Di masa pandemi, atmosfer membangun ‘brandingā adalah tuntutan untuk menjadi cermin bagi diri dan peserta didik, yang akan menjadi nilai tersendiri sebagai potret guru profesional.
Tuntutan untuk harus merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan rencana tindak lanjut, serta pengembangan bahan dan materi ajar yang terbarukan harus āterupdateā. Keterbaruan media ajar guru menjadi sumber referensi dan parameter peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini kudu dilakukan agar peserta didik tidak merasa āboringā dengan materi yang kita ajarkan.
Tidak mudah untuk menyajikan pembelajaran seideal itu, namun kita harus berupaya sebagai bentuk tanggung jawab dan tantangan profesi guru yang kita emban.
Guru jangan terjebak dalam keterpurukan menghadapi IT (Teknologi Informasi), mengapa ada orang yang bisa cepat bangkit dari keterpurukan, dan sebaliknya? Hal itu karena perbedaan cara bereaksi terhadap kesulitan yang dipengaruhi oleh sumber daya psikologis yang dimiliki oleh seseorang.
Salah satu sumber daya psikologi yang dapat mendorong seseorang untuk bangkit dari keterpurukan adalah “resiliensi”. Menurut Grotberg (1999), resiliensi adalah seseorang dalam mengembangkan kemampuan diri untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat, dan mentransformasikan pengalaman-pengalaman yang sulit menuju pencapaian adaptasi yang positif. Seseorang yang memiliki resiliensi yang baik dapat menjalani kehidupannya lebih bermakna, dapat melewati masa keterpurukan dengan cepat, percaya diri, tidak mudah putus asa, pandangan hidupnya akan lebih positif, dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.
Potensi teknologi di masa pandemi memiliki daya yang cukup kuat untuk menunjang pembelajaran daring. Teknologi dalam meningkatkan pembelajaran memiliki ruang yang sangat potensial. Namun, perjalanan menjadi pembelajar untuk mencapai tingkat-tingkat manfaat teknologi tersebut cukup lama.
Dalam pembelajaran yang maraton ini, kadang kita akan unggul kadang ketinggalan. Di sinilah motivasi merupakan kunci, guru perlu menjadi “resilien”. Manfaatkan setiap momen keunggulan guru sebagai energi untuk semakin melesat, dan menyadari bahwa setiap momen ketinggalan adalah hal yang lumrah dan kita perlu mengatur energi untuk mengejar.
Untuk mengelola resiliensi agar semakin efektif, kita harus mengerti seberapa jauh atau seberapa dekat kita dengan garis finis. Dalam maraton menuju “elearning”, Dr. Ruben Puedentera merancang kerangka SAMR.
SAMR adalah suatu kerangka yang mengilustrasikan tingkat kematangan seseorang memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Tingkat kematangan ini terdiri dari (mulai dari tingkat pemula ke mahir): Substitution, Augmentation, Modification, dan Redefinition. Semakin matang kita memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran, semakin besar peningkatan proses dan hasil yang terjadi dalam pembelajaran.
Bagaimanakah cara guru menggunakan teknologi (hardware dan aplikasi) yang sudah dipelajari untuk mengembangkan pembelajaran? Setiap tingkat lanjut (Augmentation, Modification, dan Redefinition) menuntut guru untuk mengubah kegiatan dan/atau tujuan pembelajaran. Mengetahui ini (kegiatan dan tujuan pembelajaran) membantu guru menakar dengan lebih akurat seberapa besar resiliensi yang diharapkan untuk menerobos masing-masing tahapan tersebut.
Substitution, Teknologi (baru) digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang sama persis dengan ketika teknologi tersebut belum diadopsi. Augmentation, Teknologi (baru) digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang serupa dengan ketika teknologi tersebut belum diadopsi. Namun demikian, teknologi sekarang sudah mulai digunakan agar kegiatan tersebut lebih intensif. Modification, Teknologi (baru) digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang sudah dimodifikasi cukup jauh dibanding versi sebelumnya. Redefinition, Teknologi (baru) digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang tidak mungkin bisa diselenggarakan tanpa teknologi baru tersebut.
Sebagai guru, terlebih di masa pandemi wajib hukumnya bagi guru menumbuhkan semangat adaptif terhadap teknologi. Dalam proyeksi yang paling dekat adalah bagaimana mempola peserta didik tidak kehilangan momentum belajar di masa pandemi. Dengan keterbatasan fisik, koordinasi dan komunikasi āRuang Pembelajaranā harus tetap dibangun dengan menyenangkan dan ideal untuk menumbuhkan psilokogis yang jauh dari tuntutan maupun bebanābeban berat yang menjadi fenomena bagi peserta didik selama pandemi.
Di masa pandemi harapan-harapan ini tentunya hanya bisa dijawab dengan baik apabila guru memiliki semangat adaptif (kemampuan nonteknis (soft skill)) yang tinggi terhadap esensial teknologi. Dengan teknologi membantu penerapan pola pembelajaran 4C (Critical Thinking, Communication, Collaboration, Creativity and Innovation), ruang kolaborasi dan berbagai pola komunikasi secara konstruktif dapat dibangun dengan seluas-luasnya antara guru, peserta didik dan orang tua. Semangat guru dalam mengadaptasikan diri terhadap teknologi akan berdampak besar pada pembelajaran.
Guru, bangkitlah dari ketertinggalan teknologi karena akselerasi teknologi menjadi jawaban atas keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar saat ini. Semoga.
0 Comments