Menikmati pagi yang cerah dengan sunmori, Sunday Morning Riding, bersama suami. Berdua menikmati pemandangan indah sepanjang perjalanan. Alam berpayungkan langit biru berhias awan-gemawan putih berarak, bertumpu pada gunung-gemunung yang tampak anggun berdiri memagari rimbun pepohonan yang kehijauan. Dari kejauhan tampak pula Gunung Tilu dan Gunung Puntang tegak membiru berpadu dengan petak-petak sawah yang hijau kecoklatan. Sengatan mentari memberi semangat untuk beraktifitas. Kulihat para pun petani tengah giat mengolah sawahnya. Ke manakah tujuan sunmori kami hari ini? Irigasi Hantap Ciherang!
Berbekal petunjuk di google map dan waze kami datangi irigasi yang sempat viral di sosial media tersebut. Tapi ternyata tidak langsung sampai pada tempat yang dituju, kedua petunjuk di aplikasi itu menunjukkan arah berbeda. Ko bisa ya? Untunglah perhatian kami sejenak teralihkan dengan pemandangan sebuah aliran sungai yang cukup deras airnya. Ternyata itu adalah aliran sungai Cisangkuy yang mengalir di daerah Cimaung. Dari situ terlihat pula Gunung Puntang yang tampak membiru dari kejauhan kontras dengan pemandangan sekitar aliran sungai itu. Di tempat ini pula kemudian kami bertanya tentang tempat tujuan kami semula. Menurut petani sekitar situ sebenarnya dengan menyusuri aliran air sungai ini pun kami bisa sampai ke Irigasi Hantap Ciherang tapi mesti berjalan kaki dan cukup jauh pula. Cara termudah yakni dengan berbaik arah menuju sebuah Puskemas. Demikian petunjuk yang diberikan oleh petani itu.
Tidak jauh dari tempat itu kami menemukan petunjuk jalan bertuliskan Hantap. Mungkinkah ini jalan yang dimaksud? Kami pun memasuki tempat itu dan ternyata sebuah perkampungan yang padat. Kami pun mulai ragu sudah benarkah arah yang kami tempah? Akhirnya kami pun bertanya pada seorang pemilik warung di situ. Memang benar dulu jalan ini menuju irigasi namun katanya sekarang jalan menuju irigasi sudah ditutup. Jalan lain adalah menuju Pukesmas seperti yang
ditunjukkan oleh petani tadi. Inilah kendala tempat wisata yang tidak dipasang petunjuk jalan yang tepat.
Kami pun keluar dari perkampungan itu menuju Puskesmas. Sepanjang jalan kami hanya menemukan beberapa tempat bidan praktek. Ternyata Puskesmas itu tidak berada di pinggir jalan utama tetapi agak menjorok ke dalam letaknya. Dari Puskesmas lagi-lagi kami menuju sebuah jalan perkampungan. Untunglah kendaraan yang kami pakai beroda dua sehingga dapat masuk ke jalanan yang sempit. Seorang tukang parkir menunjukkan kami untuk memarkir kendaraan kami di tempat parkir yang ternyata merupakan halaman belakang rumah penduduk. Beberapa anak tampak mendekati kami sambil menyodorkan kaleng, “ Uang kebersihannya Pak-Bu!” Katanya. Tanpa dipungut tiket masuk, kami dipersilakan berjalan kaki menuju irigasi. Kami pun berjalan menyusuri jalan menurun cukup tajam yang sekelilingnya di penuhi rumpun bambu. Siapa menyangka di balik rimbun dedaunan bambu itu terlihat sebuah pemandangan yang menakjubkan. Itulah Irigasi Hantap Ciherang yang sedari tadi kami cari.
Sebuah aliran deras air kecoklatan membentuk air terjun dua umpakan dengan lebar 20 meter dan tinggi 2 meter, terlihat begitu mempesona. Wajar saja bila ada yang menyebut bila Irigasi Hantap Ciherang ini seperti Air Terjun Niagara versi mininya. Petak-petak sawah hijau kecoklatan terlihat pula di sekitarnya, rimbun hijau pepohonan dibentengi gunung Tilu yang sebagian puncaknya masih tertutupi gumpalan awan putih keabu-abuan berdiri gagah di belakangnya. Masya Allah, sebuah panorama yang sungguh menakjubkan.
Beberapa sepeda terparkir pula di tempat itu. Tampak pula sejumlah pengunjung tengah menikmati panorama sekitar irigasi sambil berfoto. Di pinggir irigasi juga terdapat tikar-tikar yang sengaja digelar pedagang di sekitar situ untuk duduk-duduk para pengunjung sambil menikmati pemandangan sekaligus makanan yang dijajakan di situ. Ada pula sebuah saung panjang lengkap dengan balai-balai tempat berkumpul dan berbagai suguhan makanan. Tak jauh dari irigasi terdapat pula sebuah kolam renang yang kedalamannya beragam antara 0,5 hingga 2 meter sehingga anak-anak dapat berenang sepuasnya dengan pengawasan orang tua tentunya.
Irigasi Hantap Ciherang yang terletak di Kampung Gumuruh, Nagrak, Desa Jatisari, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung ini telah ada sejak zaman Belanda atau tepatnya didirikan sejak tahun 1919. Ada pula yang menyebutkan sejak 1903. Sedangkan sumber air irigasi ini berasal dari Gunung Wayang yang mengalir ke wilayah Situ Cileunca terus ke PLTA Lamajang hingga
melewati tempat ini. Namun debit air yang masuk ke irigasi ini tidak dihitung. Yang dihitung limpasannya (bagian curah hujan yang kelihatan mengalir di sungai atau saluran buatan di permukaan tanah) saja. Jika limpasannya ada 32 maka diperkirakan sekitar 86 ribu liter per detik jumlah air yang masuk ke irigasi ini. Kedalamannya pun tidak merata.
Petani sekitar tempat ini memanfaatkan air irigasi untuk mengairi lahan pertaniannya. Dulu Irigasi Hantap Ciherang ini mampu mengaliri sawah sekitar 2.711,35 hektar, namun dengan banyaknya lahan persawahan yang beralih fungsi menjadi tempat pemukiman menyebabkan lahan pertanian yang dialiri irigasi ini berkurang pula menjadi sekitar 2.160 hektar.
Nah, demikian kisah sunmori kami hari ini. Adakah yang penasaran untuk menjajal tempat ini pula dengan bersepeda misalnya atau dengan bermotor seperti kami? Tidak terlalu jauh ko letaknya, hanya sekitar 21 KM dari kota Bandung dan dapat ditempuh sekitar satu jam berkendaraan motor. Tak usah khawatir untuk menikmati pemandangan di sini juga tidak dipasang tarif tertentu, cukup membayar uang parkir kendaraan dan uang kebersihan seikhlasnya kita saja.
0 Comments