KEMENKOP dan UKM Tak Serius Menaikkan Kelas Usaha UMKM

Sep 23, 2021 | Opini

Visits: 0

Kementerian Koperasi dan UKM selama ini berslogan untuk menaikkan kelas usaha mikro agar menjadi usaha kecil, dan usaha kecil menjadi usaha menengah. Sloganya Usaha Mikro Kecil dan Memengah (UMKM) naik kelas.

Tapi sepertinya semua itu hanya menjadi slogan semata, sebab tidak terlihat adanya kebijakan serius sebagai “affirmative action” untuk menaikkan skala usaha mereka.
Hal ini tidak terlihat sama sekali dari upaya terobosan yang memadai untuk memungkinkan terutama skala usaha mikro dan kecil untuk naik kelas.

Dari aspek pembiayaan misalnya, usaha mikro yang mendominasi jumlah pelaku usaha hingga 99,6 persen ternyata hanya dapat alokasi dari perbankkan 3 persen dari total alokasi untuk UMKM sebesar 19,73 persen pada tahun 2020.

Mereka selama ini dibiarkan saja terjerat oleh rentenir dengan bunga mencekik hingga 10 – 30 persen per bulan. Sehingga jangankan untuk menciptakan nilai cadangan untuk reinvestasi atau pengembangan usaha sudah tidak mungkin. Untuk dapat menghidupi ekonomi keluarga secara layak saja sulit.
Skema kredit yang dikembangkan oleh perbankkan tidak mungkin terakses oleh mereka karena persyaratan dan plafon kredit yang dikembangkan juga tidak memenuhi sasaran usaha skala mikro dan kecil.

Usaha mikro dan kecil itu hanya butuh modal kerja yang maksimal angkanya sesuai dengan kapasitas bisnis mereka itu sebesar 5 juta rupiah. Tapi plafonnya dinaikan terus sehingga hanya bisa diakses oleh usaha skala menengah hingga besar.

Mereka selalu berasumsi bahwa usaha yang dibantu itu butuh akses pembiayaan lebih besar, padahal ini tidak di dasarkan fakta lapangan. Kenyataan di lapangan justru semakin dinaikan plafonya semakin tidak terjangkau. Sehingga usaha mikro dan kecil justru semakin tertinggal. Termasuk di dalamnya kredit program bersubsidi semacam Kredit Usaha Rakyat ( KUR) maupun dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Semua itu manfaatnya hanya jatuh kepada para makelar program. Bank tidak hanya menikmati subsidi bunga namun juga menikmati dana murah untuk selamatkan likuiditas mereka.

Sebetulnya semua itu hanya akal akalan karena bank tidak mau direpotkan dengan administrasi yang banyak dan ketiadaan jaminan. Apalagi di masa pandemi saat ini yang mana menurut aturan Bassel Accord mereka semakin over prudent.

Padahal selama ini, dan terutama di masa Covid, Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Dana Penempatan dari sumber uang Pemerintah itu diatasnamakan untuk menyelamatkan UMKM. Sebut saja untuk tahun 2020 saja dialokasikan sebesar Rp124 Triliun. Uang ini tidak sampai ke kelompok usaha mikro dan kecil.

Sementara itu, lembaga taktis yang dibuat oleh Kemenkop dan UKM seperti Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir (LPDB) juga sudah mandul dan hanya habis untuk biayai beban pegawainya yang mirip birokrasi pemerintah.
Pelaku usaha kita keseluruhan menurut Kemenkop dan UKM (Juli, 2021) sebanyak 64.199.606. Usaha berskala mikro jumlahnya 63.955.369 juta atau 99,61 persen. Usaha Kecil jumlahnya 193.959 ribu atau 0,30 persen. Jumlah usaha menengah 44.728 atau 0,07 persen. Sementara Usaha Besar hanya 5.550 atau 0, 008 persen.

Kriteria skala usaha tersebut didasarkan pada ketentuan baru UU Ciptakerja dan PP No. 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM.
Usaha Mikro ini jumlahnya sangat mencegangkan karena hampir sama dengan jumlah kepala keluarga (KK) di Indonesia dengan angka kurang lebih 67 juta.

Ini artinya masyarakat kita secara statistik dalam kondisi ekonomi yang rentan dan rapuh.
Mereka bahkan diperkirakan ketika terjadi krisis ekonomi akibat pembatasan interaksi sosial akibat Pandemi Covid saat ini kurang lebih 30 jutaan dari usaha mikro bangkrut dan jadi penerima bantuan sosial dari pemerintah.

Negara dengan struktur usaha yang didominasi skala mikro itu gambarkan juga bahwa ruang hidup masyarakat kecil yang banyak jumlahnya secara sosial ekonomi itu semakin sulit Sebaliknya, ini artinya penguasaan bisnis oleh kelompok usaha skala besar semakin monopolistik dan predatorik.

Jakarta, 24 September 2021
Suroto
Ketua AKSES

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This