Pancasila dalam Jaringan

Aug 23, 2021 | Opini

Oleh: Arifiani Amalia

“Galuda Pancasila…akulah pendukungmu. Patliot Ploklamasi…malilah belkolban untukku. Pancasila dasal negara. Lakyat adil makmul sentosa…. Plibadi bangsaku…ayo maju… maju… ayo maju…maju…ayo maju..maju”.

Sekelumit nyanyian terus menguar dari bibir mungil Keisya, balita 3,5 tahun yang hampir tiap hari menyanyi Garuda Pancasila dengan iringan tepuk tangan dan suara khas cedal balita. Gadis kecil itu mungkin belum paham apa makna sebenarnya dari Garuda Pancasila, tapi ia senang sekali menyanyikan lagu itu. Ingatanku lantas melaju pada puluhan tahun silam, ketika berusia beberapa tahun di atas Keisya. Waktu itu aku masih bocah SD yang tiap jam 7 malam duduk anteng di depan televisi menanti gambar Garuda Pancasila ditayangkan berikut menirukan lagu tersebut. Bocah SD pada masa itu tentu hafal di luar kepala Garuda Pancasila.

Namun di masa kini, anak-anak belum tentu mengenal TVRI, chanel televisi satu-satunya di masa itu yang setia memutar lagu nasional Garuda Pancasila. Acara wajib mereka telah lama tergantikan oleh Upin Ipin atau Boboboy, dua serial kartun kondang asal negara tetangga. Belakangan ketika anak-anak mulai sekolah dari rumah di masa pandemi ini, tak bisa dibantah lagi bahwa chanel youtube kini menjadi yang terfavorit. Mereka bisa nonton kartun apa saja disana dalam sekali klik.

Lalu bagaimana Keisya bisa tahu tentang Garuda Pancasila sampai sehafal itu? Dari youtube? Bukan. Orangtuanya membatasi waktu untuk pegang HP. Syukurlah anak seusia Keisya masih bisa dibohongi dengan kata tak ada sinyal, jadi saat dia pegang HP yang diarahkan mamanya adalah galeri tempat tersimpan foto dan video dengan kondisi data selular off.

Suatu saat di siang yang cerah, Airin bocah 5 tahun kakak Keisya melafalkan Pancasila dengan intonasi yang jelas.

“Pancasila. Satu, ketuhanan yang maha esa. Dua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, persatuan Indonesia. Empat, kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan. Lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Diakhiri dengan baik, Airin sangat senang ketika mama dan papanya memuji penampilannya dan memberikan dua jempol.

Mama dan papa Airin mendiskusikan kegiatan penugasan daring anak mereka hari ini, salah satunya adalah melafalkan Pancasila yang direkam lewat voice note. Jadi, guru lewat grup WA kelas mengirimkan arahan dan voice note Pancasila untuk ditirukan anak ketika dirumah, dan bukti rekaman dikirim orangtua ke grup WA kelas. Karena Airin sudah duduk di bangku TK, biasanya ada beberapa kegiatan sebelum tugas utama harian. Salah satunya berdoa sebelum belajar, senam tepuk jari, latihan menulis dan kemampuan berbicara seperti melafalkan Pancasila. Semuanya dilakukan secara daring dengan bimbingan orangtua.

Sementara Keisya, orangtuanya berharap dia bisa belajar sosialisasi dengan lingkungan ketika didaftarkan sekolah PAUD Kelompok Bermain / Play Group (KB). Namun apa daya, pandemi tetiba mendera. Jadilah Keisya mengenal guru dan teman lewat hp, mau tidak mau. Penugasan untuk anak PAUD tentu tidak sebanyak anak TK dan tidak setiap hari. Hari ini kebetulan keduanya diberi materi tentang Pancasila. Si adik Keisya, dikirimi video lagu “Garuda Pancasila” dan arahannya adalah berlatih menyanyi di rumah bersama orangtua. Tidak harus hari itu juga mengirim video anak menyanyi. Barangkali gurunya sudah paham, lagu tersebut bukan lagu sederhana untuk anak usia dini, apalagi maknanya cukup dalam dengan kosakata yang juga tidak sederhana untuk dicerna.Tapi di luar dugaan, Keisya suka lagu itu. Dengan beberapa kali take, dia sudah hafal.

Ya. Pancasila dan Garuda Pancasila ternyata bisa dikenal secara daring. Mengenai sedalam apa mengenal lambang negara ini, wallahualam. Pada saatnya nanti ketika bocah-bocah itu bertambah umurnya, pasti mereka akan tahu lebih banyak tentang Pancasila. Tidak sekadar hafal namun juga paham.

Dan ternyata youtube bukan satu-satunya referensi anak masa kini. Referensi utama mereka tetap dari sekolah, dari guru. Ketika banyak pihak mempertanyakan efektifitas dan kualitas sekolah daring, Keisya dan Airin adalah bukti produk daring. Bahkan di jenjang sekolah paling dasar, mereka mengawalinya secara online. Di satu sisi, kemerdekaan beraktivitas terasa terenggut selama wabah ini mendera terutama keterbatasan akses motorik, namun di sisi lain merdeka belajar dan bereksplorasi menjadi nilai tambah bagi anak usia sekolah terutama aspek kognitif.

Satu hal, harapan kita semua semoga Ibu Pertiwi segera sembuh, merdeka dari jajahan corona yang membuat satu persatu tumbang. Indonesia harus bangkit. Sematkan nilai-nilai pancasila di segala sektor. Selamat menyongsong hari kemerdekaan.

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This