Sering melakukan scroll linimasa media sosial secara tidak sadar? Atau larut dalam membaca perdebatan warganet? Atau mungkin terjebak bermain gim selama berjam-jam? Tapi, mengapa kita mudah melakukan hal tersebut berjam-jam sedangkan susah untuk melakukan hal yang produktif?
Di masa digital ini kita tidak dapat melepas tangan kita dari gawai seperti laptop, ponsel pintar, komputer, juga tablet. Pasti ada saja waktu untuk membuka gawai yang kita punya, baik sekedar untuk melihat media sosial, mengecek email, atau malah main gim.
Awalnya kita hanya sekedar menengok email yang masuk ehh ternyata kebablasan larut ke dalam debat di twitter. Secara tidak langsung, ketika kita membuka ponsel pintar kita, otak akan memicu pelepasan hormon dopamin yang memicu rangsangan ke seluruh anggota tubuh. Dopamin dilepas oleh otak sebagai respons dari penghargaan hal-hal yang menyenangkan. Nah, ketika kita mudah larut dalam media sosial, otak kita melepas dopamin sebagai bentuk respons kebahagiaan dan akan berujung kecanduan.
Kalau sudah kecanduan, bagaimana mengobatinya? Mari mengenal metode Dopamine Detox. Metode ini merupakan terapi untuk mengurangi pelepasan hormon dopamin sebab rangsangan yang tidak sehat dari teknologi dalam kehidupan kita. Melalui metode ini, otak akan dibersihkan dari banjir dopamin yang membuat kita kecanduan melakukan main media sosial. Dopamine Detox diterapkan untuk mengontrol kecanduan kita terhadap suatu hal dengan membatasi hal yang merangsang kecanduan tersebut. Ada beberapa cara untuk melakukan metode Dopamine Detox, antara lain meletakkan benda yang menjadi stimulus di lokasi yang sulit diakses; melakukan aktivitas lain yang berbeda dan tidak sesuai dengan stimulus; memblokir akses situs tertentu yang memicu kecanduan; atau membatasi waktu pakai aplikasi.
Cara yang mudah saya terapkan untuk melakukan Dopamine Detox adalah membatasi waktu berjalan aplikasi yang sering digunakan. Melalui fitur Digital Wellbeing, kita dapat melihat aplikasi yang sering kita gunakan dan membuat kita larut di dalamnya. Fitur ini membuat kita dapat menggunakan pembatas aplikasi. Saya membatasi beberapa aplikasi yang sering membuat saya kebablasan ketika menggunakannya seperti Facebook, Instagram, dan Twitter. Masing-masing saya batasi 45 menit per harinya. Hal ini cukup efektif untuk membatasi kecanduan media sosial kita dan mengalirkan dopamin kita untuk kegiatan yang produktif.
Untuk sukses melakukan ini, kita perlu disiplin dalam menjalankan metode Dopamine Detox ini. Ketika kita mengurangi kadar dopamin saat tidak memegang ponsel pintar, kita akan merasa bosan karena dopamin tidak mengalir sebab tidak adanya rangsangan. Dalam rasa bosan tersebut, sebenarnya otak kita sedang membersihkan dopamin yang terangsang sebab hal yang tidak produktif. Maka dari itu, ketika kita mencoba hal baru setelah melepas gawai seperti membaca buku baiknya dimulai perlahan dahulu seperti membaca lima lembar namun dilakukan secara sering. Dopamin akan terlepas ketika otak kita menganggap bahwa membaca buku merupakan kegiatan yang merangsang kebahagiaan dan melepas hormon bahagia sebagai hadiahnya. Proses inilah yang membuat dopamin memberikan rasa candu dalam suatu aktivitas kita.
Dasarnya, dopamin tidak dapat hilang dari tubuh kita. Namun, kita mampu mengontrol kadar dopamin dengan cara berpuasa hiburan karena melakukan scroll di linimasa media sosial merangsang kadar dopamin yang tinggi.
Kesadaran dalam menggunakan gawai sangat penting di era digital. Perlunya kita membuka pikiran agar tidak larut dalam perdebatan yang tidak ada muatannya, sehingga hanya melantur di kolom komentar yang tidak jelas arahnya ke mana. Psikologis dan mental akan terpengaruh karena rutinitas yang tidak sehat. Oleh karena itu, kita perlu membersihkan rangsangan dopamin yang membuat kecanduan hal yang tidak produktif. Mari kita bijak dalam menggunakan gawai yang kita punya. Mari juga kita sehat dalam dunia digital. Media sosial tidaklah buruk, namun kita harus bijak menggunakannya.
0 Comments