Oleh: Yudhie Haryono
Kasih. Syukurlah. Rasanya sudah semilyar purnama tak mendengar kisah-kasihmu. Tentu sudah banyak tabungan surga yang engkau depositokan. Semoga kejahiliyahan zaman tak menerjang kalian sampai ambang kebodohan dan kedunguan. Amin.
Engkau yang masih muda harus berpikir dan bertindak ke depan. Orang tua-tua begundal yang bikin bangsa ini hancur harus dibabat habis. Dikubur agar di Indonesia tumbuh generasi yang benar dan amanah.
Gerimis tak sudah-sudah. Seperti nista lelaki penuh nafsu tetapi bermain dengan sendirinya. Nikmat sendiri itu jatuh menetes pelan. Seperti gerimis berborak, lambat, kuat dan tahan.
Gerimis tak sudah-sudah. Seperti tangis perempuan tertolak zina. Adalah doa kudus yang paria menikam setriliun hari. Di sisa hempas dunia yang tunggang pukang.
Dunia selalu sisa rempah-rempah. Diperebutkan para begundal tak sudah-sudah.
Mungkin engkau lupa. Mungkin ia amnesia. Padahal ada cerita tentang aku, kau dan ia. Tentang riset-riset substansi yang membuat air mata ini mengering. Dikerjakan dengan sedu kita bersama saat dulu kala. Juga ada cerita tentang masa yang indah. Ya saat kita menemukan hipotesis. Saat kita berduka saat kita tertawa. Penuh seluruh.
Kita terus kalah dalam perang kecerdasan ini. Tetapi, hanya kekalahan yang membuat kita tahu arti kemenangan. Lahir untuk menang tetapi memilih takdir untuk dijajah dan kalah. Indonesiakah itu?
Kuberkata perih, jangan jadikan semua derita kerinduan ini alasan engkau menyakitiku; membunuhku pelan; memutilasi hati. Meskipun cinta dan kangenmu pada buku-bukuku tak hanya seminggu. Untukku dan untuk pikiran-pikiranku. Tapi cobalah sejenak mengerti duduk di sini hirup akalku.
Aku menggigil mendengarmu ingin membaca bukuku. Kusampaikan fatwa, “Jangan, membaca ketikanku, berat. Kau tak akan kuat. Biar aku saja yang sekarat.”
Saat riset-riset terpadu. Aku ingat bukumu di hatiku. Karyamu tak lekang oleh waktu. Aku gembira. Aku tertawa. Meski kau bukan milikku. Sebab kutahu intan permata tak pudar. Engkau tetap bersinar mengusik kesepian jiwaku. Kini kukirim buku-bukuku untukmu. Agar engkau seperti republik yang menunggu.(*)
0 Comments