Pada suatu hari, ketika bantal kehilangan pemeluknya…
Dia tampak murung dengan badannya yang sedikit berdebu….
Hujan deras dan angin dingin membuatnya terdiam dalam rindu tertutup debu…
Kepada siapa dia akan mengadu, padahal dirinya ingin kehangatan dari seseorang yang ikhlas memeluk tanpa belagu…
Dinding dan sofa terlalu hampa untuk memiliki rasa sedalam kalbu…
Apalagi meja yang tampak pongah dengan vasnya yang selalu diam membisu…
Lampu kristal menggoda untuk membuat sesat, pijarnya hanya terang palsu…
Haruskah kuminta api membakar?!
“Hahaha, semuanya palsu. Tidak ada satu pun yang bisa berbagi, apalagi berbagi ilmu. Silahkan, bakar saja. Mungkin api akan membuat mereka menjadi abu,” terdengar bisikan dari kejauhan.
Bukan api yang dia butuhkan, mereka bisa terbakar tetapi tidak membuatnya hangat dan terbasuh…
Tidak ‘kah kau lihat segelas air putih di ujung meja?
“Lantas apa..?! Apa yang bisa membuat mereka bisa sedikit meraba?!” suara itu menggelitik rasa.
Senyum. Ya senyum. Sekejap senyum semata. Senyum termanis yang mampu membuat mereka yang dingin dan angkuh itu luluh lantak dan bantal tidak lagi tersudut.
Ya senyum termanisku pun mampu membunuhmu, bukan?
“Itu senyummu, bukan senyum mereka.
Mereka tersenyum palsu, tersenyum karena melihat aku berdebu. Senyumnya menghancurkanku,” suara kesal gerutu terdengar.
Pernah kau dengar sebuah cerita tentang puteri penuh debu yang pada suatu hari berjumpa pangeran dan berakhir bahagia, hanya karena memiliki senyum tercantik?! Saudara-saudara dan orang-orang sirik yang merasa mampu menang dan berkuasa, yang seenaknya memperlakukan bak binatang pun akhirnya hanya membisu di balik kepalsuan mereka.
“Apakah aku harus tetap diam berdebu?!
Walau sebuah bantal, aku tetap punya rasa rindu,” kali ini bantal berdebu berteriak keras, “Kapan…kapankah aku bisa seperti Putri itu?!
Ingin rasanya ada yang datang memeluk dan membersihka debuku ini!”.
Sebuah pesan di dinding membuat terperangah, “Bunuh mereka dengan kesuksesan dan kubur mereka dengan sebuah senyum”. Ah!!!
Bantal malu-malu tersipu mengakhiri kisah ini, “Ketika dia datang dan menjadi matahari, maka barangkali aku akan sangat bahagia, bahkan bila awan pun tetap kelabu”.
Dia. Dirimu.
Kerinduan Bantal Berdebu

0 Comments