Jagad hiburan dibuat heboh dengan tayangan drama korea (drakor). Tidak hanya itu drakor berhasil menghipnotis mayoritas generasi milenial kita. Sungguh spektakuler?
K-pop ibarat pandemi corona siapa yang melihatnya pasti akan terpapar.
Perpadanan aktor ganteng dan narasi cerdas menjadi atmosfer tersendiri, utamanya bagi kaum hawa tidak hanya sekedar mengisi waktu luang, bahkan di sela-sela pekerjaan mereka di kantor seakan mengisolasi dirinya untuk selalu terpana dengan drakor.
Sungguh mengejutkan kisah drakor telah membuat candu masyarakat Indonesia. Bahkan, mereka ikhlas terbius oleh karakter yang diperankan para aktris Korea tersebut. Sehingga sulit membedakan antara kisah fiksi atau nyata. Apakah kalian salah satu dari mereka di dalamnya?
Indonesia termasuk salah satu negara di Asia yang “demam Korea.” Drama Korea menyajikan budaya Korea Selatan di dalam lakonannya. Hal ini menjadi sangat memikat karena internalisasi budaya pada produk hiburan akan dinikmati secara tidak sadar. Dengan begitu, produk hiburan menjadi sarana yang strategis dalam menyebarkan kebudayaan yang dilakukan Korea Selatan melalui Drama Korea.
Bagaimana reaksi kita melihat adanya fenomena “Drama Korea” yang menjadi sebuah rumor yang selalu gres dan hangat untuk dibicarakan saat ini.
Melalui Survei Neilsen Cross Platform menunjukkan bahwa di tahun 2017 terdapat sebanyak 44% kebutuhan screen masyarakat Indonesia di 11 kota terpenuhi lewat layanan internet dan TV online, seperti Netflix, Iflix, dan Hooq. Nah, jenis tontonan yang laris manis di layanan ini adalah drama-drama produksi Korea.
Demam drama Korea telah mewabah selama beberapa tahun terakhir. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, akses untuk menyaksikan salah satu produk gelombang Korea (Hallyu) ini pun menjadi lebih mudah.
Konten drama Korea yang biasanya hanya terdiri dari 16 sampai 20 episode tak jarang membuat pemirsa ingin mengikuti kisahnya sampai akhir secara maraton. Alhasil, segala cara dilakukan, mulai dari menonton semalam suntuk, menyaksikan lewat ponsel genggam di transportasi umum, hingga memanfaatkan waktu libur.
Kehadiran drama Korea tidak saja berdampak pada perorangan saja, tapi juga budaya di suatu negara. Melansir Independent, kehadiran drama Korsel dianggap mampu mengguncang rezim Korea Utara. Pemerintah Korea Utara pun mengkhawatirkan bahwa drama Korea bukan sekadar menjadi kesenangan sederhana saja, tapi justru mempengaruhi kesadaran dan pemikiran sosial.
Indonesia sendiri, meskipun tidak ada kasus ekstrem tapi drama Korea pun bak pandemi. Tak jarang ditemukan pengguna transportasi umum yang mengisi waktu dalam perjalanan mereka dengan menyaksikan serial drama Korea kesayangan.
Kemudian apa yang harus kita lakukan menghadapi fenomena drakor. Mereka –mereka yang mendapatkan banyak keuntungan dari tayangan drakor pasti kontra dan mengamini.
Terlepas pro-kontra tentang drama Korea menurut pengamatan penulis, kalau hal ini berlarut. Merupakan ancaman bagi pelemahan wajah nasionalisme bangsa ini, bagaimana tidak? Negara ini layaknya sebuah lukisan yang keberadaannya akan semakin kokoh jika dibingkai dengan kekuatan, apakah kekuatan itu ? Nasionalisme, drama korea telah menggeser karya bangsa ini. Milenianal lebih mengenal nama aktor korea daripada nama pahlawan Indonesia.
Dalam sejarah perjalanan bangsa ini carut marutnya perlawanan melawan penjajah dikarenakan perlawanan yang masih bersifat kedaerahan. Hal ini diperkeruh dengan politik de vide et imperanya Belanda. Pada akhirnya memunculkan kesadaran bersatu. Dan melahirkan jiwa nasionalisme. Di tengah kehidupan yang seakan tiada jarak ancaman nasionalisme perlu dipupuk, dikembangkan dan dijaga keberadaannya.
Terlebih Indonesia merupakan negara multikultural. Disamping sumber kekayaan potensi konflik juga sangat besar. Bangsa ini estafet eksistensinya ada di tangan generasi muda. Jika generasi mudanya tidak menjaga budayanya maka tidak mustahil Indonesia akan menjadi negara gagal dan hilang dalam peta dunia.
Kita berharap akan tiba saatnya, Indonesia juga bisa menayangkan dan memproduksi suatu tayangan yang berkualitas dengan mengangkat isu-isu sosial dan masalah yang ada di negeri tercinta ini. Memperkenalkan budaya Indonesia di mata dunia yang dibungkus dengan tontonan semenarik mungkin. Sehingga budaya kita menjadi tuan di negeri sendiri, dan warga dunia juga akan mengenal budaya Indonesia. Dan bukan yang terjadi seperti saat ini millenial bangsa Indonesia menggila drakor, ini adalah ancaman serius bagi bagi identitas bangsa, nasionalisme Indonesia. Kesadaran seperti ini harus dimulai dari diri sendiri.
Kesejatian nasionalisme, dibangun dari sejarah bangsa bukan secara belaka meniru dari nasionalisme asing, namun lahir dari hasrat akan jiwa dari manusia. “Nasionalisme bukan slogan mati, tapi pengorbanan kolektif membela visi”.-Najwa Shihab-
0 Comments