Menghitung Daftar Kebutuhan, Bukan Daftar Keinginan

Dec 18, 2021 | Essai

Krisis ekonomi yang melanda suatu negara akan membuat negara dalam kondisi genting. Tetapi dalam suatu masalah pasti ada solusi, kalau bisa saling mengisi dan mengenyampingkan arogansi.

Memang krisis ekonomi mempunyai dampak yang sangat besar bagi suatu negara. Apalagi bagi negara berkembang dan banyak konflik. Berbicara mengenai ekonomi, berarti bicara tentang uang. Salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi adalah banyaknya utang yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk membayar.

Kenapa banyak utang?

Orang berutang karena merasa kebutuhan mereka melebihi dari penghasilan mereka sendiri. Ingat, kebutuhan. Bukan keperluan.

Dan orang yang menjalankan isi kepalanya dengan baik dan lurus, akan berusaha untuk mengurangi porsi dari kebutuhan mereka tersebut. Dan akan berusaha untuk mencari alternatif pengganti dari kebutuhan itu agar tidak berutang, atau setidak-tidaknya meminimalkan jumlah utang. Supaya ketika membayar utang, penghasilan yang didapat tidak langsung tersedot. Karena itulah mungkin diperlukan pencatatan dari kebutuhan tersebut.

Bagaimana pula kalau negara yang berutang?

Nah, kalau ini saya kurang paham, hehehe.

Tetapi pemikiran saya hampir sama saja konsepnya, baik orang ataupun negara. Harus ada pencatatan yang jelas dan kosekuen, sehingga sistim berjalan dengan sendirinya. Dan yang perlu digaris bawahi lagi adalah tentang kebutuhan, bukan keperluan.

Bedanya mungkin kalau dalam suatu negara, ada pemerintahan dan parlemen yang terdiri dari beberapa orang atau kelompok, di mana merka mempunyai pemikiran masing-masing. Akan tetapi andaikata mereka paham dengan konsep dan intisari bernegara maka tidak akan terjadi permasalahan yang bisa memunculkan utang yang besar. Jangan dibalik, karena tahu tentang bernegara makanya berutang demi keselamatan rakyat.

Kalau sudah berpikir terbalik begitu, berarti bukan karena negara yang miskin atau tidak sanggup memenuhi kebutuhan sehingga banyak utang dan mengakibatkan krisis ekonomi. Tetapi karena telah terjadinya krisis moral dalam pengelolaan negara. Tidak mengutamakan yang dibutuhkan, tetapi mendahulukan sesuatu yang dianggap perlu. Tidak adanya kajian mendalam tentang kebutuhan dan keperluan.

Ibarat di rumah tangga, pendapatan tiap bulan suami Rp4.000.000, ada satu anak yang sudah SMA. Istri modis suka bergaya. Sering minta makan di luar dan beli makeup biar cantik waktu ikut arisan. Anak minta ini dan itu. Beras di rumah 10 kg untuk sebulan saja masih berlebih. Cukupkah si suami dengan gaji Rp4.000.000 untuk sebulan. Ya ujungnya si suami atau istri akan cari utangan pada pihak lain. Kalau tidak dapat berutang, si suami jadi maling. Asal bisa mencukupi keperluan anak istri.

Jadi harus tahu yang mana dijadikan prioritas. Kebutuhan atau keperluan. Kalau anggaran masih kurang dalam pemenuhan kebutuhan, tidak menutup kemungkinan untuk mencari alternatif dengan cara mengganti atau mengurangi kebutuhan itu sendiri.

Jangan biarkan terjadi krisis moral, agar cara pandang terhadap suatu hal tidak terbalik-balik. Bisa menjaga moral, ekonomi akan lancar, negara pun tidak akan terobral.

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This