Oleh : Yudi Ento Handoyo
Getaran yang tidak dirasakan membayang-bayangi, berbaur dan menilisip di setiap sudut celah tanpa terlihat. Teriring hempasan desiran angin membalut jiwa hidup, letupan menggetarkan, menggerakkan terdorong aura panas. Tanpa disadari rasa berat mengimpit pelan, menggelincirkan ke arah lubang kelam saling tumpang tindih, perseteruan merajalela beranggapan benar. Terbuka pintu-pintu jalan keluar, menghantarkan percikan bara api bagaikan belati membara. Mata berpandangan menatap kosong, seakan berisi seutuhnya insan manusia hidup. Pada kenyataan lupa akan isi yang terkandung di dalamnya, carut marut menghiasi bercengkerama.
Berjalannya waktu semakin merambah, mengurat dan mengakar seakan benar, meruncing mengembara tak tentu arah. Berpelukan antara jiwa-jiwa terlelap, menyatu padu menggelorakan kibaran samar kepalsuan. Palsu kebohongan menggerus tajam, menyayat tidak membuat perubahan pada setiap lapisan, tidak menjadikan kebenaran sesungguhnya yang hakiki. Pandangi resapi satu pohon bambu berdiri tegak dan tumbuh di sampingnya yang sama bentuknya, dan membentuk lingkaran mengikat.
Jiwa-jiwa bergentayangan melingkar berhamburan membentuk persekutuan menjalin ikatan. Jelas menjadikan bayang-bayang, tidak jelas terarah dibenarkan dan dibuatlah seolah bingung yang melihat dan mendengarkan. Rasa malu telah mati, pemikiran dan kalbu terkubur dalam-dalam pada inti bumi. Sungguhlah kehilangan harkat dan martabat terjerumus pada lembah kenistaan. Apakah dan masihkah tersenyum di hati, jikalau tersenyum pada dua katup bibir, hanyalah menutup kesedihan mendalam, beban rasa malu tiada terhingga dan insan-insan yang rendah, bagaikan tertimpa bongkahan batu panas membara.
Jutaan buih air laut utara teriringi hempasan angin dari segala penjuru menggelora, membahana suara memekikkan telinga, menghancurkan jiwa raga seutuhnya. Meluluhlantakkan batu karang, menghamburkan pasir saling tertimbun, rasa panas menyengat menusuk daging dan tulang dan terbakarlah jiwa-jiwa pengembara. Lemah merasa kuat, pancaran hitam kelam menakutkan, terbungkus selembar kain tertata hanyalah hiasan seakan bersih jiwa. Yang dibalutnya hanyalah seonggok jasad berlagak istimewa, namun membawa kehancuran, malapetaka dan dibuatlah tercabik-cabik, tersayat-sayat dan dihempaskan bagai debu tanpa nyawa.
*
Bayang-bayang sebagai hantu jalanan
Menggetarkan membuat lilitan menakutkan
Membalut dengan kuat, terimpit kesakitan
Tak mampu bernafas, ajal terjemput paksa
Pikiran terayun langkah, teriring gundah gulana
Dua bola mata tak terpejam, jauh menerawang
Terperosok di lembah hitam, hilang sudah masa dilaluinya
Terkucil di jagat raya, bak pertapa menebus dosa
Ratapan rintihan mengudara, terlepas begitu saja
Tiada yang mendengar, seraya bagai angin malam
Penyesalan terlintas terkubur, di lapis tanah
Tak tersenyum kembali, terkunci di kerikil berapi
Senda gurau terbatasi besi bergerigi nyala api
Tak mampu berjingkrak dan goyangkan kaki
Langkah bagai terbebani, oleh bulatan besi
Jutaan netra menyorot, seraya burung elang hendak menguliti
Surabaya, 04 Agustus 2022.
0 Comments