Oleh: Arifiani Amalia, Guru SMAN 8 Malang
Telah tiga kali Meila bermimpi hal serupa. Mimpi yang menurutnya sangat menakutkan sekaligus mengerikan. Di alam mimpinya, ia melihat asap menggumpal, membubung melalui atap rumahnya. Bahkan, mimpi-mimpi itu seperti sebuah tayangan sinetron bersambung. Saling berkaitan satu sama lain dan tampak begitu runtut.
Tiba-tiba ia teringat Vico, kawannya yang seorang Indigo. Seminggu lalu Vico mengatakan padanya kalau ia melihat kebakaran hutan yang sangat hebat di sebuah daerah. Apakah mimpi ini berkaitan dengan gambaran yang dilihat mata batin Vico? Ah, entahlah. Dia tak ingin banyak berpikir.
Segera Meila menengok jam dinding di kamarnya.
“Sial! Sudah jam 6. Aku bisa telat masuk kerja, nih!” gerutu Meila, yang lantas menarik selimut dan bergegas ke kamar mandi.
Di kantor, Meila beraktivitas seperti biasa. Namun, belum lama ia duduk, HPnya berdering.
“Ya Bu, ada apa?”
“Nduk… Kamu pulang Nduk.. Cepat pulang” di seberang sana, suara Ibunya terdengar lirih dan bergetar.
“Lho, Meila baru saja sampai kantor, Bu. Belum ada satu jam duduk. Memang ada apa, Bu? Apa barang Meila ada yang tertinggal di rumah?” sahut Meila.
“Tidak ada, Nduk. Sudah, kamu pulang saja sekarang. Ikuti kata ibu. Coba izin ke pimpinanmu. Ayahmu…” belum selesai kalimat yang hendak dilontarkan, Ibu sudah sesenggukan. Meila kebingungan.
“Ada apa sih Bu? Ayah kenapa?”
“Sudah kamu pulang saja, Nduk!”
Pikiran Meila semakin tidak menentu, ia takut terjadi hal yang tak diinginkan, tapi Meila mencoba untuk berpikir positif. Meski sejak bangun tidur tadi ia terus dihantui mimpi aneh semalam. Semoga saja tidak ada apa-apa.
Sesampainya di rumah, Meila langsung menuju kamar ayah. Nihil, ia tak menemukan siapapun. Langkahnya terhenti di ruang tengah.
“A.. Ayah… ” melihat kondisi ayahnya, kata-katanya tercekat di tenggorokan, lidahnya kaku dan kelu. Sementara ibu berada di samping ayah, tak berhenti sesenggukan… menangis darah. Iya..! Ibunya terus menangis, tapi bukan air mata yang keluar, melainkan darah!! Meila terbelalak kaget.
Sementara sang ayah, tangannya menadah ke atas, kakinya bergetar hebat menendang-nendang meja, bagian bawah tubuhnya menggelinjang tak karuan, bagian atas kaku. Dari mulutnya terus mengeluarkan paku-paku.
Sekilas Meila menangkap titik air di sudut mata sang ayah. Musibah apa yang kau berikan pada kami, Tuhan?
0 Comments