Pengalaman menarik mengantarkan anak-anak menjadi juara satu salah satu cabang olahraga beladiri adalah kebahagiaan tersendiri dan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT. Tidak sekedar mampu mengantarkan anak-anak binaannya menapaki podium tertinggi dari arena ke arena yang lain, tetapi lebih dari itu, ia mampu membangun kerjasama tim dengan baik. Begitu temanku mulai bertutur tentang pentasnya, di kedai kopi Wonosalam bagian timur.
Sebagai pelatih ia memiliki atlet-atlet bertalenta dan orang tua yang mendukung penuh. Rasa bahagianya totalitas, di bawah tepuk tangan penonton saat kalungan medali dan ucapan selamat dari seorang Menteri. Betapapun dengan penilaian ketat dari dewan juri ia mampu melahirkan atlet yang bisa bersaing dengan atlet dari kota besar lainnya.
Kalaulah dihitung dengan ilmu matematika peluang itu tidaklah mungkin jatuh padanya, ibarat pungguk merindukan bulan, tuturnya berbinar. Iapun berkisah mulai tahapan seleksi yang ketat bagi 30 anak binaannya.
Dari menghafal 65 jurus hampir 9 bulan, mencapai level gerakan standar dan alokasi waktu permainan yang dibatasi 1 menit 20 hingga 30 detik. Sungguh suatu tahapan yang seru dan menarik. Dengan seksama, saya mendengarkan ceritanya kata demi kata.
Cerita yang tak kalah seru dengan covid-19 yang tengah ditangani pemerintah RI dengan anggaran fantastis Rp130 triliun dan korban jiwa 100.000 lebih saudara-saudara kita sebangsa setanah air.Bila ingat ini, kopi panas Wonosalam, pelayan ramah, udara sejuk tak membuat badan ini nyaman.
Setelah proses seleksi awal selesai dilanjutkan dengan pemusatan latihan (TC) yang tidak sebentar. Penuh kedisiplinan mulai dari jam hadir, uniform hingga MOU kesiapan mengikuti TC. Bisa 3 – 4 bulan menyiapkan anak-anak untuk sejajar dengan atlet kota lain.
Talent’s scouting, latihan intensif lima bentuk kebugaran jasmani, fitness hingga latihan jurus yang terus ditingkatkan levelnya, adalah rutinitas yang bisa saja membosankan. Enam jam sehari, 3 – 4 kali dalam seminggu, di gym, di sasana dan di lapangan terbuka.
Memantau kebutuhan gizi dan istirahatnya agar seimbang. Serta membangun komunikasi yang baik dengan orang tua agar ikut serta memberikan support yang tepat. Menjadi bagian dari program silaturrahim yang menyenangkan.
Kalau tidak, maka program latihan akan amburadul dan tujuan prestasi sulit tercapai. Anak-anak bisa saja tidak nyaman berlatih, kurang semangat dan orang tua bahkan melarang mengikuti kejuaraan apapun eventnya.
Makanya tak banyak anak-anak sampai menapaki podium 1, 2 dan 3. Yang sering terjadi hanyalah mendapatkan juara harapan karena kandas dihempas ketatnya kompetisi. Yang banyak terjadi adalah mimpi-mimpi yang tak berujung.
Disisi lain, dengan tak bermaksud merendahkan cabang olahraga lain. Olahraga beladiri memiliki keistimewaan tersendiri.
Sejak awal keberadaan manusia di muka bumi, beladiri menjadi alat pertahanan diri dari kepunahan manusia. Dalam perkembangannya olahraga beladiri beralih fungsi menjadi olahraga dan mulai dilombakan bukan untuk menyerang orang apalagi membunuh.
Menjadi juara lomba lari mungkin hanya dibutuhkan secepat-cepatnya berlari. Menjadi juara angkat berat mungkin butuh kemampuan mengangkat sekuat-kuatnya. Menjadi juara lomba dayung mungkin dibutuhkan kekuatan dan kekompakan mendayung. Menjadi juara catur tinggal sering bermain, pintar dan sedikit licik. Tetapi menjadi The Best di kejuaraan beladiri dengan spesifikasi khusus, tentu luar biasa dan langka.
Orang lain mungkin hanya tahu keindahan dan kecepatan gerakannya. Kekuatan pukulan dan keseimbangan tubuhnya. Memiliki tehnik lompatan yang begitu tinggi dan kaki-kakinya menapak kokoh. Tanpa alat atau menggunakan pedang sekalipun.
Bagi orang tua, mengarahkan belajar putra-putrinya mengaji itu wajar. Karena para orang tua semua pernah belajar dan bisa mengaji. Tapi kalau orang tua menyuruh putra-putrinya belajar bela diri dengan berbagai alasan mereka, perlu ada pendekatan serius. Sebab mereka tidak pernah mengenyam dasar-dasar beladiri. Apa mereka tidak bingung ketika dihadapkan pada perubahan karakter putra-putrinya?
Anak-anaknya makin aktif, makin tegas bicara, makin berani bersikap dan sedikit radikal.
Itulah side effeck dari ketegasan pelatih dalam membimbing, berolahraga dengan keras dan pantang menyerah dan fight-fight di atas matras. Fase dimana anak-anak mulai menemukan karakter barunya. Tentu upaya membangun komunikasi yang baik dengan orang tua menjadi penting agar kesamaan tujuan bisa dicapai, meskipun beda dalam alur berfikir.
Cerita di atas hanyalah sekelumit upaya mencapai juara 1 di tingkat provinsi. Tentu Berbeda dengan program prestasi untuk mencapai juara 1 di tingkat nasional, ASEAN atau internasional. Teman yang lugu, dan cenderung “belagu”, apatis pada sebuah situasi, ternyata memiliki seabrek prestasi itu, tinggal meningkatkan jumlah jam latihan, gizi dan level permainan atlet-atletnya.
Ia sangat keras di lapangan kepada anak-anak binaannya karena setiap 0,2 digit nilai sangat berarti baginya dan sangat tegas mempresentasikan program kepada managernya yang pelit. Ia sangat menyadari beban moril tentang arti sebuah kekalahan dan kemenangan tidak hanya disematkan kepadanya sebagai pelatih profesional atau kepada orang tua anak-anak binaannya. Tetapi juga kepada manager klubnya. Seorang manager akan bangga dan bersuara lantang kala timnya juara, tapi tak suka bila timnya kalah. Jerih payah, keringat atlet dan program pelatih akan dihitung dengan sejumlah uang yang telah dikeluarkan.
Maka sebelum itu terjadi Sang Pelatih harus mampu mewujudkan harapan semua orang hingga para supporternya. Dan ia bisa buktikan di banyak event kejuaraan, mengantarkan anak-anaknya menjadi pemain terbaik di pentas terbaik. Peluh dan lelah adalah bahagiaan dari semangatnya. Dan juara menjadi pengobatnya.
Di relung hatinya yang paling dalam ia sudah menikmati keberhasilannya. Tinggal mempersembahkannya kepada Sang Maha Tunggal yang telah memberikan semuanya. Secangkir kopi Wonosalam menuntaskan episode lain dari satu perjalanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dimana semua harapan pernah disandarkan. Tak peduli betapa gagah ia membawa para jawaranya. Ternyata di bawah kekuasaanNya punggukpun tak lagi sekedar merindukan bulan, tetapi benar-benar terbang dan hinggap di bulan.
Ia tersenyum mengakhiri janji Sabtu kemarin. Jabatan erat tangannya kubalas dengan hangat. Dan akupun diam. Seperti diakah Satria Piningit itu?
Jombang Selatan 2021
Mansyur
0 Comments