Paling seru mengotak-atik otak, apalagi yang diotak- atik adalah otak keledai. Tidak ada isinya, bahkan seperti masih baru dan belum terpakai. Lipatannya pun sedikit sekali, masih mulus, sehingga sangat mudah dipermainkan. Mau diisi apa juga ditelan mentah-mentah begitu saja meski merasa sudah pandai dan berpikir keras. Lucu!!!
Keledai mau diapakan juga tetap saja keledai, kecuali Allah memberikan anugerah untuk mampu berubah. Suara buruknya tidak akan pernah berubah, tidak enak di telinga dan di hati, bisa membuat bunga-bunga di taman hati langsung layu terbakar. Sebagai keledai tentu saja tidak merasa, bahkan selalu merasa paling benar dan baik, merasa suaranya paling merdu. Entah karena terlalu percaya diri atau justru karena saking minder dan pengecutnya.
Di dunia nyata, keledai memiliki kemampuan melihat di dalam gelap karena matanya memiliki infra merah. Bekerja seperti alat peropong pasukan tentara yang sedang berperang di tengah hutan atau malam hari. Nah, kalau keledai dua kaki yang kebanyakan ada, di dunia nyata juga, sepertinya pandai sekali menggunakan kemampuan melihat dengan infra merah ini. Buktinya, yang dilihat adalah selalu kegelapan dan yang buruk dari orang lain, kemaluan orang lainlah yang diotak- atik!!! Sementara karena tidak punya rasa malu, dan terlalu pengecut untuk mengakui salah, ya akhirnya kemaluan orang lain dibuka untuk menutupi kemaluannya yang sudah hilang.
Jangankan mampu menghormati, berterima kasih dan bersyukur sepertinya tidak ada di dalam otak keledai. Tahunya hanya memaksa, menuntut, dan meminta. Ego dipelihara untuk kepuasan diri, dan sama sekali tidak memiliki rasa bersalah. Untuk menjadi objektif tidak bisa, sebab yang lain adalah objek atas pemikirannya yang bodoh dan sempit. Pokoknya “Saya benar” dan “Kamu Salah!” Seru!!!
Jangankan menulis, membaca saja tidak bisa, ko! Paling hanya membaca huruf dan kata, tapi arti dan makna katanya tidak paham sama sekali sehingga mudah dijebak dan terjebak. Berhubung takut dianggap bodoh, kunci akhirnya adalah marah, menuduh, menangis, dan berlagak sebagai korban. Mudah sekali ditebak!!!
Apalagi untuk mengerti urusan seni murni, paling cuma tahu mahal atau murah, berapa harganya, dan sedang trend atau tidak. Tidak mau belajar melihat apa sebenarnya seni, karena memang tidak mudah. Tidak bisa hanya andalkan nalar, harus sampai ke inti dari hati. Bila nalarnya saja masih “mulus”, bagaimana dengan hatinya? Kosong melompong seperti botol kosong.
Tidak perlu marah menghadapi para keledai apalagi yang durjana. Mereka tidak sanggup tersenyum karena hati dan pikiran serta perbuatannya terlalu busuk akibat bodoh. Makin marah, keledai ini makin kelihatan bodohnya. Tertawakan saja meski kesal sekalipun. Namanya juga keledai, otaknya angin saja isinya.
Makanya, dianjurkan untuk berilmu dengan segala kerendahan hati agar tidak menjadi jahat. Ibadah bukan hanya soal bicara dan mendengar, membaca dan menulis, tapi mempraktikkannya dengan kesungguhan hati dan keberanian. Jangan sampai mempunyai otak seperti keledai yang mudah diotak-atik dunia!
Bandung, 1 November 2021
Mariska Lubis
0 Comments