Kata begitu mudah diucapkan dan ditulis, bahkan menjadi tanpa arti dan makna. Untuk mengerti arti dan makna kata yang sering diucapkan dan ditulis diri sendiri pun bahkan diabaikan, meski merasa sudah sangat paham dan mengerti. Setiap kata memiliki arti dan makna tersirat, tersurat, begitu juga arti dan makna sesuai teks dan konteks. Bila tidak dipahami secara utuh, jika hanya sekedar dibaca, diucapkan, dan ditulis, lantas bagaimana mampu berilmu, beradab, beretika, apalagi berkelas?!
“Biasa, kebiasaan, sudah biasa, yang penting orang ngerti maksudnya” menjadi alasan yang biasa dilontarkan bila diberikan masukan pentingnya mempelajari arti dan makna kata. Belum lagi alasan lainnya seperti “suka-suka, demokratis, dan kebebasan”. Bahkan alasan “nasionalisme” pun digunakan untuk berhenti dan membatasi diri belajar lebih jauh bahasa-bahasa yang lain dan asing. Padahal, bahasa Indonesia merupakan persatuan dari berbagai bahasa daerah, bahasa yang ada sebelumnya, dan adaptasi dari adaptasi berbagai bahasa asing. Jika sudah membatasi diri maka menjadi terbataslah ilmu yang dimiliki.
Kata dan bahasa terbentuk dari budaya dan pemikiran yang terus berkembang seiring perubahan jaman dan peradaban. Bisa menjadi positif dan negatif, sangat tergantung kepada kepentingan, budaya, dan pemikiran yang berkembang. Kata dan bahasa juga merupakan cermin dari “kehormatan dan harga diri”, adab, etika, cara, pola, dan struktur dalam berpikir masing-masing pribadi maupun kelompok. Penghancuran dan pengrusakan sangat mudah dilakukan lewat kata dan bahasa secara politik. Disadarikah?!
Untuk mempelajari kata dan bahasa tidak semudah yang dipikirkan. Amat sangat butuh kerendahan hati, kesabaran, dan konsistensi yang sepertinya tiada berujung. Filsafat bahasa yang merupakan sebuah ilmu di era modern pun hanya sedikit saja yang mau mempelajari dan memperdalam. Banyak hubungan berbagai ilmu yang terkait dalam mempelajari kata, simbol, dan bahasa, mulai dari metafisika, matematika, logika, budaya, sejarah, epistomologi, politik, hukum, sampai reformasi bahasa perlu dipejari secara serius dan mendalam. Memerlukan proses dan waktu belajar yang panjang, pengorbanan waktu dan pemikiran tiada henti.
Allah Yang Maha Besar mampu memilih kata dan bahasa sesukaNya dan berhak atas semua itu, memikirkan mengapa Allah memilih kata dan bahasa yang tidak sembarangan, yang tertuang di dalam kitab suci, sungguh di luar kemampuan dan tentu ada maksud baik. Manusia yang hanya memiliki ilmu setetes air di samudra, mengapa tidak mau belajar dan merasa sudah lebih tahu dan paham dari Allah?! Allah yang Maha Mengerti saja tidak sembarangan, lantas mengapa kita begitu mudahnya mengurai kata sembarangan tanpa mau mengerti arti dan makna kata seutuhnya?! Wajar jika membaca dan mendengar hanya menjadi sekedar baca dan mendengar, untuk konsisten dipraktekkan sesuai dengan ucapan dan tulisan, sungguh tidak mudah. Nasehat hanya jadi sebatas nasehat, padahal semua nasehat itu meski ditujukan kepada orang lain sesungguhnya adalah untuk diri sendiri terlebih dahulu.
Majas, satire, pengandaian, syair, peribahasa, dan lain sebagainya semua ada di dalam kitab-kitab suci yang tidak bisa diartikan secara kontektual sesuai dengan persepsi, asumsi, dan bahkan pengetahuan dan pengalaman yang terbatas. Orang-orang di masa lalu termasuk para ulama dan pemikir menggunakannya sebagai adab, etika, dan rasa hormat. Memang tidak mudah, tetapi bukan sesuatu yang mustahil untuk dipelajari secara serius. Butuh bukan hanya sekedar niat tetapi kerja keras dan konsistensi.
Kini, untuk mendeskripsikan satu kata saja setiap hari memilki banyak alasan untuk tidak dilakukan. Padahal cara ini sangat membantu untuk bisa meningkatkan daya baca dan daya bahasa yang penting untuk mampu belajar dan berilmu. Kebebasan di dalam berimajinasi atas satu kata saja sepertinya sangat sulit, ini adalah bukti matinya kreativitas dan kemampuan berstruktur di dalam berpikir. Bukti bahwa untuk menggapai kemerdekaan lewat imajinasi atas sebuah kata saja butuh perjuangan keras. Banyak mau, banyak kenginan, bagaimana mau diraih bila tidak mau diperjuangkan?!
Satu kata bisa berjuta arti dan makna, bisa diartikan bahwa sesungguhnya menulis tidak ada batas dan tidak ada alasan tidak memiliki ide. Cukup dengan menguraikan satu kata, dengan kemerdekaan di dalam berpikir, berimajinasi, dengan pola dan struktur yang teratur dan terarah dari awal hingga akhir, maka sebuah tulisan bisa terbuat dengan uraian kata penuh arti dan makna. Panca indera yang diberikan sebagai anugerah Yang Maha Kuasa menjadi keadilan Allah untuk membuat manusia bahka mampu merasakan kata dan bahasa, lebih dari hanya sekedar kata dan bahasa.
Tidak ada yang salah dalam menulis, namun butuh kerendahan hati dan keberanian bertanggung jawab atas apa yang dituliskan. Dengarkan baik-baik semua ucapan dan tulisan sendiri, agar mampu lebih mengerti.
Selamat menulis dan belajar menjadi manusia merdeka! Menulislah dengan kata dan bahasa yang bukan hanya sekedar kata.
Bandung, 30 Agustus 2021
Mariska Lubis, S.E., M.Int.S.
Terima kasih Teh Mariska, Barakallahhu fiika
Alhamdulillah. Tambah ilmu. Semoga tambah baraksh dan nanfaat serta menginspiradi penulis penulis muda. Demiksnlah satu kata berjuta makna dan oenafsiran