Kebijakan KUR Tidak Tepat Sasaran

Nov 21, 2021 | Opini

Kebijakan KUR selama ini tidak tepat sasaran sebab KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang seharusnya merupakan kredit program bersubsidi alokasinya lebih banyak diperuntukkan untuk usaha yang sudah mapan ketimbang usaha mikro yang gurem. Ini hanya akal-akalan bank saja untuk mengeruk uang negara. Bagaimana bisa kredit bersubsidi untuk alokasi kredit dengan plafon hingga Rp100 juta dan Rp500 juta?

KUR itu seharusnya dibatasi plafonnya, kalau plafonnya sudah di atas Rp100 juta seharusnya sudah masuk kredit komersial dan tidak boleh lagi menerima fasilitas subsidi. Sebab di setiap outstanding KUR itu ada uang rakyat.

Kalau KUR ingin disebut sebagai program yang membantu masyarakat kecil seharusnya sasaran dari program tersebut adalah usaha mikro bukan UKM (Usaha Kecil Menengah). Usaha mikro kita jumlahnya Rp64 juta (99, 6 persen). Omset tidak lebih dari Rp1 milyar sesuai dengan peraturan pemerintah terbaru. Hal ini seharusnya yang menjadi fokus sasarannya.

KUR seharusnya digunakan untuk alokasi kredit di bawah Rp5 juta. Usaha mikro memerlukan subsidi dengan kapasitas di angka tersebut. Mereka membutuhkan modal kerja bukan yang lain. Selama ini mereka itu yang jadi sasaran pemerasan rentenir.

Selain pembatasan plafon juga skema KUR itu mestinya terdapat kuota sektor yang tegas berikut dengan sanksinya. Di sektor perdagangan hanya boleh untuk plafon maksimal Rp5 juta tanpa agunan misalnya. Untuk sektor pangan (pertanian dan perikanan) misalnya, boleh hingga Rp25 juta. Sehingga jelas sasarannya dan sanksinya kalau bank melanggar.

Regulasi dan kebijakan KUR ini dirombak-rombak seperti maunya bank saja selama ini. Bukan maunya rakyat kecil sasaran program. Regulasi ini juga tidak jelas sanksinya. Sehingga menjadi bahan permainan terus.
Makanya dampaknya bagi pengentasan kemiskinan tidak jelas. Semakin dinaikkan juga tidak mampu merelaksasi ekonomi masyarakat di masa pandemi ini.

Kalau mau riil bantu masyarakat kecil dan juga tetap menghargai kelembagaan keuangan mikro seperti koperasi baiknya KUR dihapus dan pemerintah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia untuk membuat peraturan alokasi rasio kredit perbankan hingga 60 persen untuk kelompok usaha mikro dan kecil, minus usaha menengah dengan plafon maksimal Rp25 juta. Ini baru tepat sasaran.

Saya melihat KUR ini potensi moral hazard_nya tinggi. Makanya Menteri Koperasi itu ke mana-mana selalu seremoninya didampingi logo korporat karena kerjanya bukan pastikan _Non Performance Loan (NPL) koperasi melainkan NPL Bank penyalur KUR. Ini kontradiktif dengan tupoksi Menkop dan UKM.

Jakarta, 20 November 2020

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This