Film, sinetron, komedi, drama kolosal dan sejenisnya merupakan perwujudan keidentikan, dalam sirkulasi pada kehidupan, penghidupan manusia pada setiap profesi dan segala aktifitasnya, dari berbagai segala bentuk yang ringan sampai terberat. Jika diungkapkan pada setiap individu, keluarga, kelompok kecil dan kelompok besar adanya kesamaan oleh karena berkutat pada hal yang tidak prinsip sampai yang terprinsip.
Oleh karena itu, apakah kemudian hal ini bisa menjadi sebuah parameter, tolak ukur dari berbagai masa, masa silam sampai dengan masa sekarang? Pendapat bisa berbeda-beda, tergantung setiap yang ada di isi kepala. Bukan hanya yang tidak berpendidikan formal apalagi yang berpendidikan formal, berbagai ilmu diperoleh menjadikan perbedaan itu ada. Belum lagi soal ego dan keinginan untuk diakui, baik minder atau sombong sama saja. “Tidak mau kalah” dengan berbagai alasan, bisa membuat masalah sendiri, yang benar bisa salah, yang salah bisa benar atau dipaksa dibenarkan atau disalahkan.
Pendidikan formal tidak menjamin wawasan, begitu juga mereka yang tidak mengenyam pendidikan formal. Ada pengalaman, intuisi, dorongan dari dalam diri seseorang yang mampu membuatnya memiliki cakrawala pemikiran yang matang. Walaupun didapatkan secara otodidak, atau pembelajaran singkat pada pelaksanaannya melebihi, yang dimiliki oleh individu lainnya. Insan manusia sejagad raya jika semuanya, menempatkan dan ditempatkan sesuai porsi, menjadikan sebuah pelengkap dan saling mengisi sebagai kesempurnaan.
Bisa kita cermati, tinjau pada setiap masa, perubahan pola pikir, pola bertindak, dan tindak lanjutnya menunjukkan perkembangan yang komprehensif. Pada sisi individu manusia memiliki kapasitas masing-masing, belum dalam hal bahwa manusia memiliki kekuatan di dalam dirinya, membuat sesuatu hal dalam berbagai kreativitas yang memiliki bobot yang tinggi, menjadi hal yang luar biasa. Dan pada dasarnya apapun yang dimiliki atas anugerahnya dari yang Maha Kuasa, kadangkalanya terlupakan, dilupakan, ditiadakan bahwa lupa akan dirinya, kapan terbentuk, dibentuk dari apa, kapan berkembangnya, pada tempat apa tersembunyi, disembunyikan, kapan terlahir dan segala proses kehidupan, penghidupan secara stimulus jati diri, sampai berlari berpijak di bumi.
Drama, sandiwara kehidupan dan penghidupan tidak akan berhenti, nyata dialam semesta, tidak hanya dilakukan kalangan paling bawah “Sebutannya”, rasanya tidak tepat juga, jika ada sebutan seperti itu. Tiga katagori selalu muncul dipermukaan sejak dahulu kala.
Sebutan-sebutan melegenda seperti halnya , Kalangan bawah, kalangan menengah, dan kalangan atas. Ada juga sebutan melegenda jaman, masa Kerajaan yakni “kalangan Sudra”, “kalangan Brahmana”. Sungguh unik dan menggelitik, tetapi itulah adanya, telah menggurita sepanjang masa. Makna atas pengertian perbedaan kalangan itu sendiri sudah berubah, bila perbedaan kasta ini dulu adalah soal kualitas ilmu pengetahuan dan jiwa, sudah bergeser ke makna soal kedudukan dan jabatan atau sekedar turunan belaka.
Kembali bahwa penggeloraan, drama dan sandiwara yang diwujudkankan oleh insan manusia berbagai jaman. Ada hal kekhususan terkait Kalangan Brahmana di masa itu, yang tidak dapat disentuh, tersentuh oleh insan manusia, oleh karena terdapat hal yang tersembuyi dan disembunyikan, hingga sampai saat ini. Adakah yang mengetahui hal tersebut, hanya Dialah Yang Maha Suci.
Yang saat ini menjadi terpatri, jenjang sosial begitu tampak nyata, menjadi perbedaan yang sangat mencolok, dengan sebutan kalangan atas, bisa juga sebutan, individu manusia memiliki harta bergerak, tidak bergerak dengan nilai tinggj, jabatan yang tinggi, nyentrik, memiliki hal lain yang tidak bisa runtuh dan semakin berkembang. Dari kondisi dimaksud secara alami, insan manusia tergiring apa yang dia miliki, lambat laut apa yang dimiliki menunggangi yang memiliki sementara, ekses dari hal tersebut perilaku, tingkalaku akan diubah oleh dirinya sendiri, dengan secara tidak sadar diubah juga dengan alam sekitarnya.
Di jaman sekarang telah ngetrend, dengan sebutan OKB (orang kaya baru), kalau ada orang kaya baru, tentunya yang kaya beneran, mendahului, dengan susah, dan kerja kerasnya. Entah dari sudut pandang yang bagaimana, sesungguhnya. Sulit diikuti, hanya merasakan saja, lika-likunya, memainkan drama peran kehidupan. Sebuah warna kehidupan selalu berbeda, ada yang sesungguhnya, dan ada yang semu tidak sesungguhnya, itulah adanya garis guratan, dan semuanya sudah ada yang mengaturnya. Sebagai insan manusia, berusaha, dan berjuang bagaimana ada perubahan pada dirinya sendiri, melangkah pelan dan pasti, serta diukirnya, dipertahankan dan mempertahankan diri dan keadaan di depannya, tentunya membutuhkan waktu yang cukup panjang, tidak “bimsalabim, ada gedabrak, jadi”.
Kerja keras harus dilakukan, tidak memandang sana, sini dan bagaimana cara pandang kita, berbuat, melangkah, dan melakukan satu kata “Ayo kita bangun, bangkit”, walaupun berjalan gontai, sesak nafas dan kepala pening. Namun harus bertahan, mempertahankan ke depannya. Sehingga di dalam isi kepala, hati dapat menyatu, berbuatlah walaupun secercah embun, tiba waktu dan saatnya daun hijau keemasan ada digenggaman kita, serta dapat merasakan kebahagiaan, kebanggan bersama-sama. Tuhan Maha besar, adil, dan segala-galanya, jika diberkati atas ridhonya dan tidak akan menyesal jika tidak diberikannya.
Pikiran, hati tetap dingin dan terjaga semoga allah swt, bersama kita insan-insan manusia yang sadar akan dirinya. Bukanlah pesimis, tetap optimis bahwa perjuangan, berusaha bagai drama, sandiwara, sesungguhnya atau semu belaka. Yang pasti, keberanian untuk berbuat benar dan hanya menjunjung tinggi kebenaran, melepaskan diri dari ketakutan, kemunafikan, dan nilai-nilai manusia berikut segala keminderan, keangkuhan, dan segala keinginan, adalah tidak mudah.
Sda, 6 Oktober 2021.
0 Comments