Pada malam ini, aku berada di sebuah pasar malam. Pasar malam ini bisa dikatakan menjadi sebuah tradisi masyarakat, dimana pasar malam ini rutin diselenggarakan sebelum pabrik gula mulai beroperasi kembali untuk menggiling Tebu.
Masyarakat sekitar pabrik gula khususnya daerah Sragi di Kabupaten Pekalongan tempat pabrik gula ini didirikan, sering menyebut pasar malam yang diadakan tadi dengan sebutan pesto, mungkin plesetan dari pesta karena pasar malam ini diadakan untuk merayakan panen raya Tebu.
Di pasar malam ini, suasana yang ramai sangat begitu terasa. Dimana di dalam pasar ini tidak hanya berisi pedagang yang menjual dagangannya, akan tetapi ada juga berbagai wahana permainan yang kulihat begitu padat antreannya. Dibarengi dengan hal tadi kulihat berbagai lapak dagangan berjejer di pinggir jalan di sekitar pabrik gula, yang juga ramai dipenuhi orang yang sedang melihat-lihat beraneka ragam benda, makanan, maupun hewan peliharaan yang dijual.
Akupun akhirnya penasaran dan ingin juga untuk ikut menelusuri lapak dagang yang kulihat. Para pedagang tersebar di sisi kanan dan kiri jalan yang cukup lebar dengan keramaian yang tak bisa diungkap. Aku mulai menelusuri pedagang di lajur jalan tempat aku berjalan, yaitu lajur sebelah kanan.
Kulihat di awal jalan sebelah kanan diawali pedagang sepatu, di lapak ini aku hanya melihat-lihat berbagai merek sepatu yang ada, kulihat sepatu yang dijual di sini beraneka ragam. Ada yang untuk wanita, pria, dan anak-anak. Dari berbagai sepatu ada yang bermerek dan tidak bermerek. Namun entah, apakah sepatu yang bermerek tadi asli atau hanya duplikat saja, karena harganya yang kuperhatikan tidak wajar.
Setelah dari lapak dagangan sepatu tadi, kuberanjak ke lapak sebelahnya, disini kulihat seorang pedagang mainan Yoyo dengan kelincahan tangannya bermain Yoyo menggunakan teknik penuh kerumitan. Kuperhatikan dengan antusias permainan tersebut, beberapa kali aku takjub ketika melihat beberapa trik yang mengagumkan. Penjual tadi memainkan Yoyo sembari lantang menawarkan Yoyo yang dijual. Akupun akhirnya membeli Yoyo karena rasanya aku juga ingin bisa memainkan Yoyo dengan berbagai trik yang menurutku keren, melalui proses belajar tentunya.
Setelah membeli Yoyo, akupun beranjak ke lapak sebelahnya. Di lapak ini kucium aroma khas kerak telur yang sebenarnya sedari tadi aroma tersebut membersamaiku ketika aku membeli Yoyo. Akupun akhirnya juga membeli kerak telor, karena rasanya sudah waktunya juga untuk mengisi perut dengan makanan yang jarang kutemui. Namun untuk membeli kerak telor tadi, bukanlah suatu yang mudah. Disini tingkat kesabaran diuji, karena banyaknya orang yang mengantri untuk membeli.
Meskipun harus mengantri, akupun tidak goyah untuk tetap membeli. Disela antrian mengantri, aku memandang lapak dagangan sekitar yang belum kuhampiri dengan penuh keramaian, rasanya ingin sekali menelusuri semua lapak yang ada. Namun pastilah akan melelahkan jika kutelusuri semuanya, akupun berencana pulang setelah membeli kerak telor.
Disaat antrianku semakin dekat dengan penjual, semakin jelas pula penampakan tempat pedagang menyajikan kerak telor untuk dijual. Akupun antusias memperhatikan cara memasak kerak telor yang khas, yaitu dengan wajan yang dibalik.
Ditengah kesabaranku mengantri dari tadi dan antusiasmeku memperhatikan penyajian kerak telor, tiba-tiba datang ibu-ibu entah darimana dan berkata padaku “Permisi mas, saya mau beli kerak telor”. Akupun terkejut terheran-heran, terbesit kata-kata dalam hatiku “Dia pikir aku disini untuk apa???”
Pekalongan, Juli 2022
Muhammad Octa
0 Comments