Kita Dan Gawai : Jangan Lupakan Etika!

Aug 16, 2021 | Essai

Pada zaman super maju sekarang ini, era digital, zaman now, dan entah istilah-istilah apa lagi yang dipakai, manusia tidak lepas dari kebutuhan yang semakin kompleks. Dari kebutuhan pokok sehari-hari, kebutuhan sekunder, tersier, hingga kebutuhan mewah. Dahulu yang disebut kebutuhan pokok adalah seputar sembako (sembilan bahan pokok sehari-hari, yaitu beras dan bahan makan lainnya). Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan pokok tidak terbatas pada seputar kebutuhan bahan makan, tetapi lebih dari itu. Salah satunya adalah kebutuhan akan alat informasi dan komunikasi. Salah satu alat infokom yang dimaksud adalah gadget atau handphone. Bahkan kebutuhan handphone bagi sebagian masyarakat merupakan hal yang wajib, benda yang harus dimiliki.

Alat komunikasi ini mulai berkembang di Indonesia pada era 2000. Tentu keberadaannya mengalami perkembangan. Diawali dalam bentuk dan model yang sederhana, dengan fungsi sederhana pula yaitu sebagai alat telepon dan mengirim pesan singkat (sms). Seiring dengan perkembangan zaman, handphone mengalami perkembangan pula, dari segi bentuk dan model/tipe, sampai fungsinya yang semakin canggih. Dengan alat berpenampilan kecil namun didesain dengan kecanggihan tingkat dewa, alat itu mampu membawa kita melanglang buana, bahkan ke dunia yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan sekali pun. Dengan alat itu pula kita mampu mengakses informasi dalam beragam bentuk, berkomunikasi dalam berbagai macam aplikasi. Pendek kata alat itu sangat membantu kita dalam banyak hal.

Akan tetapi tidak sedikit dari kita yang kurang bijak dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi alat komunikasi tersebut. Bahkan tidak jarang kita “diperbudak” oleh alat tersebut. Ini adalah sisi lain dari keberadaan handphone. Bagaimana tidak? Sebagai contoh yang banyak kita lihat, atau bahkan kita sendiri pun sering mengalami, ketika kita asyik bermesraan dengan handphone, kita sering lupa waktu, lupa dengan sekeliling kita. Adzan yang berkumandang di telinga kita pun seolah tak terdengar, kita abai dan tetap mesra dengan gawai kita. Seyogyanya, kita “ceraikan” dulu handphone, lalu kita tunaikan sholat (bagi muslim). Jika kita sebagai orang tua, maka semestinya memberi contoh yang baik kepada anak-anak kita. Demikian juga dengan anak-anak, remaja, maka sudah semestinya pula berbijak dengan gawai. Seringkali pula ketika kita bertamu, atau sedang menerima tamu, tangan kita tidak berpisah dengan handphone kita, di saat kita sedang bercakap dengan tamu sekali pun, kita tetap bermesra-mesra dengan handphone. Atau sebaliknya ketika kita bercakap dengan tuan rumah, kita tetap berhandphone ria. Sungguh, suatu pemandangan yang tidak pantas dan perilaku yang kurang sopan. Perilaku seperti itu menggambarkan bahwa kita tidak menghormati tamu atau tuan rumah. Situasi yang sering pula kita saksikan ketika berkumpul beberapa orang, bukannya mereka saling bercakap, tetapi sibuk dengan hansphone masing-masing.
Miris ketika melihat balita yang ‘kecanduan’ handphone. Mungkin bagi sebagian orang tuanya, bangga dengan kecanggihan si kecilnya mengoperasikan alat komunikasi itu. Jari-jari kecil yang lincah mengetuk keybord gawai yang dipegangnya, memutar-mutar game pilihannya. Kita sering lupa, atau mungkin belum menyadari, bahwa dibalik game-game menarik yang menyuguhkan hiburan, ada sisi negatif. Game dengan konten persaingan, mengajarkan semangat pantang menyerah, namun ada pengajaran egoisme di dalamnya. Game yang bisa dimainkan sendirian, menjauhkan si anak dari bersosialisasi dengan sebayanya. Maka dari itu, seyogyanya anak ber-handphone, didampingi oleh orang tua. Bukan membiarkannya yang penting si anak tidak rewel.

Handphone juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran di sekolah. Banyak informasi materi pelajaran yang dapat diunduh dari internet lewat handphone. Berbagai macam informasi terkait materi pelajaran yang dapat diakses. Namun banyak peserta didik yang belum dapat menggunakan informasi yang telah diakses tersebut dengan benar, sehingga menjadikan mereka plagiator. Alat canggih itu juga tidak jarang digunakan oleh anak-anak muda untuk hal-hal yang bersifat negatif, yang tentunya akan berdampak negatif pula. Tentu peran guru dan orang tua sangat diperlukan dalam hal ini. Jadi, mari kita gunakan teknologi secara positif dan bijak. Mari ikuti dan manfaatkan kemajuan teknologi. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi memang hal yang nyata, kita harus menjadi bagian di dalamnya. Namun bukan berarti melunturkan, bahkan menghilangkan adab kesopanan, sikap positif, dan sosialisasi kita dengan lingkungan. Mari kita “life with technology”, bukan “life by technology”.

Masih banyak hal lain yang belum dapat kita lakukan dengan baik dan benar, yang sebenarnya itu adalah hal-hal mudah namun sering kita buat menjadi sesuatu yang sulit. Mari kita hidup di dunia canggih dengan pikiran canggih pula. Mari menjadi bagian dari kebaikan. Jadikan diri kita “terbiasa” mengerjakan hal-hal yang bermanfaat. Jangan biarkan diri kita “terbiasa” dengan hal-hal yang tidak baik dan merugikan, agar hidup kita lebih bermakna dan berguna, untuk kita.

Ponorogo, Agustus 2021

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This