Minim, Peran Perempuan dalam Politik Diplomasi Indonesia

Dec 22, 2021 | Internasional

“Studi yang membahas perempuan dalam politik luar negeri Indonesia masih sangat marginal. Dari representasi aktor, perempuan masih sangat sedikit jika dilihat dari perwakilan Indonesia di negara-negara ataupun lembaga-lembaga internasional atau multilateral,” kata Dr Atnike Sigiro akademisi Universitas Paramadina pada diskusi twitter space Universitas Paramadina “Evaluasi Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia 2021 ; Ekonomi, Pembangunan dan Gender”, Selasa, (21/12/201).

“Dari sekitar 90 lebih duta besar Indonesia, hanya 15 di antaranya adalah dubes perempuan. Artinya perempuan yang berhasil meniti jenjang karir di dunia diplomasi masih sangat sedikit. Meskipun Menteri Luar Negeri RI sekarang adalah perempuan,” imbuhnya.

Atnike juga mengeritik kerjasama Indonesia pada beberapa lembaga multilateral semisal ASEAN yang hanya 10 negara. Indonesia semestinya bisa lebih bersuara pada persoalan-persoalan gender. Lagipula ASEAN sudah memiliki ASEAN Commission on The Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Tetapi peran lembaga tersebut di ASEAN masih marginal. Padahal di masa pendemi sekarang, perempuan sudah diakui oleh dunia internasional sebagai sosok yang memikul beban lebih banyak di rumah tangga, dari soal pendidikan anak sampai pada urusan lainnya di masa pandemi covid 19.

Sementara itu rektor Universitas Paramadina Prof Dr Didik J Rachbini dalam pengantar diskusi mengatakan Diplomasi RI di masa lalu pada jaman Menteri Luar Negeri Ali Alatas, sangatlah kuat dalam prinsip bebas aktif yang teguh. Politik luar negeri Indonesia ketika itu punya peran yang berwibawa dan sangat dihormati baik di lingkup ASEAN ataupun dunia internasional.

“Namun anehnya diplomasi RI saat ini terkesan lembek. Bisa jadi hal itu akibat Indonesia seperti telah terafiliasi atau menjadi subordinasi secara ekonomi maupun politik ke negara tertentu, khususnya China. Hal mana sebetulnya afiliasi ekonomi politik seperti ini sangat merugikan Indonesia. Dalam hubungan ekonomi dengan China, Indonesia mengalami defisit besar, yang memperlemah ekonomi nasional karena barang impor apa pun masuk, sampah-sampah antara lain mainan anak dan lain-lain produk masuk ke Indonesia dengan tak terkendali tanpa kebijakan proteksi,” tuturnya.

Saat ini menurut Didik J Rachbini Amerika Serikat (AS) terlhat berusaha untuk merebut Indonesia dari pengaruh China. Namun karena sepertinya telah terafiliasi maka upaya AS tidak mudah dan menjadi agak sulit karena pengaruh China cukup kuat akibat afiliasi politik domestik berubah arah.

“Dalam masalah China yang tiba-tiba saja memberi peringatan keras kepada Indonesia agar tidak lagi mengeksploitasi minyak laut lepas di blok Natuna- Padahal blok Natuna adalah wilayah kedaulatan Indonesia-Respons Indonesia dalam hal ini juga lemah dan tidak terlihat tegas,” kata Didik J Rachbini lebih lanjut.

Ahmad Qisai Ph.D., dosen Paramadina Graduate Scool of Diplomacy pada diskusi tersebut menyatakan terkait politik dan diplomasi Indonesia dalam hubungan dengan dokumen Sustainable Development Goals (SDGs) dunia, satu hal penting adalah terkait pembiayaan pembangunan, baik berasal dari domestik ataupun dunia internasional. Meski kebijakan SDGs domestic selalu disampaikan dengan baik di forum internasional, tetapi fakta domestik ihwal isu pembiayaan pembangunan terdapat “PR” besar yang harus diselesaikan.

“Pada point 16,4 tentang Pemulihan Aset, pada RPJMN jelas disebut soal pemanfaatan pemulihan asset sebagai strategi pencegahan korupsi, tapi faktanya pada uraian tahun 2022 soal RUU pemulihan asset menjadi hilang. Terkesan tidak ada keseriusan pemerintah dalam memanfaatkan instrument domestik ini dalam mengakses sumber daya yang disembunyikan oleh para koruptor di luar negeri,” paparnya.

“Harus ada instrument hukum domestik yang mutlak diperlukan dalam strategi pemulihan asset. KUHP tidak cukup kuat karena belum sepenuhnya spesifik jika bicara masalah pemulihan asset. Instrumen hukum global telah diratifikasi tentang Asset Recovey, tetapi belum ada instrument hukum domestik yang mendukung ke arah itu,” pungkasnya menutup diskusi. (017)

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This