Malam berkabut, bintang hendak jatuh
Kutau engkau datang wahai Sang Mahapatih
Mengetuk ngetuk nyali, membuka tabir
Perang saudara sungguh pedih, perih
Asap kemenyan dupa setanggi memenuhi aura pikiranku
Menyesakkan rongga rongga hidup nafas denyutku
Engkau sapa aku dalam hening, dalam keremangan gelap
gulita
Tetap tak teraba, berdesir desir
Kutahu engkau tepuk pundakku, dalam balutan kain putih di atas kepala
Bertanya dalam bisik misteri mengapa hendak kau sajikan kepedihan
Tragedi Tambak Beras dalam duka berkepanjangan hingga saat ini
Kususun jari sepuluh, kedua tangan dan kakiku bersimpuh sembah sujud
Akulah putra Samudera Pasai dari ujung utara
Jauh mengelana ke berbagai alam berkelindan tafsir
Tiada hendak menyingkap luka kisanak tua Ronggolawe
Hanya agar menjadi suri tauladan dan kewaspadaan
Pintu tertutup atap terbuka
Ada tangisan sedih mengalir ngalir
Kuserahkan Kitab Pararaton yang kupinjam barang semalam dua
Tak lepas iba ku membaca hikayat
Para Panglima saling membuat duka
Damailah di sana dengan seizinmu…kutulis kisah ini
Baturetno, 12 September 2021
0 Comments