Mimpi

Nov 20, 2021 | Cerpen

Aku baru saja terbangun dari dunia fantasiku, astaga aku baru sadar jika alarmku tidak berbunyi, dengan cepat aku mengambil benda persegi di nakas meja dan melihat jam. Melihat angka yang tertera pada benda digital tersebut membuatku sedikit tersentak dan segera berlari ke arah kamar mandi untuk sekedar membasuh muka dan menyikat gigiku. Setelah selesai dengan acara dikamar mandi aku segera menyambar atasan seragam sekolahku dan menyalakan laptop untuk mengecek apakah hari ini ada jadwal untuk kelas online. Sambil menunggu laptopku sepenuhnya nyala, aku memutuskan untuk keluar dari kamar lalu berinisiatif untuk membuat roti bakar dan memberi makan kucing peliharaanku.

“Selamat pagi tubinieku yang manis.” Kuelus kepala mungilnya sambil terkekeh kecil.

Setelah selesai dengan urusan perutku dan perut tubinie, aku kembali lagi ke dalam kamar dengan sedikit tergesa. Setelah mengecek jadwal kelas online aku hanya bisa mengeluh kecil, “hari ini tidak ada meeting, hanya saja tugas yang menumpuk lagi” dengan langkah yang berat dan perasaan yang sedikit dongkol aku melepas seragamku dan menggantinya dengan piamaku tadi pagi. Aku mulai mengerjakan tugas yang barusan diberikan oleh sir Arga, ia memintaku untuk mengerjakan tugas BK. Saat hendak mengerjakan tugasku aku mendapatkan panggilan telepon dari sahabatku Rigelleo.

“Halo Rigelleo ada apa?” aku menyelipkan benda persegi itu di antara bahu dan daun telingaku, aku tidak mendapatkan jawaban tapi aku hanya mendengarkan isak kecil dari seberang sana. Aku berusaha untuk menenangkannya dengan memberi kata-kata penenang kepadanya, lalu tak berselang lama aku mulai mendengarnya berbicara.

“Leona aku lelah, aku lelah dengan tugas sekolah yang tidak berujung ini, aku tertekan Leona, aku bahkan tidak mendapatkan waktu untuk beristirahat barang sejenak. Dari pagi hingga petang kuhabiskan untuk mengerjakan tugas tugasku, dan entah mengapa aku juga mulai kehilangan rumahku Leona, setiap pagi aku mendengarkan adik dan ibuku bertengkar hanya karena masalah sekolah, aku muak Leona semua ini sangat menjijikkan aku membenci keadaanku saat ini, aku laki-laki yang lemah, hanya bisa mengeluh seperti ini maafkan aku Leona aku adalah sahabat yang payah.” Jujur aku mulai ikut merasakan hal yang sama dengannya tapi untuk sekarang bukan saatnya membicarakan masalahku, hal pertama kali yang muncul di benakku ialah Rigelleo sedang memerlukan sandaran sekarang.

Aku mengubah panggilan telepon kita menjadi panggilan video agar aku bisa melihat kondisi Rigelleo dengan jelas. Aku hampir menangis melihat keadaan Rigelleo yang sekarang, surai brunettenya yang berantakan, kantong matanya yang sangat besar dan gelap jangan lupakan tatapan putus asa miliknya, kamarnya yang remang-remang, dan sangat berantakan samar-samar aku mendengarkan suara teriakan seorang wanita dan anak laki-laki yang sedang beradu mulut.

“Rigelleo, jika kau masih ingin menangis menangislah aku ada di sini untukmu aku juga akan menangis bersamamu, karna kau tidak sendirian Rigelleo aku juga mengalami hal yang sama denganmu” dengan lirih aku mengatakannya dan mulai ikut menangis dengan Rigelleo, demi tuhan keadaannya sangatlah kacau, jika tidak ada pandemi seperti ini aku akan menculiknya ke apartemenku dan memeluknya. Setelah 15 menit menangis bersama aku mulai terkekeh dan tersenyum.

“Rigelleo kau tahu, ada seseorang yang mengatakan ini kepadaku, ia berkata akhirnya semua ini akan berlalu, jujur terkadang aku ingin sekali menyerah dan berhenti memperjuangkan semua ini, karena secara pribadi aku tidak sanggup lagi untuk berjuang. Namun ada satu hal penting yang harus kau ketahui. Yaitu jangan mudah menyerah apa pun itu masalahnya kamu pasti bisa, kamu hanya kelelahan beristirahatlah sejenak lalu bangkit untuk berjuang lagi” Rigelleo tampak sedikit tersentak mendengarnya, ia mulai menangis lagi, tangisannya terlihat seperti tangisan yang melegakan. Ia menangis sambil tersenyum tulus.

Ia tampak lebih tenang, bahkan sesekali tersenyum ke arahku. Aku menyuruhnya untuk membenahi dirinya terlebih dahulu lalu kembali berbicara denganku. Setelah 10 menit ia berbenah akhirnya dia kembali lagi ke hadapanku. Ia mengucapkan terima kasih. “Leona sungguh aku tidak tahu hatimu terbuat dari apa, namun bukan itu masalahnya aku bersyukur memiliki sahabat perempuan yang kuat sepertimu. Sebagai bentuk balas budiku kepadamu aku akan menjagamu seperti kau menjagaku. Sedikit berlebihan memang tapi itu kenyataannya” Rigelleo lantas menunjukkan senyum tipis yang menawan, dan aku hanya bisa mengangguk pelan dan membalas senyumannya.

“Setidaknya tuhan masih berbaik hati untuk mempertemukanku denganmu Leona, entah kebaikan apa yang pernah kulakukan di masa lampau hingga aku bisa mendapatkan sahabat bak permata sepertimu” ucap Rigelleo dengan sedikit menggodaku. “Oh dan sampaikan pesan selamat pagiku kepada tubiniemu yang menggemaskan itu, dan selamat pagi Leona kuharap harimu menyenangkan setelah ini. Setelah membalasnya lantas aku mematikan panggilan videoku, dan menghela napas pelan.

Astaga aku semakin merindukan sahabat gulaku yang manis tadi. Semoga mimpi buruk ini cepat berakhir, dan aku bisa bertemu dengannya.

Malang, 19 November 2021

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This