Kisah Nyata Jalan Hidup Aprillinda
Hidayah merupakan petunjuk dari Allah SWT berupa terbukanya hati dan fikiran seseorang sehingga lahirnya keyakinan tentang kebenaran yang terkandung dalam ajaran agamaNya, yaitu Agama Islam. Hidayah akan diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang dikehendakiNya. Sangat beruntung mereka yang menerima hidayah.
Banyak cara Allah SWT dalam memberikan hidayah kepada hambaNya, seperti yang dialami oleh salah seorang ibu rumah tangga yang saat ini berdomisili di Kabupaten Bungo, Jambi. Aprillinda (44), yang biasa dipanggil Ibu Linda. Ibu rumah tangga yang berdarah Minang ini memiliki kisah yang mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.
Ibu Linda dibesarkan oleh kedua orang tua yang berprofesi sebagai guru. Bukan hanya guru di sekolah formal, tapi juga guru mengaji di lingkungan tempat tinggal mereka waktu itu.
Sejak kecil Ibu Linda termasuk anak yang aktif dan pintar. Itu dapat disimpulkan dari cerita beliau. “Sewaktu TK sampai SMA, saya suka menari dan kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Dan pada masa SMA saya juga sering ikut perlombaan seni tari mewakili sekolah dan daerah. Tapi Alhamdulillah walau banyak kegiatan waktu itu, pelajaran sekolah tidak pernah ketinggalan dan selalu masuk lima besar kala itu,” tutur Ibu Linda.
Ibu Linda mewarisi jiwa seni dari Ibunya. Namun sang Ayah yang kurang setuju dengan kegiatan beliau (menari dan musik), selalu mengingatkan dan melarang beliau untuk melakukan kegiatan itu apalagi menekuninya. Karena kedua hal itu dianggap bertentangan dengan ajaran agama yang dipahami oleh sang Ayah. Tapi namanya anak remaja yang masih mencari jati diri dan mempunyai bakat yang sudah menjadi hobi, larangan tersebut tidak beliau hiraukan.
Setelah menyelesaikan SMA di Bungo, Beliau melanjutkan pendidikan S1 di Padang. Pada masa kuliah, Ibu Linda tidak lagi melakukan hobinya. Beliau hanya fokus pada kuliah. Ibu Linda kuliah mengambil jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Bung Hatta, dengan alasan agar bisa bekerja di Bank. Sesuai dengan cita-citanya waktu masih duduk di bangku SMP.
Beliau kembali ke Muara Bungo setelah menyelesaikan kuliah pada tahun 2001 dan mulai memasukan lamaran kerja ke instansi yang ada di sana.
“Alhamdulilah, tidak terlalu lama menunggu, Saya diterima didua Bank,” cerita Ibu Linda mengisahkan.
Dua bank yang beliau maksud adalah Bank BUMN dan Bank Swasta Nasional. Dengan alasan tersendiri, beliau memilih untuk bergabung ke bank swasta nasional. Memang dasarnya sudah pintar, dalam jangka waktu tidak begitu lama, beliau bisa menjadi karyawan yang dipercaya oleh pimpinan karena prestasinya.
Pada tahun 2005 beliau menikah dengan seorang laki-laki yang bekerja disalah satu perusahaan leasing yang ada di Muara Bungo. Walau sudah menikah, Ibu Linda dan suami tetap tinggal di rumah orang tuanya. Karena dalam tradisi orang Minang, anak perempuan tetap akan tinggal di rumah orang tuanya, sebelum si anak mempunyai rumah. Sebenarnya mereka bisa saja mengontrak rumah, tapi orang tua ingin mereka tetap tinggal di rumah tersebut.
Dengan status suami istri yang bekerja dan tinggal di rumah orang tua, secara financial tidak ada masalah. Segala kebutuhan keluarga kecil mereka bisa terpenuhi. Bahkan bisa dikatakan berlebih sehingga mereka bisa menabung.
Setahun menikah, beliau dikaruniai seorang putra. Menginjak dua tahun usia pernikahan, Ibu Linda dan suami sudah bisa membangun rumah impian mereka. Tentunya selain dari tabungan yang ada, Ibu Linda juga mengajukan pinjaman lunak di kantor tempat dia bekerja untuk membangun rumahnya tersebut. Beliau merasa sangat bahagia waktu itu.
Namun Tuhan berkehendak lain, ketika bahagia itu dirasakannya, ujian pun datang. Ibu Linda mulai sering sakit-sakitan. Tidak diketahui secara pasti tentang penyakit yang dideritanya. Setiap dokter yang mengobati selalu mempunyai analisa yang berbeda-beda. Karena penyakit yang dideritanya itu membuat beliau harus selalu pergi berobat. Bahkan harus meninggalkan suami dan anak yang masih balita. Tapi penyakit yang diderita tidak juga kunjung sembuh.
Walau dengan kondisi seperti itu, beliau tetap semangat agar cepat sembuh. Beliau terus berobat, baik secara medis maupun secara alternatif. Meskipun harus bolak-balik ke luar kota, Jambi, Padang dan Jakarta.
“Pada saat itu saya sempat berfikir dan bertanya-tanya dalam hati, kenapa Allah memberikan ujian ini. Penyakit yang tidak kunjung sembuh,” kata Ibu Linda.
“Tapi, Alhamdulillah pada saat berfikir begitu, saya mulai merenung dan instrospeksi diri. Dan ketika itulah saya mulai berhijab dan shalat tepat waktu,” tambah Ibu Linda.
Dengan posisinya sebagai marketing, beliau sempat ditentang oleh pimpinannya ketika berhijab. Tapi dengan tekad yang bulat, Ibu Linda tetap mempertahankan hijabnya.
Dalam kondisi sakit-sakitan tersebut Ibu Linda masih bekerja. Dan tidak semua rekan kerjanya yang tahu tentang kondisi beliau, termasuk pimpinannya sendiri. Karena sebagai marketing, beliau tidak harus stanby di kantor. Walaupun beliau libur bekerja untuk berobat, tidak mempengaruhi pekerjaannya, karena setiap target yang diberikan perusahaan bisa tercapai.
Ujian belum berakhir, kondisi kesehatan beliau belum juga ada perubahan. Sakit yang diderita belum juga kunjung sembuh. Ibu Linda kembali merenung dan berfikir, “Ada apa ini, apa yang salah pada diriku?!”.
Suatu hari ketika beliau membaca beberapa artikel tentang riba, beliau langsung termenung. Karena di dalam artikel-artikel tersebut ada yang menjelaskan bahwa bank merupakan salah satu lembaga ribawi. Beliau langsung kepikiran tentang hal itu.
“Ya Allah, jangan-jangan karena pekerjaanku sekarang aku jadi begini,” ujar beliau mengisahkan.
Dengan pemikiran yang matang dan berdiskusi dengan keluarga, Ibu Linda memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya. Padahal saat itu beliau lagi dipromosikan naik jabatan, tapi dengan tekad yang sudah bulat, beliau tetap ingin berhenti.
“Awalnya pimpinan saya menolak, tapi dengan menjelaskan bahwa saya sedang sakit dan ingin fokus berobat , akhirnya dia pun menyerah dan menerima pengajuan resign saya,” ujar Ibu Linda.
Setelah benar-benar berhenti bekerja pada November 2008, Ibu Linda mulai fokus berobat dan berharap bisa cepat sembuh. Tapi apa mau dikata, Tuhan yang menentukan. Penyakit yang ada belum sembuh malah penyakit baru yang datang, bahkan sudah komplikasi. Dan akhirnya beliau pun harus melakukan operasi. Operasi Pertama di Jambi (2009) dan operasi Kedua di Malaka (2010). Operasi yang dilakukan membuat beliau cacat seumur hidup. Tapi beliau benar-benar pasrah dan yakin, bahwa semuanya karena Allah, sehingga beliau tidak merasa terbebani dengan penyakitnya itu.
Tiga bulan setelah pulang dari Malaka, Beliau dinyatakan hamil. Padahal saat itu beliau harus kontrol lagi ke Malaka karena proses berobat belum selesai. Namun dengan Bismillah, beliau menghentikan pengobatan dan lebih memilih merawat calon bayi yang ada dalam kandungan. Karena beliau yakin dengan rezki yang diberikan Allah. Beliau ikhlas jika dengan kehamilan itu Allah akan mengambil nyawanya.
Ujian yang dialami membuat beliau makin yakin akan adanya Allah dan semakin kuat pula keinginan beliau untuk belajar agama. Perlahan-lahan beliau mulai memperbaiki lagi ibadahnya. Tidak hanya ibadah wajib, beliau juga belajar menjalankan ibadah sunnah. Yang tadinya enggan untuk shalat malam, pada saat itu walau dengan tertatih-tatih, beliau selalu paksakan diri untuk melaksanakannya. Dan beliau merasa makin yakin kalau Allah akan mengabulkan doa ummatnya dan itu terbukti.
“Dari tahun 2007 saya terus berjuang untuk sembuh. Berkat Allah, pada saat saya mengandung anak ke dua tahun 2011 kondisi badan saya sudah agak enakan dan akhirnya saya sembuh. Bukan hanya kesehatan yang diberikan Allah, tapi saya juga diberi hadiah oleh Allah yaitu berupa anak laki-laki. Tidak hanya satu tapi dua. Anak kedua saya lahir tahun 2011 dan anak ke tiga tahun 2014,” tutur Ibu Linda dengan rasa haru.
“Padahal waktu saya sakit, sudah mustahil bagi saya untuk hamil. Hampir selisih enam tahun jarak usia anak pertama saya dengan anak kedua,” bu Linda menambahkan.
Sungguh suatu ujian yang luar biasa. Dengan berserah diri padaNya, Ibu Linda bisa melalui semua itu dengan tegar tanpa berputus asa. Beliau yakin Allah itu Ada dan yakin Allah Tidak Pernah Tidur walaupun sekejap mata.
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, Jadilah!” maka jadilah sesuatu itu.
Sekarang Ibu dengan tiga orang putra ini merasa tenang, suami yang dulu bekerja di perusahaan leasing juga sudah berhenti dan sekarang bekerja ditempat lain. Semua hal yang berkaitan dengan ribawi selalu dihindarinya. Pada tahun 2017 beliau diajak Muhammadyah untuk membuat lembaga keuangan syariah yang bertujuan untuk membantu masyarakat agar terlepas dari Riba. Dan akhirnya, setelah berproses selama enam bulan, Ibu Linda dan rekannya memilih membuat Koperasi Syariah yang bekerjasama dengan Muhammadyah. Dan koperasi itu mulai berjalan sejak awal tahun 2018.
“Alhamdulillah, kami bisa membantu orang-orang yang ingin memiliki harta tanpa Riba. Seperti motor, handphone, mobil dan lain sebagainya. Syiar tentang Riba akan selalu kami lakukan melalui koperasi syariah ini. Dan kami juga menyiarkan tentang produk-produk halal,” penjelasan Ibu Linda.
Ibu Linda sekarang sudah berubah. Beliau berusaha untuk menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarganya. Menyibukkan diri dengan hal-hal yang berfaedah, seperti kegiatan-kegiatan sosial dan membuka Rumah Tahfidz Quran di rumahnya.
Yakin adalah suatu hal yang mungkin berat bagi kita karena keterbatasan ilmu yang kita miliki. Masih sering kita mengeluh dan mempertanyakan keberadaanNya.
Meskipun tidak semua kisah bisa diceritakan, namun dalam kisah selalu ada hikmah.
0 Comments