini untuk perayaan apapun, bukan hanya Tahun Baru. Malu hati pada yang Maha Kuasa dan para pendahulu yang sudah mencoba memberikan contoh baik. Berhenti beralasan dan mencoba berubah menjadi lebih baik, jauh lebih bermanfaat. Pesta hanya sekejap, uang habis, banyak hutang pula! Giliran untuk sekolah tidak ada biaya, mengaku miskin. Modal kerja, tidak punya! Yang benar saja!

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This