Mengayuh Pedal Rusak

Sep 5, 2021 | Cerpen

“Le, ayo cepat naik,” ucap Bapak pada Yadi, anaknya, yang sudah meminta naik becak sejak seminggu yang lalu. Naiklah Yadi ke dalam becak dengan antusias, sementara Bapak sudah siap mengayuh, mengantar anaknya berkeliling kota.

Angin jalan menghembus wajah Yadi, bibirnya tersenyum simpul menikmati jalanan lengang. Dia amati segala gembira tanaman yang bermain orkes dengan partitur yang disiapkan mentari, pula sedih si kucing jalanan yang mencari kasih dalam tong sampah. Binar polos matanya menikmati dunia yang masih dalam bayangan imaji, sebelum terbuka layar kehidupan nyata yang akan menghantam keras di kemudian hari. Di kursi kemudi, Bapak bersimbah peluh, mengayuh pedal rusak becak warna merah warisan orang tuanya dulu. Dalam lelah sang Bapak berpesan pada anaknya itu.

“Ingat ya Le, kelak kamu akan bertemu masa di mana kendaraan beroda tiga ini dipandang sebelah mata. Pula, pekerjaan penarik becak dianggap sebagai darma yang sudah usai”.

Suara angin menyamarkan pesan yang disampaikan Bapak pada Yadi. Merasa hal itu penting, Yadi hanya bisa menimbali dengan, “Ya Pak”.

Pandangan Yadi terhadap jalanan semakin lama semakin kabur. Usai sudah bunga tidur yang ia rengkuh dalam lindungan becak merahnya itu. Tergugah dirinya ditepuk pemuda yang membawa sekantong sembako, “Pak, permisi, ini saya ada sembako buat bapak, semoga berkenan menerima.” Yadi yang masih linglung terbangun dari mimpinya itu, langsung menerima sembako yang diberikan padanya.

“Minta foto ya Pak.” Dalam hati Yadi bergumam, “Ah, darmaku tidak lagi kupenuhi sendiri.”

Malang, 4 September 2021

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This